Mohon tunggu...
Allya Mahira
Allya Mahira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menuju Kedaulatan Pangan Indonesia, Membangun Sistem yang Tangguh di Tengah Krisis Global

1 November 2024   13:02 Diperbarui: 1 November 2024   13:06 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menuju Kedaulatan Pangan Indonesia: Membangun Sistem yang Tangguh di Tengah Krisis Global

Oleh Allya Mahira

Pangan adalah hak mendasar setiap individu untuk hidup sehat dan sejahtera. Namun, ditengah permasalahan global seperti Perubahan iklim, pandemu, dan ketergantungan pada impor, menciptakan ketahanan pangan bagi Indonesia bukalah perkara yang mudah. Beragam tantangan, mulai dari tingginya ketergantungan pada impor hingga kerawanan pangan di daerah terpencil, masih menjadi persoalan yang harus segera diatasi.

 Dengan segala potensi alam dan keanekaragaman hayati yang dimiliki, Indonesia sejatinya memiliki kemampuan untuk menjadi negara yang mandiri dalam hal pangan. Menurut Jarot Indarto, Direktur Pangan dan Pertanian, yang juga berperan penting dalam penyusunan RPJPN 2025-2045, Indonesia membutuhkan pendekatan yang kuat untuk mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan.

Ketahanan pangan sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi permintaan pangan yang terus meningkat. Sebagai contoh, beras menjadi salah satu komoditas yang paling diandalkan oleh masyarakat Indonesia. Sayangnya, ketergantungan terhadap komoditas ini justru membuar negara rentan jika terjadi fluktuasi pasokan. Bahkan dari beberapa tahun teraakhir, Indonesia masih mengimpor beras dari negara lain untuk menutup kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi secara mandiri.

Jarot Indarto menyampaikan, "Indonesia harus memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan, dengan mengurangi ketergantungan impor dan mengembangkan ekosistem pangan lokal berbasis ecoregion". Dengan demikian, pemerintah tidah hanya perlu berfokus pada ketersediaan pangan, etapi juga pada kemampuan untuk menghasilkan pangan secara mandiri dan berkelanjutan. Tantangan ini tidak hanya mencakup beras, tetapi juga komoditas pangan lainnya seperti jagung, kedelai, dan ikan yang memainkan penting dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional.

Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar dalam mencapai ketahanan pangan di Indonesia. Peningkatan suhu global, Perubahan pola hujan, serta bencana alam seperti banjir dan kekeringan membuat produktivitas pertanian semakin tidak menentu. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) yahun 2021, sekitar 89,54% lahan pertanian di Indonesia mengalami degradasi dan dinyatakan tidak berkelanjutan. Tingginya penggunaan pupuk kimia, degradasi tanah, dan ketidakseimbangan antara permintaan serta produksi pangan turut memperburuk kondisi ini.

Menurut Jarot Indarto "sekitar 89,54% lahan pertanian Indonesia tidak berkelanjutan, dengan risiko degradasi yang tinggi karena penggunaan input kimia berlebihan dan konflik kepemilikan lahan." Oleh karena itu, pendekatan yang adaptif terhadap iklim sangat diperlukan. Penerapan Teknik pertanian yang berkeleanjutan, seoerti cerdas iklim (climate-smart algaculture), dianggap sebagai solusi efektif untuk mempertahankan produktivitas tanpa merusak lingkungan. Dengan demikian, Indonesia perlu mengadopsi sistem pertanian yang adaptif terhadap Perubahan iklim dan mengurangi esmisi karbon dari sector pertanian.

Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar, yang memungkinkan pengembangan sumberpangan lokal sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Dalam materi yang dibawakan oleh Jarot Indarto, pentingnya diversivikasi pangan lokal seberti tanaman umbi-umbian, kacang-kacangan hingga sumber protein dari laut yang bisa menjadi alternatif pangan bagi masyarakat. Menurut beliau," Pengembangan pangan lokal seperti biofortifikasi sangat benting untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada impor prosuk pangan tertentu"

Selain itu, pengembangan pangan lokal juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ketimpangan pangan di Indonesia. Data menunjukan bahwa masih ada 68 kabupaten/kota yang rentan terhadap kerawanan pangan, terutama di wilayah timur Indonesia. 

