Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memliki topografi terjal dan beriklim semi-ringkai. Kondisi topografi dan klimatologis inilah yang membatasi kegiatan dan produktivitas pertanian namun, memberikan  kesempatan bagi pengusaha marikultur karena perairan pantai yang jernih.
Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT (2014), ada beberapa kawasan yang  potensial untuk membudidaya rumput laut di laut NTT tersebar di Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Alor, Rote Ndao, Sabu Raijua, dan Kabupaten Lembata yang potensian untuk dijadikan tempat pembudidayaan rumput laut. Produksi rumput laut didaerah-daerah tersebut terus meningkat setiap tahunnya, menurut data pada 2014 total produksi rumput laut sekitar 2.400 ton. Hal ini tentunnya tidak lepas dari perananan dan dukungan dari pemerintah dan juga masyarakatnya sendiri.
      Potensi rumput laut di Provinsi NTT sangat luas yaitu 15.141,75 Ha dan luas lahan yang sudah dimanfaatkan untuk membudidaya rumput laut 5.205,70 Ha dengan  jumlah pembudidayanya telah mencapai 64.095 orang yang tersebar di 21 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil dari setiap produksi rumput laut sebesar 1,7 juta ton rumput laut kering atau 250.000 ton atau senilai dengan 5 triliun dan dijual seharga Rp. 21.000/ Kg sedangkan hasil produksi rumput laut basah mencapai 2,4 juta ton atau senilai Rp. 4,7 Triliun dengan harga jualnya Rp. 2.000/Kg.
      Sumberdaya rumput laut memiliki karakteristik yang menjajanjikan. Seperti sekarang ini produksi rumput laut memiliki permintaan pasar yang tinggi, pemaanfaatan rumpt laut dalam bidang industri ( pangan, obat-obatan, kecantikan, dll ), daya serap tenaga kerja yang tinggi,teknologi budidaya yang mudah dan mudah, masa panen yang pendek ( 45 hari ) dan biaya untuk produksi yang murah. Dari data tentang kesuskesan budidaya rumput laut diberbagai pelososok NTT telah mengkonfirmasi akurasi karakteristik-karakteristik tersebut. dari karakteristik-karakteristi diatas jika, dikelola dengan cermat maka industri rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat menjadi basis utama ekonomi NTT.
      Luas wilayah budidaya rumput laut dan potensi hayati rumput laut ternyata tidak menjamin bahwa masyarakat pembudidaya sejahtera  dalam segi ekonomi, Karena kehidupan pembudidaya ikan, udang dan peternak secara ekonomi lebih baik dari pembudidaya rumput laut penyebab lainnya yaitu mutu, kuantitas dan ketersediaan bibit, pengeringan, dan penanganan lepas panen rumput laut sebagai bahan baku industri yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, Standar Internasional dan Keamanan Pangan ( Food Safety ) yang dimana masih sulit untuk diterapkan secara lengkap, ketersediaan suplai bahan baku, posisi tawar yang lemah, harga pasar yang tidak menentu yang mneyebabkan kurang sejateranya nelayan rumput laut. Dibalik masalah ini dibutuhkan peranan dari berbagai pihak untuk turun tangan dalam menangani masalah tersebut. sehingga pada tahun 2018 diketahui telah dibangun 3 pabrik rumput laut oleh pemerintah yang tersebar di Kabupaten Kupang, Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Sumba Timur namun ada juga usaha budidaya rumput laut yang dimiliki oleh masyarakat sekitar.
 Pabrik rumput laut menambah pelaku baru dalam ekonomi rumput laut di NTT dimana, jika sebelumnya mitra utama pembudidaya rumput laut adalah pedagang rumput laut yang selakigus memberitahukan harga pasar rumput laut kepada para pembudidaya rumput laut namun, dengan adanya pabrik ini mengubah model ekonomi usaha rumput laut dari Pembudidaya ke Pedagang, kemudian ke Industri (PPI) atau Pembudidaya lalu Industri (PI). Dengan perubahan model tersebut dapat membawa konsekuensi yang mendasar bagi usaha budidaya rumput laut. Selain persoalan teknis ada juga suatu persoalan yang berkaitan dengan dengan model ekonomi diatas yaitu distribusi nilai tambah dan untuk menunjang keberhasilan dari usaha budidaya rumput laut maka dibutuhkan juga suatu mekanisme kontrol oleh pemerintah daerah yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak agar usaha budidaya rumput laut di NTT semakin kuat dan nyata.
Pabrik rumput laut yang didirikan oleh pemerintah ini memberikan nuansa baru dalam produksi rumput laut yang dihasilkan yaitu Alkali Treaed Conttonii (ATC) yang merupakan bahan baku pembuat karaginan murni, chips, rumput laut kering dan basah. Hasil dari produksi rumput laut tersebut akan diekspor ke luar negeri sesuai dengan permintaan pasar.
Pada Mei 2019 pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan ekspor perdana rumput laut langsung dari Pelabuhan Tenau Kupang ke Argentina melalaui PT. Rote Karaginan Nusantara  sebanyak 25 ton dalam bentuk chip.
Dengan adanya pabrik pengelolaan rumput laut ini diharapkan perekonomian masyarakat Nusa Tenggara Timur dapat lebih baik dan untuk kedepannya Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah akan terus mengali dan memanfaatkan wilayah lain di Provinsis Nusa Tenggara Timur untuk dibangun paprik rumput laut guna mendukung dan meningkatkan perekonomian masyarakat Nusa Tenggara Timur. diharapkan agar pemerintah menetapkan peraturan-peraturan terkait dengan upaya dalam peningkatan kesejahteraan bagi pembudidaya rumput laut dan pekerja industri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H