Memberi: Seharusnya dan Kenyataan
“Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya
Bukan menerima sebanyak-banyaknya”
( Muhammad Darwis)
SAAT semuanya ada, saat itu pula kita bisa tersenyum dengan tenang. Kata-kata di atas membangunkan kita pada ruang penyadaran, betapa pentingnya kita berbuat dan bertindak dalam berkehidupan di mayarakat. Semakin banyak memberi maka kita pun akan semakin banyak menerima, karena dengan memberi berarti kita sudah menanamkan ketenangan pada diri kita.
Penulis banggadengan kawan-kawan kita yang tak pernah lelah untuk mengajari berbagi dengan sesama.Tapi, saat ini kerinduan hanya jadi tetesan air hujan yang berhenti ketika gelombang udara mulai rendah. Itulah kehidupan yang harus kita jalani kawan…!! roda kehidupan di dunia ini selalu berputar dan tidak mungkin kita bisa mengulang kembali.
Sedikit mengutip dari syairnya -Iwan Fals- mengenai tenggang rasa dalam berbagi: Ada benarnya nasehat orang-orang suci/ Memberi itu terangkan hati/ Seperti matahari yang menyinari Bumi//. Saya jadi teringat sewaktu Organisasi kami, baru saja menerima bantuan beras untuk kemakmuran organisasi. Tiga hari kemudian datanglah Seseorang yang mengatas namakan warga setempat. Dengan hati terbuka akhirnya kami pun memberikan sebagian beras untuk kemaslahatannya. Sengaja cerita ini saya angkat, paling tidak seperti itulah potret realitas yang terjadi di lingkungan kami.
Andaikata peristiwa tadi ditarik pada masa kekinian, mungkin masih banyak saudara-saudara kita nan jauh disana yang membutuhkan uluran tangan kita. Peristiwa demi peristiwa telah menggoreskan kesedihan bagi negeri tercinta ini. Mulai dari gempa dan tsunami di Mentawai hari rabu (27/10), letusan Gunung Merapi selasa (26/10), meningkatnya aktivitas Gunung Papandayan (27/10), jebolnya Tanggul Sungai Cikunir di Tasikmalaya (27/10), lahar Gunung Galunggung yang rusak.
Mungkin kita masih bisa duduk dengan tenang di atas sofa, bercengkrama dengan keluarga sambil melihat hiburan di TV. Memang tidak salah ketika kita membuat tersenyum keluarga kita sendiri. Tapi, pernahkah kita membayangkan dalam waktu yang bersaman berapa banyak orang-orang yang hidupnya ditemani dengan kesedihan, kelaparan, dan kesengsaraan. Bahkan, mereka ikhlas sekalipun tidur di tempat pengungsian. Air mata mereka mengalir tanpa ada yang merubahnya menjadi senyuman, mereka butuh makanan yang bisa mengenyangkan perutanya.
Jauh dari itu mereka juga tidak hanya membutuhkan materi. Justru siraman rohani, penghibur jiwa, mungkin mereka lebih senang jika kita bisa bermain bersama mereka. Agar apa yang sebenarnya terjadi bisa terlupakan sesaat.
Sejatinya setiap peristiwa pasti memiliki hikmah tersendiri, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Dari segala realitas yang terjadi, kita bisa belajar untuk lebih menumbuhkan jiwa sosial kita. Karena dengan demikian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H