Festival merupakan acara yang cenderung disukai oleh anak muda. Umumnya, jiwa muda lebih tertarik pada hal yang menyenangkan, seru, dan memberikan kesempatan berkumpul serta berinteraksi dengan teman sebaya. Sehingga acara-acara festival akan menjadi Langkah yang strategis untuk memancing partisipasi mereka.
Di festival, semua ketertarikan anak muda seolah dapat di temui. Mereka sangat suka mencari suatu pengalaman yang unik dan memuaskan minat, seperti musik, seni, budaya, streetfood, komunitas, teater dan lain sebagainya.
Secara keseluruhan, festival memberikan kesempatan bagi anak muda untuk merayakan minat mereka, bersenang-senang, berkreasi, dan berinteraksi dengan dunia sekitar. Hal-hal yang menarik bagi mereka cenderung berfokus pada pengalaman yang mendalam, bersifat sosial, dan sering kali terhubung dengan budaya baik itu pop atau tradisional. Festival juga cenderung menghadirkan unsur-unsur yang berasal dari tren yang sedang berkembangÂ
Kecenderungan berfestival riyah ini juga terjadi di kota Yogyakarta. Kota ini juga dikenal dengan banyaknya jumlah festival yang digelar sepanjang tahun. Festival di Jogja didorong oleh pusat-pusat budaya yang dimiliki dan populasi anak muda yang cukup strategis.
Hidupnya iklim festival di Jogja didukung dengan adanya bantuan pemerintah dan komunitas yang mewadahi. Jika merujuk pada pernyataan mantan ketua Jogja Festival Forum & Expo (JFFE) di tahun 2022, Satya Brahmantya, jumlah festival yang terdaftar sebagai anggota Jogja Festival mencapai 72 festival.
Sedangkan menurut keterangan dari Visitingjogja, terdapat 126 event yang digelar di kota Yogyakarta pada tahun 2024. Event-event ini terdiri dari perayaan kebudayaan, festival seni, pariwisata, olahraga, karnaval dan berbagai macam lomba (Calendar of Event 2024 "Journey to Wonderful Jogja", 22/2/2024).
Kegemaran mengadakan festival juga merambah ke dunia kampus. Mahasiswa-mahasiswa biasanya sangat antusias dengan agenda-agenda festival yang dirayakan di lingkungan fakultas. Seperti halnya di Fakultasku, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum) UIN Sunan Kalijaga.
Dalam setahun, organisasi mahasiswa dari tiga program studi yang ada di fakultas akan meagendakan acara festival yang mewakili jurusan masing-masing. Hal tersebut dikarenakan festival dianggap sebagai acara yang paling mewah di antara program-program lain. Jika dihitung dari jumlah prodi, kurang lebih festival akan digelar sebanyak 3 kali dalam 1 tahun di Fishum.
Jiwa-jiwa uforia mahasiswa mulai terpancing Ketika tanggal festival telah diumumkan. Mereka berbondong-bondong menuju halaman kampus dan membeli segala jenis jajanan yang dijual di area Streetfood. Mereka juga akan sangat besemangat untuk menghadiri acara puncak berupa pentas musik, tari, dan juga teater. Sosiabilitas mahasiswa digital native dan remaja jompo akan meluap di acara festival.
Fenomena berfestival riyah di atas menjadi hal yang menarik untuk dianalisis. Para pemuda dan mahasiswa merupakan para Agen yang secara sukarela meramaikan agenda-agenda festival. Berbeda dengan program-program lainnya yang membutuhkan branding yang lebih untuk menarik partisipan yang hadir. Naluri pemuda terdorong untuk bertindak Ketika mendengar adanya festival.
The Agency
Untuk memahami tindakan pemuda sebagai Agen Sosial, perlu kiranya kita memahami bagaimana seorang Agen bertindak.
Dalam menganalisis tindakan Agen, analisis seorang sosiolog Bernama Mustafa Emirbayer adalah bentuk analisis kontemporer yang sekiranya sangat cocok. Mustafa Emirbayer memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang sosiologi dari Universitas Harvard pada tahun 1989 dan merupakan Profesor Sosologi di Universitas Wisconsin di Madison, Amerika Serikat. Emirbayer banyak menulis karya-karya interdisipliner dalam Analisa sosiologi kontemporer.
Baginya, diskursus mengenai tindakan Agensi merupakan perdebatan panjang yang tak kunjung selesai. Di satu sisi, para penganut mazhab strukturalis memahami bahwa tindakan agensi itu terkurung dalam istilah Embeddedness, artinya selalu terikat. Mereka akan bertindak apabila terdapat stimulus dari norma atau lingkungan (Emirbayer and Mische 1998; Hlm 965). Mazhab disebut sebagai Nonrational-Normative.
Jika anda penganut mazhab ini, cara yang mungkin digunakan dalam menarik partisipan untuk sebuah program adalah dengan Tekanan Moral yang kuat. Bisa juga membuat aturan-aturan dengan konsekuensi ketika si Agen tidak mau diatur.
Di sisi lain, mazhab Rational-Utilitarian, yang dipelopori oleh teoritikus Pilihan Rasional, menganggap bahwa tindakan Agen dibangun di atas dasar Maximize Utility (memaksimalkan keuntungan). Jadi, para agen akan bertindak jika suatu tindakan itu memberinya keuntungan (Fukuyama 1996; Hlm 24-25). Dalam praktiknya, pandangan ini diimplementasikan dengan strategi memberikan iming-iming terhadap partisipan. Misalkan dengan dihadirkannya konsumsi agar acara ramai, atau dengan memberikan amplop seperti yang sering terjadi di beberapa acara seminar.
Namun, Emirbayer memandang Agency dengan pandangan yang jauh lebih kompleks. Baginya, Tindakan seorang Agen secara relasional dipengaruhi oleh keterlibatan aktor-aktor dari berbagai lingkungan, yang kemudian berinteraksi antara kebiasaan, imajinasi, dan penilaian, dan bergerak responsif terhadap situasi sejarah yang berubah (Emirbayer and Mische 1998; hlm 970).
Secara spesifik, tindakan Agen dapat dipengaruhi dalam tiga dimensi; Iterasional, Proyektif, dan Praktis-evaluatif. Dimensi Iterasional merujuk pada tindakan Agen yang dihasilkan dari Interaksi terhadap pengalaman masa lalu yang perlahan terinternalisasi (Emirbayer and Mische 1998; hlm 971). Misalkan acara-acara yang secara tradisi pasti diadakan tiap tahunnya, seperti ospek pada penerimaan kampus ataupun perayaan tahun baru.
Dalam konteks festival di kampus, mahasiswa menganggap bahwa festival yang diadakan oleh program studinya menjadi sebuah agenda wajib tiap tahun. Selain itu, pengalaman mengikuti festival sebelumnya juga akan menjadi memori yang mendorong tindakan untuk mengadakan festival selanjutnya.
Berikutnya adalah Dimensi Proyektif. Dimensi berbicara tentang rangsangan imajinatif mengenai kemungkinan aksi di masa depan. Tindakan dalam dimensi ini, merupakan hasil dari refleksi harapan, ketakutan, dan keinginan aktor-aktor terhadap masa depan (Emirbayer and Mische 1998; hlm 971). Dalam hal ini, impuls yang mendorong tindakan adalah bayang-bayang Agen terhadap masa depan.
Di festival, pemuda ataupun mahasiswa akan menggunakan kesempatan ini untuk bertemu dengan banyak orang sebagai usaha membangun relasi. Mereka memiliki kesempatan untuk bertemu dengan orang baru dan menciptakan peluang kerja sama di masa depan. Terkadang band-band ataupun teater baru akan sukarela tampil di festival tanpa dibayar. Hal ini bertujuan untuk menaikan nama grup mereka terlebih dahulu.
Di lain sisi, wacana-wacana yang dibawa di festival itu bersifat mengkampanyekan sesuatu, entah itu mengkampanyekan kearifan lokal di festival budaya, ataupun kampanye lingkungan yang dilakukan Sosiofest 2024. Cara festival dianggap paling ampuh untuk mengkampanyekan berbagai isu dikarenakan ketertarikan masa akan festival. Tidak heran jika pemerintah Yogyakarta sering mensuport acara-acara festival.
Terakhir adalah Dimensi Praktis-evaluatif. Dimensi ini melibatkan kapasitas aktor untuk membuat penilaian praktis dan normatif di antara jalur-jalur aksi alternatif. Aksi alternatif muncul karena tuntutan, dilema, dan ambiguitas yang timbul dari situasi yang sedang berkembang saat ini (Emirbayer and Mische 1998). Hal cenderung terjadi apabila cara-cara lama sudah tidak relevan atau terdapat tuntutan untuk beradaptasi dengan situasi darurat. Â Selain bisa dijadikan bentuk kampanye alternatif, Mungkin di festival lah para anak muda mendapatkan hiburan dengan paket komplit di tengah situasi minim budget.
Ketiga dimensi tadi adalah cara untuk menganalisis bagaimana seorang Agen bertindak. Tindakan Agen merupakan respon dari refleksi masa lalu, masa kini, dan masa depan (Emirbayer and Mische 1998; hlm 972). Tindakan si Agen tidak semudah terjadi karena dorongan norma atau memaksimalkan keuntungan semata.
Persoalan menarik partisipan dalam konteks program tidak sepenuhnya efektif jika hanya menggunakan strategi Embeddedness. Baru-baru ini aku menyaksikan banyak acara seminar yang sepi walaupun yang diundang adalah pejabat daerah atau pejabat kampus.
Demikian juga ketika hanya menggunakan strategi Maximize utility semata. Tidak jarang terlihat penampakan acara seminar yang sepi walaupun menyediakan konsumsi makan siang, dan diakhiri dengan panitia yang masing-masing membawa selusin kotak nasi untuk dibawa pulang. Sangat berbeda denga cara festival yang partisipannya cenderung menghabiskan uang di streetfood secara sukarela.
Referensi :
Emirbayer, Mustafa, and Ann Mische. 1998. "What Is Agency?" American Journal of Sociology 103(4):962--1023. doi: 10.1086/231294.
Fukuyama, Francis. 1996. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. Simon and Schuster.
Program, Admin. 2024. "Calendar of Event 2024 "Journey to Wonderful Jogja"." Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Retrieved November 28, 2024 (https://visitingjogja.jogjaprov.go.id/40576/calendar-of-event-2024-journey-to-wonderful-jogja/).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H