[caption id="attachment_410362" align="aligncenter" width="550" caption="Setya Novanto, Ketua DPR-RI | kompas.com"][/caption]
Walaupun rencana pembentukan‎ polisi parlemen menuai pro dan kontra karena dianggap belum relevan dengan kondisi saat ini, bahkan beberapa parpol secara tegas menolak keberadaan polisi parlemen, tetapi Ketua DPR Setya Novanto bersikukuh bahwa polisi parlemen dibentuk untuk peningkatan pengamanan dan ketertiban di parlemen.
Selain itu, masih menurut Novanto, keberadaan polisi parlemen akan mempermudah akses bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, karena penyampaian aspirasi harus dalam suasana tenang, aman dan tertib. Polisi parlemen juga dimaksudkan untuk menjaga objek vital Negara seperti DPR, MPR dan DPD.
Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie mengkritik rencana keberadaan polisi parlemen, karena bukannya membuat citra DPR semakin baik, tapi justru membuat para anggota dewan seperti kampungan. Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan memberikan pemahaman yang ngambang, bahwa polisi parlemen tidak harus polisi, bahkan cukup protokoler DPR yang sudah ada tapi wajib menjalani latihan lagi. Ini untuk menghindari agar jangan sampai ada lagi anggota DPR yang lempar-lemparan kursi.
Pembentukan polisi parlemen akan menambah beban pengeluaran, sementara fokus tugas polisi parlemen masih belum diketahui selain urusan keamanan. Kalau hanya terbatas hal-hal seperti ini, keberadaan polisi parlemen sangat tidak layak. Apalagi kalau harus mengeluarkan dana sampai ratusan milyard rupiah. Anggapan DPR hanya mementingkan kepentingan sendiri dan kelompok semakin nyata bentuknya, hal-hal yang seharusnya belum perlu justru dibuat perlu yang pada ujungnya berakhir dengan urusan duit.
Kalaulah DPR, MPR dan DPD dianggap belum aman, mengapa tidak langsung minta pengamanan tambahan dari Polri?  Pernyataan ketua DPR Setyanto Novanto, bahwa keberadaan polisi parlemen akan mempermudah akses bagi masyarakat perlu dipertanyakan. Saat ini rakyat menjauh dari anggota DPR, karena rakyat merasa tidak nyaman didekat mereka apalagi ditambah kehadiran polisi parlemen, justru rakyat semakin jauh.
Jika ditelaah, yang tidak merasa aman itu bukanlah rakyat yang datang ke gedung DPR, tetapi para anggota DPR-lah yang merasa tidak nyaman dan aman saat rakyat berkunjung, karena pada anggota DPR telah mengingkari janji. Pembentukan polisi parlemen tidak dari upaya anggota DPR untuk mengamankan diri dari amukan rakyat. Alat-alat vital Negara seperti DPR, MPR dan DPD sejatinya tidak perlu dijaga, karena tidak ada satu orangpun rakyat Indonesia mau merusak barang mereka sendiri, jikapun kemudian terjadi justru karena orang-orang yang berada didalam telah merusak kepercayaan pemiliknya, yaitu rakyat.
Tujuan pembentukan polisi parlemen juga dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban para anggota DPR, sehingga tidak ada lagi lembar-lemparan kursi seperti kejadian baru lalu. Mungkin para anggota DPR masih perlu belajar etika dan tata tertib seperti ketika saya SD dulu. Diajarkan kedisiplinan, tata karma, budi pekerti, pendidikan moral pancasila dan lain sebagainya. Anggota DPR, adalah orang-orang terpilih, manusia-manusia kelas satu kejadian banting kursi, merebahkan meja saat pesidangan tidak seharusnya terjadi. Tetapi pada kenyataannya terbalik 180 derajat.
Tidak perlu polisi parlemen, tetapi perbaiki moral, tanggung jawab dan empati sebagai anggota DPR, jika itu semua sudah dilakukan oleh para anggota PDR, mereka tidak perlu lagi polisi parlemen, tetapi rakyatlah yang akan mengawal dan menjaga keselamatan mereka. Bagaimana pak? Masih sanggup menerima tantangan untuk memperbaiki diri?
sumber : Detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H