Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kebakaran Hutan dan Lahan, Stop Menyalahkan Masyarakat Lokal

20 September 2015   18:16 Diperbarui: 20 September 2015   18:16 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Matahari tertutup kabut asap di kaki gugusan pegunungan Muller-Schwaner, gambar diambil tanggal 12/09/2015 | Dok. Pribadi"][/caption]Kepolisian Daerah Provinsi Riau, dikabarkan telah menahan 43 orang tersangka dan 1 buah koorporasi pelaku pembakaran hutan.  Tidak disebutkan identitas ke-43 orang yang dimaksud.  Polda riau hanya menyebutkan bahwa korporasi yang dimaksud adalah PT. LIH diduga dengan sengaja telah melakukan pembakaran seluas 530 Ha, tidak memenuhi persyaratan analisa dampak lingkungan dan tidak memiliki peralatan pencegahan kebakaran yang cukup.

Dari ke-43 orang yang ditahan diketahui bernama FR, manager operasional PT. LIH, sementara yang 42 lainnya ditidak disebutkan, apakah karyawan PT. LIH atau masyarakat sekitar yang membukan ladang dengan cara membakar.

Dengan asumsi ke-42 orang yang melakukan pembakaran adalah masyarakat sekitar untuk pembukaan ladang dan luas bukaan (pembakaran) tidak lebih dari dua hektar, maka seharus mereka dibebaskan dari tuntutan hukum.  Mengapa? Karena undang-undang mengijinkan atau memberikan mereka wewenang untuk melakukan pembukaan lahan seluas maksimal 2 hektar per kepala keluarga.

Undang-undang nomor: 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang ditandatangi pada tanggal 03 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata pada tanggal yang sama, pada pasal 69 ayat (2) disebutkan :

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.

Sementara pada penjelasan terhadap pasal 69 ayat (2)  menyebutkan :

Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Walaupun dalam pasal 69 ayat (1), huruf h menyebutkan bahwa: melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar adalah perbuatan yang dilarang, namun sepanjang masyarakat setempat (masyarakat lokal) melakukan pembakaran tidak lebih dari dua hektar, pada saat pembakaran dibuat sekat bakar untuk menghalangi merembetnya api, maka pembukaan lahan tersebut dibenar dan dilindungi oleh undang-undang.

Perkara merebaknya asap akibat pembakaran tidak lagi dapat dipersalahkan, karena dengan pembakaran secara otomatis menghasilkan asap.  Sama halnya dengan pembakaran yang dilakukan dilahan gambut, karena dalam undang-undang dan penjelasannya tersebut tidak dibedakan, apakah lahat gambut atau bukan.

Lain perkaranya jika dalam pembukaan lahan tersebut terjadi rembetan api yang menyebabkan luasan pembakaran menjadi lebih dari dua hektar, maka pelaku pembakaran dapat dikenakan hukuman sesuai pasal 108 berupa kurungan badan paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 milyar dan paling banyak Rp. 10 milyar.

Dengan memperhatikan pasal 69 ayat (2) dan penjelasannya, tidaklah bijak dan elok kita dengan serta merta menyalahkan masyarakat pedalaman dalam kasus bencana asap yang terjadi selama ini.  Ada tahapan-tahapan yang harus dibuktikan dulu kebenarannya agar tidak dengan serta merta mereka (masyarakat lokal) yang disalahkan. 

Pemerintah, dalam upaya pencegahan terjadinya bencana yang sama dikemudian hari, hendaknya melakukan langkah-langkah pencegahan secara terpadu dengan melibatkan berbagai elemen yang ada dimasyarakat, diantaranya :

  1. Melakukan amandemen terhadap undang-undang nomor: 32 tahun 2009, dengan tidak lagi menoleransi pembukaan lahan dengan cara membakar sekalipun untuk masyarakat lokal.
  2. Dengan dilarangnya pembukaan lahan dengan cara membakar, maka pemerintah harus dan segera mencari dan memberikan solusi bagi masyarakat lokal tentang cara pembukaan lahan dengan cara tidak dibakar. Solusi dapat berupa, melakukan sosialisasi secara terus menerus dan bantuan teknis pengolahan melalui penyuluhan pertanian dan atau bantuan dana pembukaan lahan secara bergilir pada masing-masing kepala keluarga.  Bantuan dana haruslah dibatasi agar tidak menjadikan mereka bergantung secara terus menerus kepada pemerintah.
  3. Pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki konsesi pengelolaan perkebunan dan kehutanan diwilayah yang dekat dengan masyarakat lokal. Agar perusahaan-perusahaan tersebut melakukannya dengan benar dan sungguh-sungguh dapat diberikan rangsangan berupa kemudahan administrasi dan keringanan pajak.
  4. Untuk melakukan pengawasan pelaksanaan dilapangan, pemerintah dapat melibatkan lembaga-lembaga adat setempat, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak disektor kelestarian lingkungan atau lembaga-lembaga lainya yang kredibel.

Tentu saja semuanya perlu proses, mengubah sebuah paradigma yang sudah mendarah daging dalam masyarakat lokal dengan pendidikan yang masih rendah bukanlah pekerjaan gampang, oleh karenanya pembinaan harus dilakukan secara terus-menerus sampai pada mereka menyadari bahwasa membuka lahan dengan cara membakar tidak efektif, tidak ekonomis, merugikan diri mereka sendiri dan masyarakat banyak.

Tahan dan simpan dulu tuduhan dan cacian terhadap masyarakat pedalaman, karena mereka melakukan pembakaran saat membuka lahan, selain cara tersebut sudah mereka lakukan secara turun temurun dan lebih penting mereka melakukannya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun