Kedua paslon ini sedang bertarung dalam kontestasi pemilu, dan fokus pemberitaan media berhenti sampai disitu. Meski proses investigasi dan pengambilan data Watchdoc tidak sepenuhnya diumbar, metodologi penyampaian wacana dan informasi yang di-ampu oleh media harusnya tidak hanya sampai pada proses Framing saja; membahas isu yang sedang seksi dan mengabaikan fakta dan data kemanusiaan yang pada akhirnya hanya menjadi 'bungkus' sebuah perdebatan isu elektoral.
Kesengsaraan dan kesedihan di-ekspos dengan sedemikian rupa demi melancarkan tudingan telunjuk kita ke pihak-pihak tertentu yang kita anggap paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Pesan bahwa siapapun yang menang Pilpres nanti tidak akan memberikan perubahan pun merebak luas, pikiran ini sebenarnya sah-sah saja dan tidak menyalahi konstitusi, Namun lagi-lagi perihal kemanusiaan kerap dijadikan tameng dan pembenaran tanpa kita sendiri ikut memikirkan solusi jangka panjang apa yang bisa kita lakukan untuk memutus mata rantai ketidakadilan ini.
Apalagi ditengah kondisi masyarakat kita yang majemuk secara identitas tapi semakin dikotomis secara pilihan politik, narasi sekecil apapun dapat menjadi pemantik kobaran perdebatan yang jauh lebih besar. Tak bisa kita pungkiri memang; media cetak, televisi, ataupun online nyaris semua dimiliki politisi dan lingkarannya, belum lagi perkara mendapatkan klik dan atensi sebanyak mungkin agar industrinya tetap bertahan yang kerap menjadikan media memberitakan apa-apa yang menarik meski tak melulu bermanfaat, Namun tetap saja kaidah dan metode jurnalisme adalah hal utama yang harus dicapai dalam menyampaikan sebuah informasi.
Sekarang dapat kita lihat diskursus seputar film ini tidak lagi heboh dan digantikan oleh isu seputar quick count dan hasil pemilu. Strategi watchdoc mengeluarkan film ini pada masa tenang memang menghasilkan atensi yang besar, namun apa yang dilakukan tak lebih dari sekedar Riding the Wave isu elektoral yang pada akhirnya menyebabkan diskursus seputar film ini pin cepat berlalu; karena konklusi dan citra yang muncul terhadap film dokumenter ini 'hanyalah' hasutan dan propaganda untuk menjadi Golput.
Padahal, jika dikaji lebih lanjut seputar Framing dan penyebarannya, persepsi orang mungkin akan lebih baik dan nasib para korban di film tersebut dapat didiskusikan lebih lanjut. Jangan sampai kita terus-terusan memperdagangakan penderitaan dan tangis mereka-mereka yang tergilas jaman. Mari pikirkan struktur dan kebijakan apa yang dapat membantu mereka alih-alih saling menuduh, bertikai, berkonflik, dan cuci tangan beramai-ramai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H