Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Tiwah, Antara Kewajiban dan Kehormatan

2 Desember 2015   20:59 Diperbarui: 2 Desember 2015   22:45 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Patung-patung (Pantar) yang ada di Desa Dehes Asem, Kalteng, merupakan tanda pernah dilaksanakan pesta tiwah sebelumnya | dok. pribadi"][/caption]Kematian, bagi masyarakat suku pedalaman Kalimantan hanya merupakan akhir hidup manusia di dunia dan dimulainya perjalanan hidup di dunia lain yang mereka sebut dengan sebayan. Itulah sebabnya mengapa ritual kematian merupakan ritual yang dirayakan secara besar-besaran dan saat terakhir kebersamaan arwah dengan keluarga yang masih hidup ditandai dengan pesta kematian yang disebut dengan Ngensudah (Kalimantan Barat) dan Tiwah (Kalimantan Tengah).

[caption caption="Kerbau dan sapi, masing-masing satu ekor dipersiapkan sebagai kurban dalam acara tiwah. Hewan kurban ini belum termasuk babi dan ayam yang dikandang secara terpisah. | dok. Pribadi"]

[/caption]

Beberapa waktu yang lalu, saya dan beberapa teman diundang ke Desa Dehes Asem, Kecamatan Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah untuk menghadiri acara Tiwah yang dilakukan di desa tersebut.  Berbeda dengan undangan sebelumnya, dipesta ini kami hadir sebagai undangan biasa, yang bisa diartikan kami tidak akan terlibat secara langsung dalam rangkaian acara tiwah, sederhananya kami hanya diundang sebagai penonton.

[caption caption="Tetabuhan berupa gong dan sejenis gamelan (tidak diketahui dengan pasti apakah ini ada pengaruh dari masuknya budaya Jawa), yang menjadi musik pengiring tarian Ganjan dan Bigal | dok. pribadi"]

[/caption]

Pesta Tiwah kali tergolong besar, karena mengurbankan satu ekor kerbau, satu ekor sapi dan beberapa ekor babi serta ayam.  Dari informasi informal yang didapat dilapangan, pesta tiwah ini melibatkan beberapa keluarga terpandang di desa tersebut.  Dan ini juga bisa dilihat dari beragamnya tamu yang hadir bahkan sampai melibatkan aparat kepolisian dari Polsek Katingan Hulu untuk mengamankan acara.

[caption caption="Salah seorang ibu yang menjadi tuan rumah pesta tiwah sedang menari nganjan mengelilingi ternak yang akan dijadikan kurban dalam acara pesta | dok. pribadi"]

[/caption]

Dibeberapa desa, acara Tiwah ini sudah disederhanakan dengan tidak menghilangkan esensi dari acara itu sendiri.  Ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh keluarga, karena biaya tiwah tergolong mahal dan bisa menghabiskan dana sampai ratusan juta rupiah.

[caption caption="Tari-tarian Nganjan dan Bigal diikuti oleh semua orang yang hadir (tidak ada paksaaan bagi yang enggan) dan umumnya nganjan lebih banyak diikuti oleh ibu-ibu dan para tetua adat. Tarian ini sederhana, tetapi membutuhkan keseimbangan yang baik dan kekuatan tumpu pada lutut dan paha | dok. pribadi"]

[/caption]

Itulah sebabnya mengapa Tiwah menjadi semacam kebanggaan bagi keluarga yang mampu menyelenggarakan.  Pelaksanaan tiwah, merupakan tuntutan (kewajiban) dari kepercayaan yang mereka anut (masyarakat setempat menyebutnya agama Hindu Kaharingan), mereka percaya bahwa roh yang telah berpisah dari raga harus diantar menempuh perjalanan menuju sebayan dan perjalanan tersebut dipestai yang mereka sebut dengan pesta tiwah.

