[caption id="attachment_419630" align="aligncenter" width="585" caption="Lanting-lanting yang ada di Kemangai, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat | Dok. Probadi"][/caption]
Menyusuri sepanjang sungai Melawi, selain kebun karet dikiri kanan sungai, banyaknya PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin), kita akan menyaksikan banyaknya bangunan diatas air yang gunakan penduduk setempat sebagai tempat berjualan dan tempat tinggal. Mereka menamakannya Lanting dan saya menyebut mereka yang tinggal dibangunan seperti ini sebagai Manusia Lanting.
Sebenarnya, masyarakat yang berdiam diatas lanting bukan hanya penduduk yang berada di pedalaman, tetapi sepanjang sungai Kapuas, sungai Melawi dan anak-anaknya. Saya hanya membahas mereka yang berada dipedalaman untuk sedikit membedakan, karena mereka yang menggunakan lanting sebagai tempat tinggal sejatinya adalah golongan orang-orang yang ekonominya berkecukupan. Untuk membangun sebuah lanting sebagai tempat tinggal membutuhkan dana yang cukup mahal, bisa mencapai angka ratusan juta rupiah.
[caption id="attachment_419631" align="aligncenter" width="585" caption="Salah satu lanting milik penduduk yang ada di Nanga Ambalau, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Perhatikan armada air yang tersedia, ada Speedboat, Longboat dan Motor Kelotok | Dok. Pribadi"]
Mayoritas, penduduk yang tinggal diatas lanting adalah pedagang (Sembako, BBM, Warung Makan bahkan Penginapan) dan berasal etnis tionghua (china). Ada juga beberapa yang berasal dari penduduk setempat, mereka cenderung berdagang BBM (Bahan Bakar Minyak) atau warung makan.
STRUKTUR BANGUNAN
Struktur bangunan secara keseluruhan tidak banyak berbeda dari bangunan tinggal yang dibangun di atas tanah. Yang mencolok hanya peletakan pondasi, karena pondasi rumah lanting diletakan pada potongan-potongan kayu berdiameter minimal 80cm yang disusun berjajar (jumlah jajaran dan panjang kayu tergantung pada keluasan bangunan). Secara umum struktur, ukuran bahan bangunan dan keperluan lanting, sebagai berikut :
- Logs kayu berdiameter minimal 80 cm dari kayu jenis tengkawang tungkul atau jenis Meranti Merah (Shorea macrophylla) yang memiliki daya apung tinggi.
- Struktur bawah dari kayu ulin/tebelian (Eusideroxylon zwageri), dengan ukuran 3x6cm, 4x4cm, 4x8cm atau 6x6cm, tergantung besaran lanting yang dibangun.
- Permukaan lantai minimal 50cm, agar gelombang tidak melebihi permukaan lantai.
- Struktur rangka lantai dan rangka badan terbuat dari kayu kelas I, dengan ukuran bervariasi.
- Lantai dan dinding, dari kayu kelas II dan kelas III.
- Rangka atas terbuat dari kayu kelas III ukuran 4x8cm atau 5cmx7cm.
- Atap, sebagian masih menggunakan atap sirap (dari kayu) dan banyak juga yang sudah menggunakan seng BJLS gelombang maupun genteng metal.
- Ketinggian bangunan tidak lebih dari 3 (tiga) meter, sangat jarang ditemukan bangunan lanting yang memiliki dua lantai.
- Titian untuk menghubungkan daratan dan lanting terbuat dari balok kayu kelas III (Floater) dengan lebar 30-40 cm dan ketebalan 6-10 cm dan setiap 20-30 cm, diberi balok lintang agar tidak licin.
- Pada sisi yang menghadap ke pantai diberi semacam tongkat (sangga) pada bagian hulu dan hilir lanting agar posisi tidak terlalu kepantai, karena jika terlalu kepantai, lanting bisa kandas dimusim kemarau.
- Pada bagian haluan, terdapat dua buah tapi pengikat. Satu tali sebagai tambatan agar lanting tidak hanyut, sementara tali yang lainnya untuk merapatkan lanting ke pantai ketika musim pasang naik.
- Untuk menghindari benturan keras dengan kendaraan air yang bersandar, pada sisi terluar dipasangi beberapa ban bekas atau ditambahkan lagi satu potong kayu yang memiliki daya apung sedikit lebih rendah dari yang digunakan untuk dudukan pondasi.
