[caption id="attachment_417782" align="aligncenter" width="270" caption="Sepundu, tempat mengikat hewan kurban saat dilakukan pesta kematian; ritual ini mirip dengan yang dilaksakan di Riam Batang, Kalteng, Hanya beda nama | Dok. Pribadi"]
Jika ada yang meninggal, pada malam hari dibakar sejenis kayu yang mengeluarkan bau cukup menyengat dan rada-rada mistis (dalam bahasa lain di namakan kayu lukai), pada anak-anak, dikening mereka beri tanda plus (tambah) dari arang kayu lukai, sementara keluarga yang meninggal dikenakan semacam gelang yang mereka yakini berfungsi sebagai penolak bala (saya melihatnya hanya sebagai sugesti).
Setelah melihat beberapa lokasi, seperti Nokan Sengkumang dan sebuah petajahan, pada hari ketiga saya dan rombongan meninggalkan Desa Nanga Kesangei menggunakan jalur air, walaupun berbahaya tapi tidak lebih berbahaya dari jalan darat. Tetapi Tuhan masih memberikan kemudahan, pada hari kedua, hujan mengguyur daerah penghuluan Desa, sehingga air naik cukup tinggi, kekhawatiran kami terhadang riam tinggi diperjalanan tidak terjadi. Perjalanan selama 5.5 jam mengikuti arus sungai yang deras berjalan dengan mulus sampai di tempat tujuan. Untuk melakukan perjalanan pulang pergi, saya harus mengeluarkan dana sekitar lima belas juta rupiah.
Lanting, sejenis rakit, pondasi terdiri dari beberapa potong kayu yang disusun berjajar dengan diameter minimal 80cm, umumnya dari jenis kayu tengkawang tungkul (Shorea stenoptera Burck), balok dudukan pondasi diikat dengan beberapa balok ulin yang ditancapkan pada pondasi, rangka selanjutnya sama dengan kerangka rumah yang terbuat dari kayu, tetapi plafon/tiang jenang dibuat lebih rendah dan ukuran kayu yang digunakan sebagai rangka badan umumnya 4cm x 8cm, rangka atap bervariasi mengikuti jenis atap yang digunakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H