Â
Satu dekade lalu, Tarun Khanna, seorang profesor di Harvard Business School, Boston dan Kyungmook Lee, juga seorang profesor di Seoul National University, Seoul, telah menuliskan sosok sang titan teknologi Korea Selatan, Samsung, yang terus tumbuh dan mengubah sistem manajemen mereka melalui artikel bertajuk "The Globe: The Paradox of Samsung Rise."
Â
Baik Khanna maupun Lee, keduanya menamakan perubahan manajemen di dalam tubuh Samsung ini sebagai Samsung's Hybrid System. Setelah merujuk pengertian hybrid oleh cambridge.org, yakni something that is a combination of two different things, so it has qualities relating to both of them, maka kombinasi yang dimaksudkan oleh Samsung ini adalah perpaduan antara Timur dan Barat. Timur diwakili oleh Jepang dan Korea sendiri tentunya, dan Barat, yang salah satunya diwakili oleh Amerika.
Mari kembali ke dua puluh tahun yang lalu, hanya sedikit orang yang memperkirakan bahwa Samsung dapat mengubah dirinya dari produsen peralatan orisinal berbiaya rendah kini menjadi pemimpin dunia tidak hanya dalam bidang peralatan, tetapi juga dalam riset dan pengembangan, pemasaran, desain, dengan merek yang lebih berharga daripada Pepsi, Nike, bahkan American Express.
Anda tentu familiar dengan nama salah satu klub legendaris di ajang sepakbola Liga Inggris, Chelsea. Nilai merek klub ini meningkat secara dramatis sejak kesepakatan awal mereka ditandatangani dengan Samsung pada 2006. Sejak saat itu klub yang dijuluki The Blues tersebut telah memenangi Piala FA di 2007, 2009, 2010, dan 2012, menjuarai Liga Eropa di 2013, menguasai Liga Premier di 2006 dan 2010, dan menggapai tahta tertinggi kompetisi sepakbola antarklub paling bergengsi sejagat raya, Liga Champions, di 2012. Eksistensi Samsung telah memberi dampak luar biasa bagi klub yang bermarkas di Stamford Bridge, London, ini. Samsung seakan mendompleng kejayaan Chelsea untuk bersama-sama menjadi merek yang begitu dicintai oleh para pecinta sepakbola dunia, khususnya di belahan benua biru Eropa. Samsung pun semakin mendunia.
Dan kini selama dua dekade terakhir, Samsung telah mencangkokkan praktik bisnis Barat ke sistem dasarnya Jepang, menggabungkan kecakapan manufaktur tradisional berbiaya rendah dengan kemampuan untuk menghadirkan produk bermerek berkualitas tinggi dan bermargin tinggi secara cepat ke pasar global. Dari yang semula hanya identik pada pasar semikonduktor, AC, TV, ponsel, kini Samsung terus berekspansi ke pasar finansial, teknologi informasi, mesin, perkapalan, bahkan kimia.
Lantas, bagaimana bisa Jepang bisa menjadi salah satu kiblat bagi perubahan Samsung? Secara fakta dan statistik Jepang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan Korea Selatan. Di antaranya dari sisi populasi, usia harapan hidup masyarakat Jepang jauh lebih lama 3 tahun dibandingkan masyarakat Korea Selatan. Tingkat pengangguran anak muda di Jepang juga lebih rendah 6% dibandingkan Korea Selatan. Kemudian, dari sisi ekonomi, PDB per kapita Jepang juga menunjukkan standar kehidupan yang lebih unggul dibandingkan Korea Selatan. Dan dari sisi infrastruktur pun, pengguna internet di Jepang juga berselisih 3% lebih banyak dibandingkan para pengguna internet di Korea Selatan.
Cakar budaya kerja ala Jepang telah mencengkeram begitu kuat di tubuh Samsung. Hal ini mudah dipahami karena ketika perusahaan ini pertama kali didirikan pada 1938, secara historis Korea Selatan masih merupakan wilayah pendudukan Jepang. Pemimpin tertinggi pertama Samsung yang sekaligus ayah dari pendiri Samsung Lee-Kun-Hee, yakni Lee Byung-chul, pun dididik di Jepang. Lee-Byung-chul juga membangun kekuatan korporatnya di sektor industri elektronik, chip, dan panel LCD, yang notabene adalah sektor-sektor strategis yang pernah didominasi oleh Jepang.
Dan tidak sekadar mengadopsi dari sisi produk, Samsung di bawah kepemimpinan Lee-Kun-Hee juga menerapkan human capital management hierarchy ala Jepang yang cocok diterapkan untuk Korea. Mengacu pada diagram Samsung's Hybrid System di atas, Samsung membuka rekruitmen untuk level menengah ke atas sekaligus sebagai validasi bagi Konfusianisme Jepang yang menjunjung tinggi penghormatan kepada kaum yang lebih tua, pun Samsung juga membuka peluang selebar-lebarnya untuk para spesialis dari berbagai disiplin ilmu sebagai implementasi bagi Liberalisme Amerika yang menjunjung tinggi kebebasan dan persamaan hak antarmanusia.