Mohon tunggu...
Allegra Dedikasi
Allegra Dedikasi Mohon Tunggu... Lainnya - SMA N 1 Sungai Penuh

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dalam Memori Kerusuhan Mei 1998

27 November 2023   21:05 Diperbarui: 27 November 2023   21:05 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh:

Aisyah Lira Damayanti, Indah Nadia, Khayla Maritza Ardia, Sarah Marsha Noorani 

(Siswa/i SMA N 1 Sungai Penuh)

Pada sekitar bulan Mei 2023 lalu, terjadi bentrok antar etnis di India yang menewaskan sekitar 60 orang dan ribuan orang mengungsi. Bentrokan terjadi antara suku Meitei, etnis terbesar di Manipur, dan beberapa etnis minoritas lain di negara bagian itu seperti Naga, Kuki, dan Mizo.

 Suku Meitei terdiri dari mayoritas umat Hindu. Sementara itu, suku Naga dan Kuki terdiri dari umat Kristen. Penyebabnya bermula ketika suku Meitei berambisi mendapatkan status "Suku Terjadwal" atau Scheduled Tribe di daerah itu, sebuah langkah yang ditentang suku lainnya di Manipur. "Suku terjadwal" merupakan kebijakan pemerintah India yang ditetapkan sejak tahun 1993  dengan tujuan untuk memperbaiki nasib kelompok-kelompok yang paling kurang beruntung di India. Dengan status "Suku Terjadwal", sekelompok etnis biasanya akan mendapatkan sejumlah pekerjaan mapan di pemerintahan, slot penerimaan perguruan tinggi, hingga kursi perwakilan dari tingkat dewan desa hingga parlemen.

Beberapa Bulan lalu, Pengadilan Tinggi Manipur meminta pemerintah mempertimbangkan permohonan masyarakat Meitei soal "Suku Terjadwal" dan memutuskannya. Anggota komunitas Meitei, yang berjumlah 53% dari populasi negara bagian, telah menuntut pencantuman dalam kategori Suku Terdaftar selama bertahun-tahun yang akan memberi mereka akses ke lahan hutan dan menjamin mereka atas sebagian pekerjaan pemerintah dan tempat di lembaga pendidikan.

Sementara itu, suku Naga dan Kuki juga telah lebih dulu mendapatkan status "Suku Terjadwal". Status itu selama ini memberikan mereka hak memiliki tanah di perbukitan dan hutan. Mayoritas kedua suku ini pun tinggal di perbukitan Masyarakat yang sudah diakui sebagai Suku Terdaftar, khususnya Kukis yang tinggal di kawasan perbukitan, khawatir akan kehilangan kendali atas lahan hutan leluhurnya jika permintaan Meitei diterima.

Kekerasan dimulai pekan lalu setelah masyarakat adat mengadakan unjuk rasa untuk memprotes tuntutan kelompok etnis utama di negara bagian itu atas status kesukuan, massa menyerang rumah, kendaraan, gereja dan kuil.

Konflik antar etnis seperti ini juga pernah terjadi di Indonesia yaitu sekitar bulan Mei tahun 1998. Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei--15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta, namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti.

Pada konflik ini masyarakat pribumi menyerang etnis Tionghoa karna mereka tidak terima akan kebijakan pemerintah, Kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap etnis Tionghoa di Indonesia mengandung dua dimensi, yaitu budaya dan ekonomi.

Pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan asimilasi untuk mengatasi permasalahan Tionghoa di Indonesia dengan menghapus tiga pilar budaya Tionghoa yaitu, sekolah, organisasi, dan media Tionghoa. Di bidang ekonomi, etnis Tionghoa diberikan peluang yang baik untuk mengembangkan ekonomi mereka.

Masyarakat pribumi menganggap kebijakan ini tidak adil bagi mereka. Karena dianggap lebih menguntungkan etnis Tionghoa dan pemerintah Orde Baru. Pengusaha Tionghoa mendominasi perekonomian. Status ekonomi etnis Tionghoa melejit di atas orang-orang Pribumi. Kesulitan ekonomi akibat krisis yang terjadi menyebabkan masyarakat indonesia mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Etnis Tionghoa menjadi korban pada Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Dimana hal - hal yang diidentifikasikan sebagai milik orang Tionghoa dirusak. Perempuan etnis Tionghoa menjadi sasaran utama penganiayaan seksual. Kejadian ini dilakukan oleh orang -- orang yang iri dan dengki terhadap etnis Tionghoa yang dianggap lebih bahagia dan berpengaruh. Kerusuhan ini menyebabkan ribuan korban jiwa, kerugian materi, dan trauma - trauma psikologis.

Pada kasus kerusuhan Mei 1998 sangat banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia ( HAM ) yang terjadi. Tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 merupakan salah satu contoh dari pelanggaran HAM. Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo telah menetapkan kasus Mei 1998 termasuk ke dalam Pelanggaran HAM Berat.

Seperti yang diketahui, telah ada payung hukum yang menyatakan penyelesaian kasus HAM berat dapat dilakukan melalui jalur pengadilan ad hoc, seperti diamanatkan di Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sayangnya, setelah melewati pergantian beberapa kali pemerintahan di era Reformasi, hal ini urung terlaksana. Alasannya, berkas penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional HAM dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dianggap tidak memenuhi syarat penyidikan.

Tim khusus penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat yang dibentuk Kejaksaan Agung juga tidak membawa perubahan bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono, mengatakan tidak ada kasus-kasus yang bisa ditindaklanjuti melalui jalur pengadilan. Sebab, Komnas HAM tidak memenuhi petunjuk yang diberikan dari Kejagung, baik syarat formil maupun materil. Bahkan, Koordinator Timsus HAM yang juga Direktur Pelanggaran HAM Berat Kejaksaan Agung, Yuspar mengusulkan kepada pemerintah untuk menyelesaikan melalui jalur non-yudisial.

Pernyataan-pernyataan Timsus di atas mengindikasikan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM kerusuhan 1998 melalui jalur pengadilan masih berjalan di tempat. Padahal, rezim telah berganti lima kali selepas turunnya Soeharto. Setiap rezim pun gagal menyelesaikan kasus ini.

Nampaknya, bukan hanya sekedar janji politik yang dibutuhkan, tetapi juga keberanian dan komitmen dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menuntaskan permasalahan ini melalui jalur pengadilan. Presiden dan DPR seharusnya menjalankan mandat UU Nomor 26 Tahun 2000 untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc guna menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998.

Setiap negara memiliki sejarah kelamnya masing-masing yang tak akan pernah dilupakan oleh bangsanya, begitupun dengan Indonesia. Salah satu sejarah kelam yang pernah terjadi adalah Kerusuhan Mei 1998.

Kerusuhan Mei 1998 merupakan peristiwa yang begitu memilukan bagi bangsa Indonesia, terutama bagi etnis Tionghoa. Peristiwa yang telah menelan ribuan korban jiwa tersebut hingga detik ini belum diselesaikan secara tuntas. Kerusuhan Mei 1998 sudah 25 tahun berlalu, ternyata hal itu tidak membuat orang lupa dengan tragedi yang mencekam tersebut, apalagi bagi keluarga korban yang hingga detik ini masih berjuang untuk mendapatkan keadilan yang mereka dambakan sejak dulu.

Seluruh lapisan masyarakat setuju bahwa Kerusuhan Mei 1998 merupakan sejarah hitam yang melekat dalam benak mereka, etnis Tionghoa berpendapat bahwa peristiwa tersebut merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap etnis mereka.

 Hingga saat ini tidak terungkap siapa dalang dibalik kejadian Mei 1998. Kenyataan ini membuat banyak orang meluapkan opini mereka tentang peristiwa Mei 1998 yang sampai saat ini masih dipertanyakan kebenarannya. Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai detik ini. Hingga saat ini, masih banyak yang bertanya-tanya apakah kejadian tersebut merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun