Tradisi Jumat Agung bagi umat Katolik dimaknai sebagai suatu peristiwa bersejarah 2000-an tahun silam dimana Yesus Kristus, anak domba Paskah mengurbankan diri-Nya bagi penebusan dosa umat manusia. Kisah tragis itu kini terus membekas dalam sanubari dan tak pernah lekang oleh waktu.
Kesengsaraan Tuhan Yesus  sulit dilukiskan dengan kata-kata karena cambuk para algojo terus diayunkan hingga merobek tubuh-Nya yang suci nan murni.
Perayaan Jumat Agung di Gereja Katolik  Sta. Maria Mater Dei Waisai Kabupaten Raja Ampat dikemas dalam kegiatan Tablo oleh Orang Muda Katolik (OMK).  Bermula di halaman Kantor Bupati Kabupaten Raja Ampat, beberapa adegan dimainkan mulai dari Taman Getsemani hingga puncak  peristiwa penyaliban di Bukit Golgota di area Gereja Katolik.
Siang itu, sang surya tak begitu tampak karena diselimuti  mega, saat Yesus dibawa ke hadapan Pilatus, dibalik awan yang tak begitu pekat mulai turun gerimis hujan. Umat Katolik Stasi Sta. Maria Mater Dei Waisai Raja Ampat terlihat begitu menghayati Jalan Salib Tuhan, terlihat  beberapa umat  tertunduk menyeka air matanya mengenang kisah pilu yang dialami Yesus ribuan tahun silam.
Sepanjang jalan salib, Yesus terus merintih kesakitan karena tiada henti dipukul dan dicambuk. Tidak hanya umat Katolik yang mengikuti jalannya prosesi tetapi masyarakat di kota Waisai yang melintasi jalan di lain jalur pun berhenti untuk menyaksikan drama tersebut.  Tampak pula ada yang mengabadikan momen tersebut  lewat  telepon genggam miliknya.
Suasana Jalan Salib hidup berjalan begitu hikmat hingga di bukit Kalvari. Saat perhentian terakhir, dibalik bukit terlihat awan gelap mulai menyelimuti Kota Waisai. Â Ketika umat meninggalkan Bukit Golgota, hujan pun turun dengan derasnya.
Sungguh... alam pun turut bersedih menyaksikan kisah sengsara Tuhan Yesus  yang dimainkan oleh kaum muda Katolik. Â
Salam...