Perubahan iklim telah menjadi isu global yang mendesak, dengan peningkatan suhu rata-rata bumi yang memicu berbagai bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai ekstrem. Untuk mengatasi masalah ini, berbagai negara mulai menerapkan kebijakan pengurangan emisi karbon, termasuk dengan instrumen pajak karbon. Pajak karbon bertujuan untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil dan mendorong transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan. Beberapa negara seperti Uni Eropa, Kanada, dan Singapura telah berhasil menerapkan kebijakan ini dengan hasil yang cukup signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar fosil, seperti bensin, gas, avtur, dan lain-lain. Pajak karbon bertujuan untuk mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih ke aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon dan untuk mengurangi emisi karbondioksida (CO2) yang saat ini menjadi penyebab utama perubahan iklim. Namun, penerapannya di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu masalah utama adalah kesiapan industri dalam menyesuaikan diri dengan kebijakan ini. Banyak pelaku usaha yang belum siap secara finansial dan teknologi untuk mengurangi emisi mereka, sehingga pajak karbon dianggap sebagai beban tambahan. Selain itu, regulasi yang terus mengalami penundaan sejak rencana awal pada 2022 menimbulkan ketidakpastian bagi investor dan pelaku industri.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa penerapan pajak karbon dapat mempengaruhi harga barang dan jasa, terutama di sektor energi dan manufaktur. Dampak ekonominya terhadap daya beli masyarakat juga menjadi perdebatan. Oleh karena itu, implementasi kebijakan ini harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan mempertimbangkan tantangan tersebut tulisan ini bertujuan untuk menganalisis penerapan pajak karbon di Indonesia, termasuk manfaat dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai pandangan dari pelaku industri, akademisi, dan pemerintah mengenai efektivitas kebijakan ini dalam mengurangi emisi karbon. Dengan memahami berbagai sudut pandang, diharapkan kita dapat menilai bagaimana kebijakan ini dapat diterapkan secara optimal tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketertarikan terhadap topik ini muncul dari meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pentingnya kebijakan pajak karbon sebagai instrumen mitigasi. Indonesia, sebagai negara dengan tingkat emisi karbon yang cukup tinggi, perlu memiliki strategi yang efektif untuk mengurangi dampak lingkungan tanpa merugikan sektor industri. Selain itu, masih banyak perdebatan mengenai efektivitas pajak karbon dibandingkan dengan mekanisme lain seperti perdagangan karbon (carbon trading). Oleh karena itu, tulisan ini berusaha menggali lebih dalam bagaimana pajak karbon dapat memberikan manfaat yang seimbang antara lingkungan dan ekonomi.
Peraturan pajak karbon di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) serta Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Namun, implementasinya masih menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Dalam penerapan pajak karbon, terdapat berbagai pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan:
- Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan menyatakan bahwa pajak karbon adalah langkah penting dalam mengurangi emisi dan mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dan target pengurangan emisi di Indonesia 31,89% pada 2030 mendatang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Pemerintah juga menekankan bahwa inisiasi penerapan pajak karbon tersebut untuk mendorong inovasi teknologi sehingga para pelaku usaha lebih memilih untuk mengambil inisiasi dan beralih ke aktivitas ekonomi hijau atau rendah karbon, sehingga dapat mengurangi karbon dioksida dan zat rumah kaca lainnya.
- Pelaku Industri banyak yang merasa keberatan karena kebijakan ini dapat meningkatkan biaya produksi, terutama bagi sektor-sektor yang sangat bergantung pada energi fosil seperti manufaktur, pertambangan, dan transportasi. Beberapa pengusaha mengusulkan adanya insentif bagi industri yang mulai beralih ke energi bersih.
- Akademisi dan Aktivis Lingkungan sebagian besar mendukung kebijakan ini dengan alasan bahwa Indonesia perlu berkontribusi lebih dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa regulasi harus disertai dengan kebijakan transisi yang adil agar tidak merugikan ekonomi rakyat kecil.
Dari berbagai pendapat yang ada, penerapan pajak karbon memang merupakan langkah yang penting untuk menekan emisi, tetapi harus diterapkan secara bertahap dan dengan kebijakan pendukung yang jelas. Jika pajak karbon langsung diterapkan tanpa insentif bagi industri yang berusaha beralih ke energi ramah lingkungan, maka kebijakan ini bisa menjadi beban ekonomi dan kurang efektif dalam mengurangi emisi.
Dalam konteks Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak karbon dapat dikaitkan dengan prinsip keadilan pajak (tax fairness), di mana pajak harus dikenakan secara proporsional kepada pihak yang memang menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan asas kepastian hukum, di mana pemerintah harus memiliki regulasi yang jelas, tidak berubah-ubah, dan dapat diimplementasikan secara konsisten.
Sesuai dengan Pasal 23A UUD 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus berdasarkan undang-undang, maka pajak karbon harus diatur dengan kebijakan yang kuat, transparan, dan adil bagi semua pihak. Oleh karena itu, selain menerapkan pajak karbon, pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi industri yang menerapkan teknologi rendah emisi serta mempercepat transisi energi terbarukan.
Pajak karbon adalah kebijakan penting dalam menghadapi krisis iklim, tetapi implementasinya di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Regulasi yang matang dan dukungan insentif bagi industri adalah langkah yang diperlukan agar kebijakan ini dapat berjalan efektif. Dengan pendekatan yang tepat, pajak karbon dapat menjadi solusi yang tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Sumber :
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021
Pasal 23A UUD 1945
https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/indonesia-menyongsong-pajak-karbon
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI