Teknologi memainkan peran penting dalam mewujudkan ketahanan pangan yang adaptif. Modernisasi dan digitalisasi sektor pertanian memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi mereka.Â
Dalam materi yang disampaikan oleh Jarot Indarto, beliau menekankan pentingnya platform suatu data pangan yang dapat digunakan untuk pemantauan distribusi, harga, dan produksi pangan di seluruh wilayah Indonesia. "Platform Satu Data Pangan memungkinkan kita untuk lebih cepat dan akurat dalam memantau serta merespon kondisi pangan di lapangan," jelas beliau.
Selain itu, teknologi memungkinkan petani untuk memprediksi hasil panen, mengidentifikasi penyakit, serta mengelola penggunaan pupuk dan air secara efisien. Inovasi seperti pertanian berbasis drone, penggunaan sensor tanah, dan analisis data cuaca dapat membantu petani menyesuaikan diri dengan perubahan iklim yang dinamis. Dengan demikian, transformasi teknologi di sektor pangan menjadi faktor penting dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing pangan nasional sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya kebijakan yang mendukung upaya ketahanan pangan. Dalam RPJPN 2025-2045, ada beberapa langkah strategis yang disusun untuk mendorong kemandirian pangan. Misalnya, pemerintah berencana membangun lumbung pangan di berbagai daerah untuk memastikan ketersediaan pangan dalam jangka Panjang. Selain itu, pemerintah juga akan mengembangkan korporasi petani yang dapat membantu petani kecil dalam mengakses pasar dan teknologi yang dibutuhkan.
Salah satu kebijakan yang ditekankan oleh Jarot Indarto adalah pentingnya regenerasi petani dan pemberdayaan generasi muda di sektor pertanian. "Keterlibatan generasi muda sangat penting untuk memastikan masa depan sektor pertanian yang lebih inovatif dan berkelanjutan," katanya. Insentif dan akses teknologi bagi petani muda bisa menjadi solusi untuk mengatasi krisis regenerasi di sektor pertanian, serta mendukung perkembangan industri pangan yang lebih modern.
Ketahanan pangan tidak akan tercapai tanpa adanya partisipasi dari masyarakat. Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya divesifikasi konsumsi pangan dan manfaat pola makan yang sehat. Di Indonesia, pola konsumsi masih cenderung bergantung pada sumber karbohidrat seperti beras, sementara asupan sayur, buah, dan protein hewani masih terbatas. Dalam hal ini, pemerintah perlu menggalakan kampanye untuk mendorong masyarakat mengonsumsi pangan lokal yang bergizi dan mengurangi pemborosan pangan.
Pengelolaan food loss and waste juga menjadi prioritas dalam upaya ketahanan pangan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 41,05% dari total sampah Indonesia pada tahun 2023 adalah sampah makanan. Jika masaah ini tidak ditangani dengans erius, dampaknya tidak hanya terhadap ketahanan pangan, tetapi juga terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah makanan menjadi krusial untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari limbah pangan.
Ketahanan pangan Indonesia tidak hanya soal ketersediaan pangan yang cukup, tetaai jugaa keberlanjutan dan kemampuan untuk bertahyan dalam situasi krisis. Pendekatan yang terpadu antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan sistem pangan yang adaptif dan tangguh di tengah Perubahan global.Â
Sebagaimana yang disampaikan oleh Jarot Indarto, "Ketahanan pangan bukan hanya soal kecukupan stok, tetapi juga soal keberlanjutan dan aksesblitas bagis emya lapisan masyarakat." Â Pada dasarnya, ketahanan pangan yang berkelanjutan membutuhkan pola pikir yang mengutamakan kolaborasi dan keterpaduan antara semua pemangku kepentingan. Dengan strategi yang menyeluruh ini, sistem pangan Indonesia bisa berkembang menjadi sistem yang Tangguh, mandiri, dan responsive terhadap krisis di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H