Mohon tunggu...
Alkautsar W Nugraha
Alkautsar W Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Program Studi Industri Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi, Larangan, dan Kebiasaan di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar

10 Maret 2023   09:05 Diperbarui: 10 Maret 2023   09:14 6948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kampung Adat Ciptagelar merupakan sebuah desa di Kabupaten Sukabumi yang masyarakatnya masih memegang erat tradisi leluhur sebagai orang Sunda. Berbagai kegiatan dilakukan sesuai kebiasaan nenek moyang seperti cara bertani hingga gaya berpakaian.

Sebagai masyarakat yang masih memegang erat tradisi leluhur, masyarakat di kampung Adat Ciptagelar memiliki Kesenian tradisonal Jipeng  (Tanji dan Topeng) di Kampung adat Gede Kasepuhan Banten Kidul Ciptagelar tidak tersentuh program pemerintah akhirnya dapat diwariskan ke generasi muda melalui program Pewarisan Kesenian Tradisional. Bahkan kesenian buhun (tua) bukan hanya dapat dimainkan generasi muda, tapi juga pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat melalui Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat dapat merealisasikan penggantian alat musik Jipeng yang pernah dimainkan secara lengkap terakhir kali tahun 1940.  "Program (Pewarisan Kesenian Tradisional) yang dilakukan pemerintah seperti ini yang kami harapkan sejak dulu. kalau mengenai tradisi turun temurun bercocok tanam ataupun adat istiadat dapat kami lakukan, tetapi yang berkenaan dengan kesenian kami menemui kendala. Terutama dalam hal peralatan keseniannya," ujar Abah Ugi yang dikenal dengan sebutan Abah Anom, sesepuh adat Kampung adat Gede Kasepuhan Banten Kidul, yang membawahi 586 Kampung adat Kasepuhan, dalam sambutannya pada pegelaran Kesenian Tradisional Jipeng hasil program Pewarisan Kesenian Tradisional yang bertepatan dengan tradisi Malem Opat Welasan.Kegembiraan masyarakat Kampung adat Kasepuhan Banten Kidul karena dapat menyaksikan kembali kesenian tradisional Jipeng dengan menggunakan alat kesenian lengkap seperti terakhirkali ditampilkan pada tahun 1940an, diungkapkan kepala Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, Dra. Hj. Rosdiana Rachmiwaty, merupakan keberhasilan program yang sudah dilaksanakan Sejak tahun 2007. "dibutuhkan tenaga, waktu dan pikiran cukup panjang untuk menjadikan bentuk kesenian buhun dalam kondisi puluhan tahun lalu dalam masa kekinian secara lengkap," ujar Rosdiana, mewakili Kadisparbud Jabar Drs. Nunung Sobari yang berhalangan hadir. Kesenian Jipeng merupakan kesenian tradisional di Kampung adat Gede Kasepuhan Banten Kidul Ciptagelar, di Kamp. Sukamulya Ds. Sirnaresmi, Kec. Cisolok, Kab. Sukabumi, yang menampilkan Barisan Tatabeuhan dengan memainkan lagu-lagu buhun seperti, Jiro, