[caption caption="Tumpukan pasir pada pinggir sungai merupakan lokasi eks penambangan emas oleh masyarakat | dok. pribadi"][/caption]
Emas, lagi-lagi emas, butiran logam berwarna kuning cerah itu menyilaukan banyak orang, bahkan tidak jarang harus diawali dan diakhiri dengan sengketa ketika terjadi rebutan lahan tambang. Â Bahkan lahan bertambangan bukan lagi merambah aluran sungai tetapi sudah mulai menghacurkan bantaran sungai. Â Terkadang mereka harus berjudi, disaat pemilik lahan tidak lagi menunda pembayaran sampai lokasi menghasilkan, kini para pemilik lahan hanya akan menyerahkan lahannya untuk dikerjakan setelah dilakukan pembayaran.
Pemandangan indah ini saya saksikan ketika beberapa waktu yang lalu menghadiri pesta Tiwah masyarakat desa Tumbang Dahuei, Kecamatan Bukit, Katingan, Kalimantan Tengah. Â Dibeberapa tempat, terlihat pondok-pondok yang dibangun oleh masyarakat setempat, untuk tempat berteduh dan tinggal disaat penambangan emas dipinggiran dan alur sungai sedang berlangsung.
Â
[caption caption="Terjadi pergeseran lokasi tambang, dulunya mereka menambang dialur sungai saat ini mulai merambah daratan (bantaran sungai) | dok. pribadi"]
Saat ini, jumlah penambang tidak sebanyak tahun lalu, tetapi telah mengalami pergeseran lokasi tambang. Â Jika sebelumnya mereka lebih banyak menambang dijalur sungai sehingga mengganggu arus lalulintas sungai, sekarang mereka telah merambah wilayah bantaran sungai.
Tidak diketahui dengan pasti hasil yang mereka dapat, tetapi dari informasi tidak langsung yang didapat didesa, ternyata penghasilan mereka tidak sebanyak ketika dulu menambang dialur sungai.  Namun penambangan tetap mereka lakukan, karena masih lebih menjanjikan dari pada menderes karet atau memanen rotan. Â
[caption caption="Pondok yang dibangun seadanya, dimanfaatkan untuk berteduh, melepas penat dan tempat urusan masak-memasak dan tanak menanak berlangsung | dok. pribadi"]
Karena lokasi tambang sudah jauh dari tempat tinggal, mereka membangun tempat berteduh seadanya, atap menggunakan terpal sementara lantai pondok hanya dari kayu-kayu bulat kecil yang disusun sedemikian rupa, sampai membentuk seperti pagar direbahkan. Hanya pada waktu-waktu tertentu (umumnya berkisar dua sekali) mereka keluar ke kota kabupaten (kebanyakan ke Nanga Pinoh, Kalbar), untuk menjual hasil tambang, membeli perbekalan dan keperluan lainnya.
Pilihan ke Nanga Pinoh (Kalbar) dikarenakan lebih mudah dijangkau (jarak tempuh, lebih dekat ke Tumbang Senamang), harga barang lebih murah dan transportasi dari Bukit Raya ke Nanga Pinoh, mereka biasanya mengajukan permohonan angkutan belanjaan kepada sebuah perusahaan kayu yang beroperasi diwilayah tersebut.Â
[caption caption="Menggunakan pukat/jaring mencari lauk untuk penambah selera makan dan gizi | dok. pribadi"]