Semakin naik levelnya, semakin kencang pula anginnya. Semakin banyak hal yang akan diributkan di atasnya. Banyak manusia yang ingin menjadi penguasa. Namun mereka tidak sadar dirinya sudah dikuasai dengan ambisinya sendiri.
Kalau sudah begitu, manusia sibuk mencari jalan keluar sampai lupa akan arti perjalanan hidup. Lupa akan di mana dia berasal dan ke mana dia akan kembali. Tidak mudah memang dalam menjalani hidup ini. Apalagi di tengah masyarakat kota yang congkak, keras, dan enggan berempati.
Ambisi-ambisi dalam hidupnya membuat mereka menjadi anomali. Meributkan hal-hal apa saja yang dianggap benar. Pemimpin, tahta, uang, kitab suci, agama. Semua yang dianggap benar akan membuatnya lebih mudah menyalahkan orang lain.
Tuhan menciptakan alam dan makhluknya, kemudian Tuhan menurunkan kitab suci sebagai pedoman hidup umatnya di dunia yang sementara ini. Tapi manusia lupa kalau tidak ada hidup yang tak berarti selagi kita menjaga hubungan baik sesama manusia dan makhluk Tuhan lainnya. Dan juga menjaga hubungan baik kepada sang pencinta alam semesta ini. Â Kita berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Tetapi, mengapa keributan dengan sesama ada dimana-mana.Â
Aku akan sama seperti Rere, menjalani hidup dengan sederhana tanpa ambisi besar. "Menyempatkan diri untuk melihat ikan berenang, burung membuat sarang, bunga rekah, langit merah ketemu nenek ramah lalu kembali pulang." (Kurnia Harta Winata - Asal & Tujuan)
"Semoga kita bisa memaknai hidup sepandai kamu memaknai perjalanan" (Kurnia Harta Winata - Asal & Tujuan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H