Malam semakin larut ketika aku membuka jendela kamar, di luar suasana sepi bahkan terasa sedikit menakutkan. Aku berdiri di depan jendela, menatap para bintang yang terlihat jelas di langit pedesaan. Aku berpikir, kapan terakhir kali aku menatap bintang dan bulan seperti in? Rasanya itu sudah lama sekali, mungkin aku terlalu sibuk bekerja sampai melupakan para bintang yang kadang kala menjadi obat lelah, dan lagi di kota jarang bintang terlihat seperti disini.
Aku senang ketika pulang ke rumah seperti ini, rasanya aku bisa kembali ke saat dimana yang kupusingkan hanyalah tugas sekolah saja. Semuanya terlalu cepat berlalu, rasanya seperti baru kemarin aku berpusing ria karena kesulitan mengerjakan kalkulus.
Pohon mangga depan rumah yang dulu sering aku panjat sekarang sudah tak ada, ditebang karena takut roboh menimpa rumah, padahal mangganya manis sekali. Ketidak beradaan pohon mangga hanyalah salah satu diantara banyak perubahan yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Entah karena waktu yamg terus berjalan, atau karena memang sudah seharusnya berubah, semua hal akan menjadi asing pada waktunya, termasuk diri sendiri. Entah apa yang aku lakukan sampai mampu mengubah diri sendiri sedemikian rupa. Aku bukan lagi anak SMA yang gendut seperti dulu, aku juga bukan lagi seseorang yang berharap menjadi putri yang dicintai pangeran dari negeri dongeng. Aku yang sekarang adalah orang yang mencintai diri sendiri lebih dari siapapun.
Pandanganku beralih, aku menatap beberapa potret yang tertempel di dinding samping jendela, poto-poto itu tak sedikitpun luntur, masih bagus seperti pertama kali dicetak. Kebanyakan potret itu berisikan aku dan para sahabatku, aku mengingat betul momen ketika potret-potret ini diambil, suara tawa teman-temanku, candaan mereka dan senyum mereka masih tetap aku simpan rapi di memori hatiku yang paling dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H