[caption caption="Persiapan pemotongan hewan kurban, sebelum dipotong hewan ditombak secara simbolis dan biasanya yang diminta untuk menyembelih yang beragama Islam, tujuannya agar daging dapat dinikmati oleh semua yang hadir | dok. pribadi"]

[/caption]

Karena biaya yang harus ditanggung keluarga sangat mahal, maka hanya keluarga-keluarga tertentu yang mampu melaksanakannya, walaupun tiwah dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan beberapa keluarga, tetapi biaya yang dikeluarkan tetap besar.  Disinilah mengapa kemudian, pelaksanaan tiwah menjadi semacam kebanggaan bagi mereka. Bangga karena mampu melaksanakan amanah tiwah bagi keluarga dan bangga karena dananya besar.  Tidak dapat dipungkiri bahwa kekayaan menjadi salah tolok ukur pelaksanaan tiwah.

[caption caption="Penombakan hewan kurban secara simbolis oleh tuan rumah (pelaksana tiwah). Penombakan yang wajib mengeluarkan darah walau sedikit, kemudian disembelih secara normal | dok. pribadi"]

[/caption]

Dana yang dikeluarkan biasanya membengkak, karena acara ini berjalan secara natural artinya tidak ada semacam even organiser yang mengkoordinir acara.  Pembentukan panitia hanya dimaksudkan untuk mengkoordinir pekerjaan-pekerjaan besar seperti membuat toras, temaduk atau sandung.  Dan umumnya pembengkakan biaya terjadi di sektor konsumsi, karena tidak ada batasan tamu yang boleh datang dan setiap tamu yang hadir wajib disuguhi makanan.  Tapi yang tidak tersunguhi makanan bisa menjadi aib jika kemudian tamunya berkoar-koar datang ke pesta tiwah tetapi tidak dapat makan.

[caption caption="Kepala hewan yang dijadikan kurban, digantung pada masing-masing tiang pengikat (pantar) pada saat hewan tersebut diikat sebelum disembelih | dok. pribadi."]

[/caption]

Dari satu sisi, pelaksanaan tiwah bisa menjadi daya tarik wisata, karena dalam pelaksanaan disuguhkan berbagai jenis kesenian daerah dan permainan.  Namun dari satu sisi lain, dana menjadi kendala utama pelaksanaannya.  Yang paling mungkin dilakukan adalah mengkoordinasikan acara ini dengan dinas pariwisata setempat dan dijadikan semacam agenda wisata dan melihatkan banyak keluarga dalam pelaksanaannya agar dana yang ditanggung tidak terlalu berat.

[caption caption="Sandung, tempat menyimpan kerangka jenazah yang diangkat dari liang kubur (bangunan seperti rumah) dan pantar tempat mengikat heran kurban dipindahkan ketempat tertentu dan menjadi rangkaian monumen telah dilaksanakannya pesta tiwah | dok. pribadi"]

[/caption]

Dengan cara seperti ini, kewajiban keluarga untuk melaksanakan pesta tiwah bagi keluarga yang meninggal dapat dilaksanakan, mendatangkan pemasukan bagi pemda setempat dan dana yang harus ditanggung pihak keluarga menjadi lebih murah.  Artinya, kewajiban dan kebanggaan pelaksanaan pesta tiwah tetap dapat terjaga.

Catatan :

  • Tidak ada paksaan bagi yang tidak suka minum baram/tuak diacara pesta, penolakan sebaiknya disampaikan langsung kepada yang menyajikan minuman, cara paling afdol menghindari minuman keras dengan sedikit menjauh dari lokasi pesta.
  • Tidak ada kepala manusia yang ditanam dalam acara pendirian pantar dan sejenisnya, tradisi ini sudah ditinggalkan sejak pertemuan besar di Tumbang Anoi Tahun 1893.
  • Adanya kepercayaan kapahunan dan sebagai bentuk penghormatan kepada yang menyajikan makanan dan minuman, jika tidak berkenan, sentuhkan tangan pada wadah makanan atau minuman yang disajikan dan berikan penjelasan penolakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun