Kesetaraan dan keadilan gender dapat dicapai ketika tidak terdapat diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Hal ini berarti bahwa mereka memiliki akses, peluang berpartisipasi, dan kendali yang setara dalam proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat yang sama dan adil dari pembangunan. Dalam sejarah, laki-laki memang telah mendominasi semua aspek masyarakat selama berabad-abad, dengan perempuan sering kali dianggap memiliki status yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dari situ muncul doktrin ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. (Sumar, 2004)
Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dilatarbelakangi oleh banyak hal, meliputi:
- Adanya Stereotip Gender: Stereotip disini lebih kepaa persepsi dan harapan yang umumnya terkait dengan peran dan prilaku yang memang dianggap layak dan cocok untuk laki-laki maupun perempuan. Seperti contoh, sebuah persepsi bahwa perempuan kodratnya lebih layak melakukan pekerjaan domestik atau yang berhubungan dengan perawatan. Sedangkan laki-laki dianggap cocok untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kepemimpinan.
- Maraknya Diskriminasi: Adanya diskriminasi gender di kalangan masyarakat kita bisa terjadi dalam berbagai bidang, baik itu pendidikan, aspek sosial, pekerjaan, dan lain-lain. Seseorang tidak diperlakukan secara adil berdasarkan jenis kelaminnya.
- Kekerasan Gender: Terdapat banyak kasus terkait kekerasan gender di Indonesia, seperti kasus KDRT, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan pelecehan verbal atau fisik. Kekerasan seperti ini tidak hanya memberikan dampak yang sangat krusial kepada para korban, melainkan juga menciptakan ketidakamanan dan keterkekangan ruang gerak dan partisipasi bagi perempuan.
- Ketimpangan ekonomi: Ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan, termasuk kesenjangan upah dan kesulitan akses ke pekerjaan yang setara, juga merupakan tantangan dalam mencapai kesetaraan gender. Faktor-faktor seperti pemilihan pekerjaan yang dipengaruhi oleh stereotip gender, kesulitan dalam mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta kurangnya dukungan sistemik untuk perempuan dalam karier, dapat memperburuk kesenjangan ekonomi antara jenis kelamin.
- Partisipasi Politik dan Pengambilan Keputusan: Stereotip, diskriminasi, dan kurangnya representasi perempuan dalam lembaga-lembaga politik dan organisasi pengambilan keputusan dapat menjadi tantangan dalam mencapai kesetaraan gender di tingkat yang lebih tinggi.
Upaya kerjasama dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam hal ini, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, sector swasta, dan masyarakat secara menyeluru demi mencapai kesetaraan gender yang lebih baik.
Solusi Mencapai Kesetaraan Gender
Dalam Tap MPR No 1V/1999 tentang GBHN, terdapat amanat mengenai posisi dan fungsi perempuan yang dirumuskan sebagai berikut:
a. Memperkuat kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan mereka sebagai warga negara melalui kebijakan nasional yang diperjuangkan oleh lembaga yang memiliki kapasitas untuk memastikan terciptanya kesetaraan dan keadilan gender.
b. Meningkatkan mutu peran serta kemandirian organisasi perempuan, sambil tetap menjaga nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta sejarah perjuangan perempuan, dengan tujuan untuk melanjutkan upaya pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan keluarga serta masyarakat. (Sumar, 2004)
Untuk itu sebagai langkah nyata dalam mengatasi masalah ketidaksetaraan gender ini, berikut beberapa solusi yang dapat saya tawarkan:
- Pendidikan dan kesadaran: Membangun kesadaran tentang stereotip gender dan dampak negatifnya melalui pendidikan yang inklusif dan kampanye informasi. Ini melibatkan memperkenalkan materi yang mencakup kesetaraan gender, mempromosikan peran dan potensi laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang, dan mengajarkan nilai-nilai kesetaraan dan penghargaan terhadap keberagaman.
- Penguatan peran model: Mendorong peran model positif yang melibatkan laki-laki dan perempuan dalam berbagai profesi dan peran kehidupan. Hal ini dapat dilakukan melalui promosi dan pengakuan terhadap individu yang berhasil mengatasi stereotip gender dan menjadi teladan inspiratif bagi generasi muda. Media juga dapat berperan penting dalam memperlihatkan keberagaman peran gender yang positif.
- Melibatkan keluarga dan komunitas: Mendorong keluarga dan komunitas untuk mendukung dan memperkuat aspirasi anak-anak tanpa membatasi pilihan mereka berdasarkan jenis kelamin. Ini melibatkan menghindari memberikan peran dan tugas domestik yang terpolarisasi secara gender, serta memberikan kesempatan yang setara untuk belajar, berpartisipasi dalam kegiatan, dan mengembangkan minat dan bakat mereka.
- Mendorong partisipasi perempuan dalam bidang yang biasa didominasi oleh laki-laki: Mengambil langkah-langkah untuk mendorong partisipasi perempuan dalam bidang-bidang seperti sains, teknologi, teknik, dan matematika yang biasanya didominasi oleh laki-laki. Ini melibatkan menyediakan akses yang setara ke pendidikan dan pelatihan dalam bidang-bidang ini, serta menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi perempuan yang tertarik untuk berkarier di bidang tersebut.
- Kritis terhadap media dan budaya populer: Mengkritis dan menyadari stereotip gender yang masih sering muncul dalam media, iklan, film, musik, dan budaya populer. Mendorong produksi dan konsumsi konten yang melibatkan representasi yang lebih inklusif dan positif terhadap peran gender, serta menghindari penggambaran yang memperkuat stereotip negatif atau merendahkan laki-laki atau perempuan.
- Kebijakan dan regulasi yang inklusif: Mendorong adopsi kebijakan dan regulasi yang melindungi hak-hak dan mendorong kesetaraan gender. Ini termasuk melarang diskriminasi gender dalam lapangan pekerjaan, mendorong akses yang setara ke pendidikan dan layanan kesehatan, dan mempromosikan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan politik dan publik.
Kesimpulan
Perbedaan dalam jenis kelamin menghasilkan perbedaan dalam gender, yang pada gilirannya menciptakan berbagai bentuk ketidakadilan. Kesadaran akan perlunya kesetaraan dan keadilan gender telah mulai diterapkan secara bertahap. Ini tercermin dalam upaya pemerintah untuk menjamin kesetaraan dalam akses pendidikan. Namun, perlu diakui bahwa upaya ini belum merata, dan ketidakadilan masih ada. Banyak perempuan dari latar belakang ekonomi yang lemah yang masih belum dapat mengakses kesetaraan dalam pendidikan. Masalah serius lainnya adalah maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan, yang menunjukkan bahwa bias gender masih menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Budaya patriarki telah mengakar dalam struktur sosial masyarakat, dan pola pengasuhan anak yang tidak tepat juga berperan dalam memperkuat bias gender ini.
Penyelesaian masalah gender ini memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, masyarakat dan pemerintah. Pemerintah perlu mengesahkan undang-undang yang ketat untuk melawan ketidakadilan gender, sementara masyarakat harus berperan aktif dalam mendukung upaya ini dengan cara terus memberikan pendidikan dan secara bertahap menghilangkan budaya patriarki yang telah lama mengakar dalam masyarakat Indonesia.