Apapun makna dari kalimat itu membuat otak saya berpikir untuk tetap harus manunggu apa yang saya tunggu. Tetap yakin pada apa yang saya yakini.Â
Meskipun hati ini sudah jengah dengan segala ingar-bingar perayaan kegiatan yang hanya dinikmati satu kelompok tersendiri. Sempat berpikir untuk pulang saja, menikmati kopi di beranda rumah dengan ditemani khong guan isi rangginang. Tetapi pikiran itu tidak kompak dengan hati ini. Bertolak belakang.
Entahlah, kemana larinya anak-anak yang ingin saya temui. Yang biasanya ramai menari-nari di Rumah Pelangi. Masih di Taman Baca Masyarakat Rumah Pelangi Bekasi yang beralamat di kampung Babakan Kalibedah, Desa Sukamekar Kecamatan Sukawangi Kabupaten Bekasi.Â
Saya tetap berkeyakinan bahwa mereka akan datang meskipun itu hanya satu atau dua anak. Saya berkeyakinan bahwa tempat ini adalah tempat yang nyaman untuk mereka bermain.
Ingin rasanya menemani mereka bermain, berlari-lari kesana-kemari dengan segala imajinasi mereka yang polos. Sederhana saja, saya hanya ingin menemani mereka bermain dengan mendongeng atau membacakan cerita dari beberapa lembar kertas bergambar yang saya bawa dari rumah. Setidaknya saya datang dari rumah ke sini (Rumah Pelangi) ada sesuatu yang saya perbuat. Sehingga saya tidak merasa menelantarkan mereka bermain bebas tanpa pengawasan.
Kalimat itu pula yang menjadi kata kunci bagi saya hari ini. Selalu ada buah dalam menanamkan kesabaran. Sebuah penantian berjam-jam mendatangkan empat orang anak yang saya harapkan kedatangannya. Dengan riang mereka berlari, mendekati saya dan Teh Meita lalu mengucapkan salam: Assallamuallaikum.
Segera bibir saya membalas salam mereka dan batin ini mengucapkan syukur Allhamdulillah. Ternyata apa yang saya yakini hari ini terjadi. Tak ingin membuang waktu saya dan Teh Meita segera mencari posisi nyaman untuk mengajak mereka duduk dan menikmati semilirnya angin sore ini.
"Kalian mau duduk di mana?" Tanya Teh Meita pada ke empat anak-anak kecil itu.
"Di sana" Salah satu anak menunjuk ke arah selatan.
"Di sana, Teh" Satu anak yang lain menunjuk ke arah utara.
Tak perlu pikir panjang saya, Teh Meita, dan ke empat anak itu menuju arah yang kami tentukan. Mula-mula yang bercerita adalah Teh Meita. Ia membawakan cerita tentang Tikus yang Masuk ke Dalam Rumah. Setelah Teh Meita bercerita saya mendapat giliran. Melihat antusias anak-anak itu, saya dengan percaya diri ikut berbagi cerita kepada mereka. Saya bercerita tentang Buaya yang Kelaparan.
Pertemuan kami pada ke empat anak itu membuahkan kecerian tersendiri bagi mereka. Kami juga merasa senang bisa berbuat sesuatu yang di dalamnya kami selipkan pesan moral dengan harapan mereka bisa tumbuh kembang dengan karakter yang baik. Cerita kami sederhana saja, sesederhana gelak tawa mereka.
Selama ini, saya melihat anak-anak kecil itu selalu datang dengan riang dan suka cita. Mereka telah menemukan tempat bermain yang nyaman. Dunia anak-anak kecil itu adalah bermain. Yang mereka tahu adalah main dan main. Tinggal bagaimana kita sebagai orang yang lebih dewasa untuk membuat mereka bermain sambil belajar.
"Yang namanya kesabaran pasti berbuah manis yah, Teh. Kita udah nunggu lama tanpa tanda-tanda dan akhirnya mereka datang juga" Ucap saya.
"Kan tadi udah ku bilang, Kak. Bersabarlah, ya pokoknya sabar" Sahut Teh Meita :)
Bekasi, 17 Desember 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H