Beberapa waktu lalu, saya duduk di ruang tunggu sebuah klinik. Tidak berselang lama, di seberang saya duduk seorang ibu-ibu berbaju hitam bersama anak lelaki sekitar usia taman kanak-kanak, dan seorang ibu-ibu berambut pendek bersama anak perempuan yang sepantar dengan si anak laki-laki. Beberapa saat kemudian anak-anak tersebut mulai berlarian bersama dan berteriak dengan gembiranya, khas anak-anak. Mungkin karena hal itu kedua ibunya mulai membuka percakapan satu sama lain.
"Anaknya aktif sekali ya, bu.", ibu berambut pendek memulai percakapan.
"Iya, bu. Soalnya anak saya autis.", sahut si ibu berbaju hitam.
Sebenarnya agak kurang sopan, namun saya cukup tertarik mendengar obrolan kedua ibu-ibu tersebut lantas melirik anak yang dimaksud. Kening saya berkerut, tetapi anak yang dimaksud jelas tidak autis.
"Autis, bu? Berarti pinter dong bu?" si ibu berambut pendek menyambung obrolan.
"Iya autis, makanya anak saya itu pinter. Di sekolah dia pinter loh bu. Gurunya aja sampe kewalahan terus bilang ke saya anak saya itu di sekolah pinter banget sampe gurunya bingung mau ngajar apa lagi karena anak saya udah tau semuanya hahaha..." lanjut ibu berbaju hitam.
Ingatan saya kemudian melanglang pada masa-masa sekitar 2-3 tahun yang lalu. Kala itu saya sedang duduk di ruang tunggu bandara hendak menunggu pesawat untuk pulang. Ditengah obrolan orang-orang yang mendengung di ruang tunggu, ada obrolan yang menembus pendengaran saya. Asalnya dari dua keluarga kecil (ayah, ibu, dan anak) yang duduk tidak jauh dari saya sedang berbincang dengan keluarga kecil lain di sebelahnya.
"Anaknya pintar sekali bu, anak saya aja belum bisa kaya begitu bu hahaha..." ujar salah satu ibu yang ada disana.
"Iya bu, karna anak saya itu autis bu hahahah..." sahut ibu yang lain.
"Oh anak ibu autis? Pantesan pinter bu hahaha... " balas si ibu yang pertama.