Mohon tunggu...
Ari Allfiyan
Ari Allfiyan Mohon Tunggu... -

Tanpa pikiran yang mampu mempersepsikan sebuah kualitas, kualitas itu tidak ada!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Something Has Gone Very Wrong with Our School!

16 Agustus 2014   15:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:24 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari predikat kita , entah guru, alumni, atau siswa, mari membicarakannya sebagai pribadi-pribadi yang berada di luar lingkup pendidikan. Mari kita tinjau kembali siapa yg salah dan siapa yg terus-menerus disalahkan di dunia pendidikan kita. Entah dari pihak pengajar, siswa, atau pihak-pihak lain di dalamnya. Menanyakan kembali kepada kedalaman pribadi masing-masing tentang makna sebuah pendidikan.

Sebagian (besar) masyarakat mengatakan "Kamu harus sekolah agar bisa memasuki dunia kerja, dengan bekerja kamu akan memiliki kesejahteraan, dengan kesejahteraan kamu bisa hidup mapan. Mulai terlihat apa kata kuncinya di sana: Uang. Mungkin, sekolah merupakan sebuah anak tangga untuk mencapai semua itu, boleh jadi tidak terlalu penting tetapi tak bisa dilewatkan untuk mencapai puncak kesuksesan.

Benarkah?
Secara pribadi, aku meragukannya.
Mari kita lihat kenyataan sebenarnya. Aku mendengar 8 dari 10 orang terkaya di dunia tak menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah? Steve Jobs, Bill Gates, Richard Bronson, Oprah Winfrey, Mark Zukenberg, Henry Ford, Stephen Spielberg, dan beberapa lainnya yang mungkin kisahnya sering kita baca di dunia maya. Bahkan dari negeri kita sendiri ada beberapa diantara yang namanya cukup tidak asing di telinga kita. Lim Swie Liong, Susi Pudjiastui, Willy Sidharta, Bob Sadjino, dan seterusnya.

Mungkin ada beberapa dari kita yg mulai berfikir, "Aku tidak bersekolah untuk mendapatkan uang, lebih tepatnya untuk menjadi orang yg berguna bagi sesama-orang yg bisa memberi pencerahan dengan ilmunya". Aku punya gugatan tersendiri tentang hal ini. Memang aku belum pernah mendapat pencerahan secara langsung dari orang-orang ini, tapi dari beberapa cerita yg aku dengar Nabi Muhammad, Scorates, Malcolm X, Bunda Teresa, Shakespeare, mereka juga tak mendapat pendidikan di bangku sekolah? Tetapi (menurutku) mereka tetap bisa berbuat baik dan mencerahkan peradabannya.

Mungkin cara berpikirku dalam menanggapi semua ini salah. Tetapi seperti yang aku katakan sebelumnya. Aku memang tidak membuktikan mana yang benar dan mana yang salah. Itu tidak begitu penting bagiku. Aku hanya ingin mengetahui makna dari kata "Pendidikan".

"Bukankah lucu jika masa depan kita ditentukan oleh soal yg orang lain tulis diatas kertas dan kita harus memilih jawaban yg sudah disediakan."

Jika beberapa dari kalian merasakan hal yang sama, apa salahnya kita coba perbaiki dan pertanyakan. Bukankah kita sering mendengar pernyataan. "Kebenaran itu tidak tergantung pada jumlah pengikutnya"

Mungkin sebuah pertanyaan klise yang beberapa hari ini mengusik kesadaranku, bisa menggerakkan kesadaran-kesadaran kita.

"Bisakah seseorang mempercayakan masa depannya pada sesuatu yg tak membuat dia bahagia?"
Bagiku sulit melakukannya, entah dengan kalian?

Untuk menutup keresahan-keresahan yang belakangan ini mengusik kesadaranku, aku ingin berbagi pendapat seseorang yang sebenarnya belum sepenuhnya aku kenal. Tapi aku cukup setuju dengan pendapatnya.

-Thomas Lickona

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun