Mohon tunggu...
Alkautsar HolzianAkbar
Alkautsar HolzianAkbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Sosiologi/Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Buku sejarah dan filsafat adalah 2 genre buku yang sangat saya gemari. Walaupun saya suka pilih-pilih penulis mana yang bukunya saya anggap "nyaman" untuk dibaca. Buku-buku yang nyaman untuk dibaca memang banyak. Namun, menuliskan teori filsafat atau sebuah peristiwa dalam sejarah dengan detail tetapi "nyaman" untuk dibaca bukan pekerjaan mudah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aksi Solidaritas Santri, Dari Pada Rasis Mending Nuntut Miras

30 Oktober 2024   13:44 Diperbarui: 30 Oktober 2024   15:02 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam menganalisa konflik, literatur sosiologi menyediakan banyak cara dalam mengartikan sebuah konflik, atau memahami bagaimana alur konflik berjalan. Tentunya cara-cara analisis ini akan berbeda tergantung teori mana yang digunakan. Salah satu teori koflik yang cukup terkenal adalah teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Alfred Coser.

Coser merupakan sosiolog Jerman-Amerika, lahir di Berlin pada tahun 1913 dan mengenyam Pendidikan tinggi di Amerika. Ia menjabat sebagai presiden ke-66 Asosiasi Sosiologi Amerika pada tahun 1975. Coser banyak berkontribusi di dunia sosiologi khususnya di bidang kajian konflik. Dalam bukunya yang berjudul "The Functions of Social Conflict", Coser memiliki pandangan yang berbeda dengan teoritikus-teoritikus konflik sebelumnya.

Hal yang paling dikenal dari teori konflik Coser adalah ia memandang bahwa konflik tidaklah selalu bersifat negatif. Konflik juga memiliki fungsi tersendiri dalam merawat tatanan sosial masyarakat. Di kehidupan sehari-hari, konflik bahkan menjadi hal yang paling fundamental bagi kita. Coser menekankan bahwa konflik dapat menjadi sumber integrasi di antara masyarakat dan memicu adanya kompromi dalam komunikasi antar pihak. (Novri Sausan 2014)

Misalkan, Demonstrasi dalam Aksi Solidaritas Santri. Demonstrasi ini telah mengintegrasi ribuan santri yang berasal dari berbagai pondok pesantren di Yogya serta mendorong mereka untuk turun ke jalan. Aksi ini berhasil mempertemukan berbagai pihak yang mungkin belum pernah saling mengenal sebelumnya. 

Di sisi lain, aksi ini memediasi komunikasi masyarakat dengan pemerintah dengan menuntut peredaran Miras yang marak terjadi di Yogya. Bentuk komunikasi yang demikian menimbulkan respon dari aparat untuk menangani masalah yang sebelumnya jarang sekali dibahas. Aksi ini juga yang kemudian menggiring publik untuk memperhatikan Undang-undang perederan Miras.

Kamera Pribadi
Kamera Pribadi

Coser juga membagi konflik berdasarkan dua jenis, yakni Realistis dan non-Realisti. Konflik Realistis merujuk pada konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan keuntungan yang seharusnya didapat oleh pihak yang berkaitan. Tuntutan dalam konflik ini diarahkan kepada objek yang awalnya menjanjikan terpenuhinya tuntutan tersebut. Semisal para buruh yang menuntut pemerintah untuk merevisi Undang-Undang ketenaga-kerjaan yang nyatanya tidak memberikan kesejahteraan yang dijanjikan sebelumnya. (George Ritzer 2005)

Sedangkan konflik non-Realistis bukan berasal dari tujuan-tujuan yang diperebutkan antara pihak yang bersaing dan tidak untuk mengalahkan seorang antagonis. Konflik ini bertujuan untuk meredakan ketegangan antar pihak yang berkonflik atau meredakan agresi salah satu pihak. Konflik ini bekerja dengan memunculkan "Kambing Hitam" baru sebagai lawan. Kambing Hitam baru didatangkan karena prasangka (Prejudice) dari sang penuntut tidak dapat dihilangkan. Simpelnya, objek tuntutan dialihkan pada hal yang lain agar konflik tersebut reda atau terhindar.

Seperti yang saya ceritakan di atas, aksi demonstrasi ini mempertegas dari "Penyebab atau Motif dari adanya konflik" berupa peredaran Miras. Selain memiliki tujuan ideologis, tuntutan terhadap peredaran Miras juga bisa disebut pendatangan Kambing Hitam (Coser 1956). Tentunya Prejudice masyarakat akan terarah pada hal-hal yang berkaitan dengan pelaku, dan itu tidak dapat dihindari. Jika prasangka diarahkan kepada etnis atau identitas lain dari pelaku, hal ini dapat menyebabkan bentrokan baru (jenis bentrokan antar-etnis). Bahkan hal tersebut berpotensi menimbulkan opini-opini kontra-produktif (isu rasisme).

Oleh karena itu, hadirnya Penolakan Miras sebagai tuntutan utama pada demonstrasi santri memberikan dampak yang positif sekaligus meredakan ketegangan etnis. Ketegangan etnis sangat rentan dan sering terjadi di Yogya. Isu etnisitas dan kedaerahan merupakan hal yang sensitif karena cenderung bias dan melayani sentimen. Dengan Langkah yang dilakukan oleh para santri, peristiwa bentrokan etnis setidaknya dapat dikurangi potensinya.

Saya pribadi menganggap tindakan para inisiator demonstrasi dan seluruh elemen yang ikut dalam aksi telah mengambil Langkah yang bijak. Sadar atau tidak, seluruh masyarakat masih berusaha menjaga kerukunan antar umat yang beragam. Taktik yang dilakukan di atas akan benar-benar berdampak positif apabila diarahkan pada tujuan yang tepat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun