Mohon tunggu...
Allegra Dedikasi
Allegra Dedikasi Mohon Tunggu... Lainnya - SMA N 1 Sungai Penuh

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dalam Memori Kerusuhan Mei 1998

27 November 2023   21:05 Diperbarui: 27 November 2023   21:05 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat pribumi menganggap kebijakan ini tidak adil bagi mereka. Karena dianggap lebih menguntungkan etnis Tionghoa dan pemerintah Orde Baru. Pengusaha Tionghoa mendominasi perekonomian. Status ekonomi etnis Tionghoa melejit di atas orang-orang Pribumi. Kesulitan ekonomi akibat krisis yang terjadi menyebabkan masyarakat indonesia mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Etnis Tionghoa menjadi korban pada Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Dimana hal - hal yang diidentifikasikan sebagai milik orang Tionghoa dirusak. Perempuan etnis Tionghoa menjadi sasaran utama penganiayaan seksual. Kejadian ini dilakukan oleh orang -- orang yang iri dan dengki terhadap etnis Tionghoa yang dianggap lebih bahagia dan berpengaruh. Kerusuhan ini menyebabkan ribuan korban jiwa, kerugian materi, dan trauma - trauma psikologis.

Pada kasus kerusuhan Mei 1998 sangat banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia ( HAM ) yang terjadi. Tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 merupakan salah satu contoh dari pelanggaran HAM. Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo telah menetapkan kasus Mei 1998 termasuk ke dalam Pelanggaran HAM Berat.

Seperti yang diketahui, telah ada payung hukum yang menyatakan penyelesaian kasus HAM berat dapat dilakukan melalui jalur pengadilan ad hoc, seperti diamanatkan di Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sayangnya, setelah melewati pergantian beberapa kali pemerintahan di era Reformasi, hal ini urung terlaksana. Alasannya, berkas penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Nasional HAM dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dianggap tidak memenuhi syarat penyidikan.

Tim khusus penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat yang dibentuk Kejaksaan Agung juga tidak membawa perubahan bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono, mengatakan tidak ada kasus-kasus yang bisa ditindaklanjuti melalui jalur pengadilan. Sebab, Komnas HAM tidak memenuhi petunjuk yang diberikan dari Kejagung, baik syarat formil maupun materil. Bahkan, Koordinator Timsus HAM yang juga Direktur Pelanggaran HAM Berat Kejaksaan Agung, Yuspar mengusulkan kepada pemerintah untuk menyelesaikan melalui jalur non-yudisial.

Pernyataan-pernyataan Timsus di atas mengindikasikan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM kerusuhan 1998 melalui jalur pengadilan masih berjalan di tempat. Padahal, rezim telah berganti lima kali selepas turunnya Soeharto. Setiap rezim pun gagal menyelesaikan kasus ini.

Nampaknya, bukan hanya sekedar janji politik yang dibutuhkan, tetapi juga keberanian dan komitmen dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menuntaskan permasalahan ini melalui jalur pengadilan. Presiden dan DPR seharusnya menjalankan mandat UU Nomor 26 Tahun 2000 untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc guna menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998.

Setiap negara memiliki sejarah kelamnya masing-masing yang tak akan pernah dilupakan oleh bangsanya, begitupun dengan Indonesia. Salah satu sejarah kelam yang pernah terjadi adalah Kerusuhan Mei 1998.

Kerusuhan Mei 1998 merupakan peristiwa yang begitu memilukan bagi bangsa Indonesia, terutama bagi etnis Tionghoa. Peristiwa yang telah menelan ribuan korban jiwa tersebut hingga detik ini belum diselesaikan secara tuntas. Kerusuhan Mei 1998 sudah 25 tahun berlalu, ternyata hal itu tidak membuat orang lupa dengan tragedi yang mencekam tersebut, apalagi bagi keluarga korban yang hingga detik ini masih berjuang untuk mendapatkan keadilan yang mereka dambakan sejak dulu.

Seluruh lapisan masyarakat setuju bahwa Kerusuhan Mei 1998 merupakan sejarah hitam yang melekat dalam benak mereka, etnis Tionghoa berpendapat bahwa peristiwa tersebut merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap etnis mereka.

 Hingga saat ini tidak terungkap siapa dalang dibalik kejadian Mei 1998. Kenyataan ini membuat banyak orang meluapkan opini mereka tentang peristiwa Mei 1998 yang sampai saat ini masih dipertanyakan kebenarannya. Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai detik ini. Hingga saat ini, masih banyak yang bertanya-tanya apakah kejadian tersebut merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun