Mohon tunggu...
Alko Komari
Alko Komari Mohon Tunggu... Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Udang di Balik Kritik "Becak" Anies

30 Januari 2018   11:59 Diperbarui: 30 Januari 2018   12:12 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Barat, istilah tersebut mulai muncul di tahun 1932, tetapi baru populer di sekitar pertengahan tahun 1980-an, ketika muncul karya Jean Francois Lyotard (seorang pemikir berkebangsaan prancis) yang berjudul Post-Modern Condition: A Report on Knowledge(1984).

Walaupun Lyotard merupakan tokoh kunci Posmodernisme, banyak lagi pemikir yang melontarkan teori-teori yang mendukung gagasan posmodernisme seperti: Teori Dekonstruksi dari Jacques Derrida dan Michel Foucault, teori Hermeneutika dari Gadamer dan Paul Ricour dan teori Kritik Sosial aliran Frankfurt Jerman

Istilah posmodernisme dalam lima tahun terakhir ini semakin populer. Posmodernisme sendiri intinya reaksi balik terhadap modernisme. Misalnya ketika di jaman modern seperti sekarang, sebagian orang justru memilih untuk kembali ke belakang, jaman tradisional yang kata banyak orang kembali ke nilai-nilai luhur budaya kita.

Ketika budaya barat semakin menggurita ditengah arus kapitalisasi berbungkus globalisasi seperti sekarang ini, tidak sedikit orang yang kemudian lebih senang kembali ke jaman tradisional lagi. Tentu saja dalam postmodernisme, kembali ke jaman tradisional itu tidak kemudian menggunakan atau mengkonsumsi sama persis seperti yang dulu ada, namun sudah penuh polesan era kini yang meski motifnya motif tradisional.

Misalnya saja banyak warung makan atau resto di perkotaan yang dibangun dengan konsep tradisonal jaman dulu. Menciptakan suasana pedesaan yang adem, penuh tanaman, dan gemircik air banyak dijumpai tempak makan di perkotaan. Tentu saja dengan menu makanan yang tidak seperti yang dimakan orang kampung, rata-rata makanannya bahkan selevel dengan makanan hotel berbintang.

Tidak sedikit pula orang di perkotaan yang suka mengendari motor jadul daripada motor yang sekarang tiap bulan mungkin keluar motor motif baru dengan design yang modern.

Sama halnya dengan Becak tadi, ketika transportasi yang modern dan dilengkapi teknologi tinggi  sudah penuh sesak di DKI Jakarta, Bapak Gubernur DKI Jakarta ini sah-sah saja ingin kembali ke jaman tradisional. Sekali lagi kapasitas saya bukan pada dukung mendukung kebijakan ini.

Yang perlu ditegaskan disini bahwa semua orang boleh dan tidak dilarang untuk ikut ajaran modernisme atau pilih postmodernisme. Silahkan. Hanya saja mungkin perlu disesuaikan, perlu ditata, perlu diatur.

Tidak bisa dong, kemudian Becak diperbolehkan beroperasi di semua ruas jalan di Jakarta. Bisa kacau balau nanti jalanan di Jakarta. Silahkan saja diatur yang baik, bisa saja misalnya Becak hanya diperbolehkan di tempat-tempat khusus, seperti tempat wisata, area kawasan terbatas, atau tempat lainnya.

Saya berpikiran positif saja, bahwa Becak ada manfaatnya dan perlu diberikan ruang untuk hidup. Soal pengaturan mau dimana becak hidupnya, saya percaya Anies Baswedan memiliki resep yang jempolan.

Silahkan saja mengkritik kebijakan Anies tersebut, tetapi kalau mengkritiknya sampai menyeret ke arena politik dan membanding-bandingkan dengan gubernur sebelumnya, jelas itu bukan kritik yang elegan. Kalau mau mengkritik itu ya kritik saja demi kemaslahatan masyarakat, jangan ada udang dibalik kritik yang dilancarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun