Bab 3: Penampakan di Tengah Malam
Di tengah hutan bambu, Dito melihat sosok Wewe Gombel. Makhluk itu memiliki tubuh tinggi dengan rambut panjang yang menjuntai ke tanah. Wajahnya pucat dengan mata cekung yang bersinar merah. Mulutnya yang lebar menampakkan gigi-gigi tajam saat ia tertawa cekikikan. Wewe Gombel memakai pakaian compang-camping yang kotor dan berlumuran darah.
Dito membeku di tempat, tidak mampu bergerak atau berteriak. Wewe Gombel mendekat, tangannya yang panjang dan kurus mengarah ke Dito. Makhluk itu mulai berbicara dengan suara yang serak, "Kenapa kau datang ke sini, anak manusia? Apa kau tidak takut?"
Dengan suara bergetar, Dito mencoba menjawab, "Aku hanya ingin tahu tentang cerita-cerita yang diceritakan oleh orang-orang di desa."
Wewe Gombel tersenyum lebar, semakin menampakkan gigi-gigi tajamnya. "Cerita-cerita itu nyata, dan sekarang kau akan merasakannya sendiri," katanya sambil tertawa cekikikan.
Bab 4: Lari dari Teror
Dito segera sadar bahwa ia harus lari untuk menyelamatkan diri. Dengan sekuat tenaga, ia berlari keluar dari hutan bambu, namun Wewe Gombel mengejarnya dengan kecepatan yang mengerikan. Setiap kali Dito menoleh, makhluk itu semakin dekat, tangannya yang kurus hampir menyentuh bahunya.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar," Dito mulai mengucapkan doa-doa dengan suara lantang, berharap agar makhluk itu pergi. Perlahan, suara cekikikan Wewe Gombel mulai menghilang, dan bau anyir pun mereda. Dito terus berlari hingga ia keluar dari hutan dan sampai di desa.
Bab 5: Kesadaran Baru
Warga desa yang mendengar teriakan Dito segera keluar dan menolongnya. Dengan napas yang terengah-engah, Dito menceritakan apa yang terjadi. Pak Tarman, seorang tetua desa, berkata dengan nada serius, "Kita tidak bisa mengabaikan keberadaan mereka. Doa dan keimanan kita adalah perlindungan terbaik dari gangguan makhluk gaib."
Sejak malam itu, Dito tidak pernah lagi meremehkan peringatan dari warga desa. Ia ikut menjaga adat dan kepercayaan yang telah diwariskan oleh leluhur, selalu mengingatkan anak-anak muda di desa untuk menghormati kepercayaan tersebut.