Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Etika dan Etiket

20 Desember 2024   09:15 Diperbarui: 20 Desember 2024   09:15 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit foto: futurelearn.com

Apa pendapat yang hendak Anda sampaikan terhadap orang yang memotong antrean? Tidak beretika ataukah tidak beretiket?

Eti.ka di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Eti.ket adalah tata cara dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik antarsesama manusia. Simpulan dari dua pernyataan tersebut adalah etika menjadi payung bagi etiket atau etiket menjadi bagian dari sebuah etika.

Sebagai sebuah keilmuan maka etika berkaitan dengan kondisi abstrak seperti keyakinan, prinsip, nilai, juga norma yang dianut atau diyakini oleh orang atau sekelompok orang. Sedangkan sebagai sebuah tata cara, maka etiket berkaitan dengan kondisi konkret yang menjadi perwujudan dari etika yang ada. Etika itu pemikiran sedangkan etiket itu tindakan. Etika itu teori sedangkan etiket itu praktik. Etika itu absolut sedangkan etiket itu kondisional.

Sebagai contoh penghormatan adalah sebuah etika. Namun tata cara orang dalam menghormati bisa berbeda. Di Jepang kita mengenal ojigi, yakni budaya membungkukkan badan sebagai bentuk penghormatan. Di Thailand kita mengenal wai, yakni budaya menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. Di Indonesia kita mengenal salim, yakni budaya menjabat dan mencium tangan juga sebagai bentuk penghormatan. Nah, ojigi, wai, dan salim ini adalah etiket.

Etiket ini kemudian muncul tidak sebatas dalam konteks hal yang baik atau hal yang buruk. Namun lebih dari itu bahwa sebuah etiket mampu menjadi cermin karakter orang dan bahkan karakter sebuah perusahaan. Anda masih ingat kapan terakhir kali berkunjung ke kedai kopi Starbucks? Ketika Anda memesan minuman katakanlah grande caramel macchiato, sang barista lalu kemudian mengajukan pertanyaan, "Pesanan atas nama siapa Kak?" Dan setelah Anda menyebutkan nama diri Anda, sang barista pun menuliskan nama Anda pada kemasan minuman yang hendak Anda gunakan untuk minum. Ini sungguh sebuah etiket yang layak untuk diapresiasi.

Etiket menuliskan nama pembeli atau pemesan ala Starbucks ini telah menjadi cermin positif bagi perusahaan yang bermarkas di Amerika ini. Mereka begitu menghargai detail, bahkan seolah harus tahu persis nama setiap customer mereka. Starbucks memang membutuhkan uang Anda. Namun Starbucks juga tahu persis bahwa mereka membutuhkan hubungan yang bersifat jangka panjang. Dengan menuliskan nama Anda, Anda merasa lebih dihargai dan dihormati. Dan dalam jangka panjang begitu nanti Anda kembali lagi ke Starbucks untuk memesan minuman atau makanan, mereka langsung menuliskan nama Anda di dalam kemasan mereka, "Mas Agus ya?".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun