Mohon tunggu...
Allessandra Tobing
Allessandra Tobing Mohon Tunggu... -

A student who enjoys the quietness of life yet always far from it

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mengeja Ulang Mimpi Anies di Pilkada DKI

3 Februari 2017   23:23 Diperbarui: 3 Februari 2017   23:36 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharusnya memang penulis sudah tidak terkejut lagi. Bisa dilihat dari partai pendukung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Imam Ali berkata, “If you want to identify someone’s character, examine the friends he sits with.”. Saat ini, salah satu pendukung Anies adalah PKS.

Partai Keadilan Sejahtera ini memang sedang hangat dengan inkonsistensinya. Pada pemilihan walikota Solo lalu, dengan segala hadits Ia memperbolehkan pemimpin non-muslim. Namun saat ini PKS berada di garis keras mengharamkan pemimpin non-muslim.

Melihat sejarah PKS, wajar saja Anies Baswedan berkata seperti itu. Atas jasa PKS yang menaunginya, jelas saja bila Anies harus memberikan balasan. Ia menjual karakternya yang pernah mengatakan ‘pemimpin tak harus pandang agama’, menjadi ‘pemimpin non-muslim itu haram’.

Selanjutnya, masih dalam perjalanan Anies mendapatkan massa, Ia harus duduk bersimpuh meminta restu FPI. Foto-foto yang tersebar di media sosial menunjukkan seorang Anies yang sedang duduk bersimpuh disebelah Rizieq Shihab. Rizieq, ketua FPI, yang notabene menolak pemimpin non-muslim.

Pandangan intoleran seperti ini sangat tidak cocok di Indonesia. Negara ini dibangun atas kokohnya rasa persatuan dalam keberagaman. Jiwa dan raga yang diberikan kepada bangsa ini tidak pernah mendiskriminasi antara ras maupun agama. Contohlah pahlawan nasional Thomas Matulessy yang berperang melawan Belanda, penggubah lagu kebangsaan W.R. Supratman, Jendral Gatot Subroto dan masih banyak lagi. Mereka hanya tahu bahwa mereka adalah bangsa Indonesia tanpa embel-embel dan bangsa Indonesia harus merdeka tanpa syarat.

Jadi, jika ada yang berpandangan intorelan, sudah seharusnya tidak berada di Indonesia. Rakyat Indonesia adalah rakyat yang mencintai kedamaian. Perbedaan ras maupun agama sejatinya bukanlah masalah. Tetapi, perbedaan itu digali menjadi jurang yang penuh rasa curiga dan kebencian. Parahnya, kebencian ini dikobarkan oleh tokoh-tokoh masyarakat, seperti halnya Anies Baswedan.

Kemudian, aksinya yang nyinyir dan hanya bisa berteori di debat Pilgub DKI benar-benar memenggal habis karakternya. Seorang Anies yang lulus dengan master MPP dan Phd. di universitas terkenal luar negeri, seharusnya lebih bisa menanggapi pertanyaan demi pertanyaan dengan baik. Seharusnya, Ia bisa berpikiran ke depan dan menata baik-baik programnya. Atau Anies memang tak punya program dan hanya ingin kekuasaannya saja?

Dicurigai, karakter Anies hanyalah desain semata, sesuai dengan keinginan dari Anies untuk berkuasa di DKI. Memimpin ibu kota negara merupakan kekuasaan yang luar biasa. Dilihat dari APBD Jakarta 2017, anggaran mencapai 70,19 triliun rupiah. Jumlah yang sangat fantastis dan terbesar dari semua provinsi. Siapa yang tidak mau mengomandankan anggaran sebesar itu?

Anies pun mengelupasi fasadnya. Wataknya sudah keluar sekarang, setelah diiming-imingi kekuasaan pula. Good job untuk Pakde Jokowi yang telah menyelamatkan ribuan anak sekolah non-muslim yang punya cita-cita menjadi pemimpin di Indonesia. Negara ini benar-benar tidak perlu manusia yang intoleran. Anies menempatkan dirinya pada titik nadir intelektualitas dan kebangsaan sebagai salah satu tokoh nasional, yang seharusnya menjadi pendukung dari keberagaman di Indonesia. Karena itulah Indonesia.

Lalu, pertanyaan-pertanyaan tersisa untuk Anies Baswedan, how low can you go? Kenapa engkau begitu cepat berganti kulit? Apakah sebuah idealisme harus dinisbikan oleh tawaran kekuasaan yang tidak toleran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun