Penggunaan sebuah bahasa secara umum bisa dilihat penggunaannya di ruang publik, baik papan nama atau papan petunjuk. Seringkali papan nama atau papan petunjuk tersebut menggunakan bahasa asing atau campuran bahasa Indonesia dan bahasa Asing. Hal tersebut tentulah sangat menyedihkan karena sebagai bangsa Indonesia yang harusnya berbahasa Indonesia, tetapi penggunaannya belum merata di ruang publik. Penggunaan bahasa asing di ruang dianggap mempunyai nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
Salah satu istillah asing yang sering digunakan di ruang publik milik yaitu outbound. Outbound adalah sebuah kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dengan simulasi permainan yang dilakukan secara individu maupun kelompok. Dalam rangka pengembangan dan pemerkayaan kosa kata bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah membuat padanan kata untuk menggantikan istilah outbound yaitu mancakrida.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V, mancakrida adalah pelatihan yang memanfaatkan alam terbuka sebagai media, biasanya berbentuk permainan yang bertujuan untuk mengembangkan karakter diri dan meningkatkan kerja sama antarpeserta.
Mancakrida dibentuk dengan memanfaatkan unsur manca-pada kata mancanegara 'negara asing; luar negeri' yang berasal dari bahasa Jawa. Dengan beranalogi bahwa manca pada kata tersebut bermakna asing; luar kemudian kata itu digabungkan dengan kata krida yang bermakna '1 Â olah; perbuatan; tindakan; 2 olahraga'. Bentuk manca- pun kemudian digunakan pada kata lain, seperti mancadaya 'outsourcing'.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar mengatakan, Badan Bahasa terus berupaya menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Ia mengatakan, pada UU No.24/2009 Pasal 36 ayat 3 tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Saat ini sudah banyak negara yang menggunakan dua bahasa dalam papan petunjuk atau papan informasi di ruang publik. Diharapkan Indonesia pun bisa menerapkan hal yang sama sesuai amanat UU No.24/2009. Intisari dari undang-undang tersebut adalah utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.
Jadi, menguasai bahasa asing merupakan hal yang penting tetapi tetap tidak lupa untuk mengutamakan bahasa Indonesia. Jangan sampai ruang publik kita dipenuhi oleh berbagai tulisan bahasa asing sehingga kedaulatan bahasa itu tidak terjadi karena bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H