Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Oleh-oleh dari Pedalaman Kalbar: Penambang Emas Tanpa Izin dan Pencemaran Lingkungan (II)

7 Juni 2015   02:41 Diperbarui: 4 April 2017   17:15 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_419358" align="aligncenter" width="585" caption="Penambangan emas tanpa izin yang marak terjadi disepanjang sungai Melawi | Dok. Pribadi"][/caption]


Menyusuri sepanjang Sungai Melawi, selain kebun karet di kiri-kanan sungai, juga disuguhi pemandangan lain, yaitu banyaknya PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) yang kelola secara perorangan oleh masyarakat sepanjang sungai, tambang-tambang tersebut selain menjanjikan kekayaan juga meninggalkan dampak lingkungan yang cukup parah.

Cara penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat sepanjang jalur Sungai Melawi berbeda dengan cara yang dilakukan oleh penambang emas di tempat lain karena emas yang tambang merupakan emas urai yang terkandung dalam pasir, bukan dalam bongkahan batu. Sehingga dalam prosesnya tidak diperlukan lagi alat "glundungan" untuk memecah batu menjadi butiran.

[caption id="attachment_419361" align="aligncenter" width="585" caption="Mesin-mesin pencari emas, sedang beraksi menambang emas disungai Melawi | Dok. Pribadi"]

[/caption]

Dalam proses penambangan, mereka menggunakan sejenis perahu self made yang mereka namai ponton kedudukan mesin ditata sedemikian rupa, sehingga sedotan berupa kerikil, pasir dan air, dialirkan ke sebuah bak dan dialirkan ke bak lainnya yang di dasar disusun bak sejenis karpet untuk menangkap butiran-butiran emas. Pada proses akhir, butiran-butiran emas yang didapat disatukan menggunakan air raksa (mercury).

Awal Penambangan di Sungai

Sebelumnya mereka tidak mengerti cara melakukan penambangan di sungai, bermulanya penambangan disungai setelah masuknya penambang-penambang emas dari Kalimantan Tengah, artinya teknologi penambangan tersebut berasal dari Kalteng. Para penambang kalteng, awalnya hanya menyewa lahan milik mereka (walaupun disungai, karena mengandung emas, lahan harus sewa dengan pemilik tanah yang ada didaratan). Setelah mereka mengerti cara kerja peralatan dan cara pembuatan ponton, penyewaan tanah tidak lagi diperpanjang, mereka mengerjakan sendiri lahan-lahan yang diduga mengandung emas. Saat ini, tidak ada lagi penambang yang berasal dari Kalteng, karena ketiadaan penduduk yang bersedia menyewakan lahannya untuk ditambang.

Hasil dan Sistem Pengupahan

Dari perbincangan dengan para penambang, hasil yang mereka dapat bervariasi walaupun mereka bekerja di lokasi yang sama. Hal inilah yang kemudian mereka yakini bahwa emas memiliki semacam kekuatan gaib dan rejeki masing-masing penambang berbeda. Hasil yang mereka dapat berkisar antara 10 gram sampai 20 gram, untuk kondisi normal. Jika rejeki sedang baik, mereka bisa mendapatkan sampai 100 gram/hari. Namun, jika sedang apes mereka hanya mendapatkan paling banyak 5 gram/hari bahkan merugi. Biasanya mereka akan meneruskan pekerjaan pada keesokan harinya dengan harapan mendapatkan emas yang lebih banyak. Satu unit ponton umumnya digawani 3-4 orang dengan sistem bagi hasil, tidak lagi dikenal pengupahan dengan sistem hari. Pola bagi hasil dirasa lebih adil, dapat sama rasa, gagal sama dinikmati.

[caption id="attachment_419362" align="aligncenter" width="585" caption="Mesin lainnya sedang beraksi | Dok. Pribadi"]

[/caption]

Yang Berhasil dan yang Gagal

Banyak di antara mereka yang berhasil dari pekerjaan ini, bahkan yang dulunya hanya sebagai karyawan bagi hasil ada yang sudah memiliki ponton sendiri. Yang berhasil, memiliki bangunan tinggal dari beton dan berlantai dua (mereka menerjemahkan rumah tinggal yang baik dan bagus harus berbahan baku semen, lantai keramik dan atap genteng), memiliki speedboat 40Hp dan jenis-jenis barang-barang konsumtif lainnya. Ada juga di antaranya berangkat umroh dan naik haji. Sementara yang gagal pun tak kurang banyaknya. Kegagalan umumnya dikarenakan kegagalan mereka mengelola keuangan. Saat berhasil dan mudah mendapatkan emas, mereka lupa menabung dan bergaya hidup sangat boros. Akhirnya hanya cerita kejayaan masa lalu dan penyesalan yang tersisa.

Pencemaran Air Sungai

Dampak negatif yang tidak bisa dihindari berupa pencemaran air sungai yang parah, tingkat kepekatan lumpur pada air ketika musim kemarau semakin tinggi karena semakin banyaknya mesin penambang yang beroperasi. Pencemaran air sungai sangat berdampak bagi masyarakat yang berdiam disepanjang sungai. Saking parahnya pencemaran, untuk dapat menggunakan air sungai menjadi layak konsumsi, air sungai harus ditampung pada sebuah wadah dan diendapkan minimal selama 24 jam agar lumpur mengendap.

Beberapa kali sudah dilaksanakan penertiban oleh instansi yang berwenang tetapi karena pekerjaan ini menjanjikan hasil yang memadai, setelah petugas pergi, mereka melanjutkan lagi aktivitas penambangan. Pernah diambil tindakan tegas oleh aparat berupa penyitaan peralatan, tetapi mereka tidak kehilangan akal dan masih banyak cukong yang bersedia membiayai mereka mencari emas dengan pola bagi hasil dan hasil tambang dijual kepada cukong yang memodali.

Tuntutan ekonomi sering membuat orang bertindak nekat walaupun diancam dengan hukuman, apa pun sanksinya. Jika sudah berhadapan dengan urusan kampung tengah dan tanggung jawab keluarga, banyak orang menihilkan adanya ancaman hukuman dan ancaman nyawa. 

[caption id="attachment_419363" align="aligncenter" width="540" caption="Kerusakan lingkungan dikarenakan penambangan emas di sepanjang sungai Melawi | Dok. Pribadi"]

[/caption]

Catatan : Dari perbincangan nonformal dengan beberapa pelaku PETI, mereka kadang dihinggapi rasa khawatir jika ada razia dari instansi yang berwajib, tetapi iming-iming hasil yang cukup memadai menggoda mereka untuk terus melakukan penambangan, selain itu harga jual karet yang sangat rendah dan tidak adanya lowongan pekerjaan lain menjadi pemicu tambahan. Adanya razia dan kekhawatiran berhadapan dengan hukum membuat mereka enggan bahkan menolak dengan keras ketika saya meminta foto kegiatan yang sedang mereka lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun