Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kabut Asap: Singapura Marah, Indonesia Lengah

26 September 2015   22:57 Diperbarui: 27 September 2015   06:00 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Upaya pemadaman titik api dengan hujan buatan dan bom air terus dilanjutkan di wilayah Riau | kompas.com"][/caption]Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap tebal, sebagian diantaranya “dieksport” ke Singapura dan Malaysia, telah membuat Menteri Luar Negeri Singapura, K Shanmugam pada Kamis malam (24/9/2015) mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia menunjukkan perilaku yang "sangat tidak memikirkan keselamatan warga kami, dan warga mereka sendiri".

Kemarahan Sang Menlu juga terpengaruh dengan adanya pernyataan pejabat Indonesia yang menyatakan bahwa para tetangga Indonesia tidak bersyukur sudah mendapatan udara bersih selama 11 bulan, pejabat yang dimaksud ditenggarai adalah wakil presiden Yusuf Kalla, seperti dilangsir oleh BBC Indonesia.

Selain itu Pemerintah Singapura melakukan upaya hukum dengan mengajukan tuntutan kepada lima perusahaan Indonesia yang berkantor di Singapura, yaitu: Asia Pulp and Paper (APP) yang merupakan anak usaha Sinar Mas Group, Rimba Hutani Mas, Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Bumi Sriwijaya Sentosa, dan Wachyuni Mandira.  Kelima perusahahaan telah diberi tahu untuk segera memadamkan api di lahan mereka, serta menyerahkan rencana aksi untuk mencegah kebakaran di masa depan.  Kabar tuntutan hukum ini beritakan oleh inilah.com yang dikutip dari abc.net.au

Di bawah UU tahun 2014, disebut UU Polusi Asap Lintas Batas, Singapura dapat mengenakan denda 100 ribu dolar per hari kepda perusahaan lokal atau asing yang mengekspor asap ke Singapura sampai pada tingkat tidak sehat. Maksimum denda mencapai 1.950.000 dolar AS.

Setelah Pemerintah Indonesia meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) melalui Undang-undang Nomor: 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) / Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas, Pemerintah seharusnya segera melakukan upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan bencana asap seperti yang terjadi saat ini.

Jika pemerintah tidak mampu, seusai dengan AATHP, pemerintah dapat meminta bantuan kepada negara-negara ASEAN yang telah meratifikasi perjanjian tersebut untuk membantu pemerintah dalam upaya pemadaman/pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan.  Tapi sayangnya, gengsi pejabat dinegeri ini terlalu tinggi padahal kemampuan masih terbatas.  Sikap gengsi ini di tunjukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dengan menolak bantuan dari Singapura untuk mengatasi bencana asap.

Penolakan yang dilakukan pemerintah nyatanya telah menyengsarakan rakyatnya sendiri dan rakyat negara lain, disatu sisi Menteri LHK mengatakan bahwa rakyat sudah marah, tetapi disisi lain penanganan yang dilakukan oleh pemerintah berjalan sangat lamban. Bahkan, setelah Presiden Jokowi blususkan ke areal yang terbakar di Sumatera dan Kalimantan pun, respon pejabat dibawahnya masih saja lambat.

Melihat kondisi ini, sangat wajar jika pemerintah Singapura marah karena "ekspor asap" dari Indonesia telah mengganggu kesehatan warganya, walaupun jika ditelisik lebih jauh, apa yang dinyatakan oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla tidak sepenuhnya salah.  AATHP hanya mengakomodir jika terjadi bencana asap antar negara seperti saat ini, melakukan penelitian terhadap kemungkinannya dan hal-hal lain yang berhubungan langsung dengan bencana asap, tidak satu butirpun yang menyebutkan bentuk kontribusi negara anggota jika udara segar yang mereka nikmati berasal dari hutan-hutan Indonesia yang berada di Kalimantan dan Sumetera.

Langkah terbaik yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah meminta bantuan negara-negara tetangga yang telah menandatangani agreement tersebut.  Saatnya pemerintah memikirkan keselamantan rakyat, saat ini saja sudah mulai berjatuhan korban, apakah harus menunggu korban jatuh lebih banyak lagi?

Penuntutan hukum terhadap perusahaan maupun pribadi yang melanggar ketentuan perundangan ketika pembukaan hutan harus terus berjalan, sementara penyelamatan terhadap nyawa rakyat yang terancam jangan diabaikan. Saat ini rakyat tidak butuh gembar-gembor dari pemerintah dengan mengumumkan jumlah perusahaan dan perorangan yang melanggar, yang dibutuh masyarakat adalah segera menghilangkan/mengurangi asap yang sangat mengganggu dan berbahaya. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun