[caption id="attachment_416301" align="aligncenter" width="474" caption="Mengantar Tuak Mali dalam tempayan ke rumah yang melaksanakan tiwah | Dok. Pribadi"]
![14311820592103033841](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14311820592103033841.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
Orang yang bertugas membawa tempayan diharuskan menggunakan caping dan mandau (senjata khas orang dayak) yang terselip dipinggang, setelah tiba di tempat pesta tempayan disimpan atas wadah yang tebuat dari susunan kayu yang didalamnya terdapat ternak kurban.
Setelah semuanya siap, perserta diminta untuk mengajan dan berbigal masing-masing sebanyak tiga kali dan selalu diselingi teriakan tariu ditengah hari yang cerah dan panas. Â Tamu kehormatan diberi satu helai kain sebagai penanda dan side effect yang harus diterima, harus ikut nganjan dan bigal secara keseluruhan plus beberapa cangkir tuak. Â Uch...
Disaat nganjan dan bigal, saat itu pula tuak kembali beredar dan tuak yang beredar ini menjadi istimewa karena dihidangkan menggunakan tanduk kerbau sebagai wadah. Dan menurut sebagian orang, tuak yang dihidangkan menggunakan tanduk kerbau lebih memabukan jika dihidang secara biasa.
[caption id="attachment_416304" align="aligncenter" width="474" caption="Tokoh Masyarakat Setempak Bpk. Sandin, sedang menjadi "]
![1431182170686492752](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1431182170686492752.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
Setelah tarian selesai, dilanjutkan dengan memotong hewan kurban. Di Riam Batang, pemotongan hewan dilakukan dengan cara menombak, orang akan dianggap hebat jika mampu membunuh hewan kurban hanya dengan sekali tombak. Tetapi, karena rombongan kami banyak yang Islam, penombakan hewan dilakukan secara simbolis, keluarga korban menombak kurban seadanya yang penting mengenai tubuh hewan kurban dan selanjutnya hewan dipotong dengan cara normal.
[caption id="attachment_416309" align="aligncenter" width="474" caption="Penulis sedang melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelah penombakan secara simbolis oleh keluarga | Dok. Pribadi"]
![14311823721500893585](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14311823721500893585.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
Sama dengan Acara Ngensudah, seluruh masyarakat mendapat bagian walaupun sedikit, saya dan rombongan karena menjadi orang yang bertugas membuka tuak mali dan memotong hewan mendapat bagian paha sapi untuk dibawa pulang. Daging ini tidak boleh ditolak, harus dibawa pulang, dengan harapan orang-orang yang mendengar adanya tiwah ditempat tinggal saya juga mendapat bagian.
Sehabis makan siang, acara dilanjutkan dengan acara terakhir yaitu pembukaan tuak mali, semuanya berjalan lancar dan beberapa pertanyaan dapat dijawab dengan lancar, tetapi kepala sudah terasa berat. Secara keseluruhan acara selesai sekitar jam 16:00 WIBA dan pada jam 17:00 WIBA kami pamit meninggalkan Desa Riam Batang.
[caption id="attachment_416312" align="aligncenter" width="474" caption="Hahahaha...makanya Om, kalau nggak kuat ngombe tuak ojo sok, ini nih akibatnya, bukannya jadi lincah tapi malah mengkeret | Dok. Pribadi"]
![1431182529314323990](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1431182529314323990.jpg?t=o&v=700?t=o&v=555)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H