NADI KEHIDUPAN DILANTING
Fungsi utama lanting-lanting digunakan untuk tempat berjualan, ini dikarenakan transportasi air masih sangat mendominasi di daerah penghuluan. Dengan berjualan di lanting, konsumen yang singgah dalam perjalanan dapat langsung dilayani dan konsumen sendiri tidak perlu bersusah payah harus naik ke daratan untuk membeli kebutuhan yang diperlukan.
[caption id="attachment_419632" align="aligncenter" width="585" caption="Lanting Tinggal yang ada di Desa Nanga Kesange, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimatan Barat | Dok. Pribadi"]
Untuk lebih efektif, biasanya mereka menjadikan lanting sebagai tempat tinggal juga, kegiatan MCK (mandi, cuci dan kakus) dan aktifitas sehari-hari lainnya.  Umumnya di darat mereka telah memiliki tempat tinggal permanen karena mereka tidak mengijinkan anak-anak ikut tinggal dilanting dengan pertimbangan keamanan (tetapi di lanting yang saya tempati, juga ditempati oleh anak-anak tuan rumah).
Bagi keluarga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, perapian dibuat diluar (sebelah hilir) bangunan utama begitu juga dengan toilet dan kandang ternak. Tetapi bagi keluarga yang mampu, perapian/dapur dan toliet sudah disatukan dengan bangunan utama (mereka sudah menggunakan kompor gas).
Ditempat yang sama, juga ditambat Speedboat, Longboat, Motor Klotok, Sampan. Kendaraan air ini merupakan kendaraan yang wajib dimiliki. Sampan digunakan untuk transportasi jarak dekat. Speedboat digunakan untuk jarak tempuh yang jauh/menengah, memerlukan waktu tempuh secepatnya dan jumlah penumpang yang terbatas. Longboat digunakan untuk jarak tempuh menengah dan jauh, mengangkut lebih banyak penumpang dan tidak memerlukan waktu tempuh yang terlalu cepat. Motor Klotok digunakan untuk angkutan barang dagangan dan butuh daya angkut besar.
KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA.
Hidup diatas atas lanting, layaknya hidup ditempat lain, tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan, mereka yang sudah terbiasa menjalaninya, tidak melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang menyulitkan.
Kelebihan hidup diatas lanting : Bagi para pedagang, berjualan dilanting lebih mendekatkan mereka pada konsumen yang datang, sumber air yang sangat mudah, bongkar muat barang jadi dekat, tidak terpengaruh kemungkinan tenggelam jika pasang naik sangat tinggi, jika hendak hilir mudik lebih mudah mencegat kendaraan angkut (taxi air).
Kekurangannya hidup diatas lanting : Pemilik harus cekatan dan pintar memperkirakan turun naik air sungai agar tidak kandas dikala pasang surut, kendaraan yang singgah dan berangkat selain mendatangkan rejeki juga menimbulkan kebisingan, anak-anak sering tidak turut serta dengan ibunya (jika sang ibu yang berjualan kecuali masih menyusui), membutuhkan biasa yang besar untuk membangun dan melakukan perawatan, cukup membahayakan bagi pengguna perahu karena arus menjadi lebih deras.
[caption id="attachment_419633" align="aligncenter" width="585" caption="Lanting yang kami diami selama beberapa hari di Desa Nanga Kesange, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalbar. Perapian masih menggunakan tungku kayu bakar. | Dok. Pribadi"]
Dengan kondisi yang ada saat ini, pilihan yang cukup bijak dan cerdik bagi mereka untuk tetap tinggal diatas lanting dan sepertinya kehidupan seperti ini masih akan berlangsung lama. Sebagai contoh, Pontianak yang notabene ibukota propinsi dan merupakan kota terbesar di Kalbar, masih bisa ditemukan keluarga yang berdiam diatas lanting. Itulah kehidupan, berbagai cara orang menjalani dan menikmatinya.
Catatan : Mengapa lebih banyak etnis Tionghua (China) yang menggunakan bangunan ini? karena mereka, kehidupan ekonominya lebih baik dan mayoritas usaha mereka adalah berdagang, tempat tinggal seperti ini dirasakan cocok untuk melakukan jemput bola terhadap konsumen yang datang.
TULISAN YANG BERHUBUNGAN :
Sandung, Saksi bisu ritual kematian suku Dayak
Ngensudah, Prosesi Terakhir Ritual Kematian Suk Dayak (Kenyilu)
Oleh-Oleh dari Pedalaman Kalbar: Mahalnya Biaya Transportasi dan Kesederhanaan Penduduk Setempat (I)
Oleh-oleh dari Pedalaman Kalbar: Penambang Emas Tanpa Izin dan Pencemaran Lingkungan (II)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H