Dengan mendorong pengembangan ekosistem pangan lokal berbasis ekorigion, pemerintah dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat. Sistem ini juga memungkinkan masyarakat di daerah terpencil untuk lebih mudah mengakses pangan yang bergizi dan terjangkau.

Teknologi memainkan peran penting dalam mewujudkan ketahanan pangan yang adaptif. Modernisasi dan digitalisasi sektor pertanian memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi mereka. 

Dalam materi yang disampaikan oleh Jarot Indarto, beliau menekankan pentingnya platform suatu data pangan yang dapat digunakan untuk pemantauan distribusi, harga, dan produksi pangan di seluruh wilayah Indonesia. "Platform Satu Data Pangan memungkinkan kita untuk lebih cepat dan akurat dalam memantau serta merespon kondisi pangan di lapangan," jelas beliau.

Selain itu, teknologi memungkinkan petani untuk memprediksi hasil panen, mengidentifikasi penyakit, serta mengelola penggunaan pupuk dan air secara efisien. Inovasi seperti pertanian berbasis drone, penggunaan sensor tanah, dan analisis data cuaca dapat membantu petani menyesuaikan diri dengan perubahan iklim yang dinamis. Dengan demikian, transformasi teknologi di sektor pangan menjadi faktor penting dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing pangan nasional sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya kebijakan yang mendukung upaya ketahanan pangan. Dalam RPJPN 2025-2045, ada beberapa langkah strategis yang disusun untuk mendorong kemandirian pangan. Misalnya, pemerintah berencana membangun lumbung pangan di berbagai daerah untuk memastikan ketersediaan pangan dalam jangka Panjang. Selain itu, pemerintah juga akan mengembangkan korporasi petani yang dapat membantu petani kecil dalam mengakses pasar dan teknologi yang dibutuhkan.

Salah satu kebijakan yang ditekankan oleh Jarot Indarto adalah pentingnya regenerasi petani dan pemberdayaan generasi muda di sektor pertanian. "Keterlibatan generasi muda sangat penting untuk memastikan masa depan sektor pertanian yang lebih inovatif dan berkelanjutan," katanya. Insentif dan akses teknologi bagi petani muda bisa menjadi solusi untuk mengatasi krisis regenerasi di sektor pertanian, serta mendukung perkembangan industri pangan yang lebih modern.

Ketahanan pangan tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi dari masyarakat. Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya divesifikasi konsumsi pangan dan manfaat pola makan yang sehat. Di Indonesia, pola konsumsi masih cenderung bergantung pada sumber karbohidrat seperti beras, sementara asupan sayur, buah, dan protein hewani masih terbatas. Dalam hal ini, pemerintah perlu menggalakan kampanye untuk mendorong masyarakat mengonsumsi pangan lokal yang bergizi dan mengurangi pemborosan pangan.

Pengelolaan food loss and waste juga menjadi prioritas dalam upaya ketahanan pangan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 41,05% dari total sampah Indonesia pada tahun 2023 adalah sampah makanan. Jika masaah ini tidak ditangani dengans erius, dampaknya tidak hanya terhadap ketahanan pangan, tetapi juga terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah makanan menjadi krusial untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari limbah pangan.

Ketahanan pangan Indonesia tidak hanya soal ketersediaan pangan yang cukup, tetaai jugaa keberlanjutan dan kemampuan untuk bertahyan dalam situasi krisis. Pendekatan yang terpadu antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan sistem pangan yang adaptif dan tangguh di tengah Perubahan global. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Jarot Indarto, "Ketahanan pangan bukan hanya soal kecukupan stok, tetapi juga soal keberlanjutan dan aksesblitas bagis emya lapisan masyarakat."  Pada dasarnya, ketahanan pangan yang berkelanjutan membutuhkan pola pikir yang mengutamakan kolaborasi dan keterpaduan antara semua pemangku kepentingan. Dengan strategi yang menyeluruh ini, sistem pangan Indonesia bisa berkembang menjadi sistem yang Tangguh, mandiri, dan responsive terhadap krisis di masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun