Mohon tunggu...
Alkitab Satu Menit
Alkitab Satu Menit Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Hidup ini singkat! Semua orang boleh membaca Alkitab dan memahami pesan Allah di dalamnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebih dari Sekedar Halal dan Haram dalam Taurat Musa

18 Februari 2023   22:42 Diperbarui: 18 Februari 2023   22:58 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di zaman Nabi Musa

Barulah kemudian sekitar seribu tahun lebih setelah peristiwa air bah di zaman Nuh, Allah memberitahukan kepada Musa kriteria binatang yang tidak haram dan yang haram, seperti yang ada tertulis di kitab Imamat pasal 11. Anda boleh mencatat dan membacanya langsung dari Alkitab cetakan atau secara online (digital), kriteria binatang "tidak haram" dan "haram" yang ada di dalam Taurat Musa tersebut.

Daftarnya cukup panjang memang, namun apabila dirangkum, maka firman Allah tentang penggolongan binatang yang "tidak haram" (berarti halal) adalah sebagai berikut ini:

  • binatang darat yang "berkuku belah, yaitu yang kukunya bersela panjang, dan yang memamah biak" (Imamat 11:3).
  • binatang air yang "bersirip dan bersisik di dalam air, di dalam lautan, dan di dalam sungai" (Imamat 11:9).
  • burung-burung, selain dari nama-nama burung yang disebutkan di Imamat 11:13-19.
  • serangga jenis tertentu atau belalang, yaitu "yang merayap dan bersayap dan yang berjalan dengan keempat kakinya, yaitu yang mempunyai paha di sebelah atas kakinya untuk melompat di atas tanah." (Imamat 11:21).

Apabila binatang yang biasa Anda santap tidak termasuk dalam golongan binatang-binatang yang disebutkan pada daftar tersebut, berarti haram untuk dimakan. Misalnya: unta, pelanduk, kelinci, babi hutan, keong, belut, lobster, kepiting, udang, cumi-cumi, kerang, dll. 

Makanan manusia setelah air bah

Sekarang, kita telah mengetahui kriteria binatang yang "tidak haram" yang disebutkan di zaman Musa, yang kemungkinan sesuai juga dengan kriterianya di zaman Nuh. Nah, yang menarik adalah bahwa setelah air bah surut, Allah memperluas jenis makanan yang manusia dapat konsumsi (halal), yang dituliskan di kitab Kejadian 9:3-4, sebagai berikut ...


  • Pada mulanya, di zaman Adam dan Hawa, Allah memberikan "segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji" menjadi makanan manusia." (Kejadian 1:29). 
  • Lalu, pada ayat yang kita baca di atas, setelah air bah surut di zaman Nuh, Allah memberikan juga tumbuh-tumbuhan hijau dan daging binatang menjadi makanan manusia. Tentunya binatang yang boleh dimakan adalah yang sesuai dengan kriteria "tidak haram" tersebut. Korban bakaran yang dipersembahkan kepada Allah juga harus diambil dari binatang atau burung yang "tidak haram".

Darah sama dengan nyawa

Ada satu catatan penting, tertulis dalam Kejadian 9:4, yaitu "Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan." Bahkan untuk binatang yang tidak haram pun, Allah menetapkan secara tegas bahwa manusia tidak boleh memakan daging yang masih ada darahnya. Mengapa? Alkitab mengajarkan bahwa darah dan nyawa suatu makhluk hidup sangatlah berharga, suatu anugerah misterius dari Allah. 

Coba kita terus membaca ke ayat 5-6 di Kejadian 9 tersebut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun