Beberapa hari ini dunia pemberitaan nasional dihebohkan dengan berita-berita yang kontroversial. Seorang Youtuber melalui kanal youtube-nya memberikan pernyataan yang dinilai menistakan agama (Islam) dan sebuah institusi negara. Pelaku penistaan tersebut bernama Joseph Paul Zhang. Ia diketahui sedang berada di luar negeri, dan pihak kepolisan RI sedang melakukan kerja sama melalui interpol untuk menangkap pelaku agar dibawa pulang ke Indonesia supaya dilakukan proses peradilan.
Tindakan pelecehan yang dilakukan Joseph Paul Zhang membangkitkan reaksi dan amarah dari saudara dan saudariku yang beragama Islam. Semoga tindakan penistaan ini tidak mengganggu jalannya puasa dan matiraga saudara/i sekalian di bulan Ramadhan ini. Maafkan dia atas segala perbuatannya!Â
Tindakan penistaan, pelecehan atau merendahkan suatu keyakinan dan identitas tertentu secara moral merupakan perbuatan yang jahat dan tidak beretika. Penistaan atau pelecehan terhadap suatu identitas apa pun secara moral tidak dapat dibenarkan. Perbuatan tersebut pada akhirnya membangkitkan amarah masyarakat yang merasa identitas dirinya dinodai.Â
Sangat masuk akal dan manusiawi bila kita merespon demikian sebab tidak seorang pun di dunia ini membiarkan orang lain memperlakukannya, termasuk hal-hal identitas dengan sewenang-wenang. Upaya kepolisian RI yang melakukan upaya penangkapan terhadap pelaku adalah respon yang tepat agar tidak terjadi gejolak di masyarkat. Proses penangkapan yang diupayakan oleh kepolisian RI juga dapat dilihat sebagai cara terbaik untuk menindas para pelaku yang berbuat jahat.
Fenomena Joseph Paul Zhang merupakan sesuatu yang tidak asing di negeri ini. Ada banyak tokoh yang sering tampil dalam kanal-kanal Youtube yang isi pembicaraannya selalu bernuansa kebencian dan merendahkan keyakinan orang lain. Mungkin para pembaca mengenal beberapa orang yang kontroversial tersebut. Melalui tulisan ini penulis akan mengulas fenomena radikalisme yang tersebar luas dalam ruang-ruang sosial kita yang pada akhirnya menimbulkan kebencian dan melahirkan konflik horizontal.
Indonesia sebagai negara yang majemuk telah menjadi saksi sejarah bahwa keberagaman seringkali melahirkan konflik-konflik dalam masyarakat. Kita masih ingat konflik Madura-Dayak, peristiwa Poso, perang agama Maluku-Ambon, dan berbagai macam riak lainnya di tengah masyarakat seperti konflik yang berkaitan dengan ras dan kepentingan politik. Kita patut sadar bahwa ditengah keunikan bangsa yang majemuk ini ternyata tersimpan sejuta potensi konflik bila tidak disadari dan dicegah dari awal. Dari pelbagai konflik yang pernah terjadi tersebut telah mendatangkan kerugian yang besar, seperti kematian, kehancuran rumah, dan kehilangan materi lainnya.
Wajah ganda keberagaman Indonesia
Kondisi keberagaman Indonesia sangat mungkin menyekat masyarakat berdasarkan unsur-unsur primordialisme. Kondisi tersebut sangat nyata dalam masyarakat kota yang bersifat heterogen. Masyarkat yang datang dari pelbagai daerah di Indonesia seringkali berkumpul dan bersosialisasi berdasarkan asal usulnya. Tidak jarang kita menjumpai bahwa ada sebagian orang berusaha untuk tinggal di wilayah yang sama atau berdekatan berdasarkan asal daerah, bahkan berdasarkan agama. Ini kenyataan yang harus diantisipasi sebab fenomena keberagaman seperti ini bisa menjadi benih-benih konflik di masyarakat kita.
Keberagaman Indonesia itu menyajikan suatu wajah ganda. Di satu sisi, keberagaman memberikan kekhasan kepada Indonesia. Begitu banyak kekayaan yang dimiliki bangsa ini oleh karena keberagamannya. Saya yakin bahwa negara yang memiliki kompleksitas keberagaman paling tinggi ialah Indonesia. Sangat banyak nilai-nilai positif keberagaman yang dapat kita pelajari bahkan banyak negara lain datang ke Indonesia dengan tujuan untuk belajar tentang keberagaman hidup kita. Kita harus bangga itu. Di sisi lain, keberagaman ternyata menyediakan sisi gelap, semacam aspek negatif yang berpotensi menghancurkan keberagaman itu sendiri.
Contoh konkrit masalah keberagaman itu dapat dengan mudah kita jumpai. Ada sebagian orang yang dengan sadar melakukan profokasi-profokasi seputar identitas tertentu yang akhirnya memantik api kebencian. Profokasi-profokasi kebencian yang seringkali terjadi di negeri ini ialah berkaitan dengan keyakinan atau agama. Masyarakat menjadi sangat muda terpengaruh bila diprofokasi. Para pelaku dengan berbagai motif yang mereka miliki dengan sadar dan sengaja merendahkan dan memberikan penilaian negatif terhadap suatu agama tertentu- walaupun para peniliai tersebut tidak memahami objek penilaiannya, namun demikian mereka merasa sangat paham dengan keyakinan orang lain, dan merasa berhak pula untuk menilainya. Tindakan pelecehan atau perendahan terhadap suatu identitas tertentu pada akhirnya melahirkan reaksi di tengah masyarakat. Kelompok masyarakat yang merasa identitas dirinya diinjak-injak dengan berbagai cara akan melakukan pembalasan yang serupa, dan seterusnya. Jadi lingkaran kebencian ini akan senantiasa berjalan terus.
Mari merajut toleransi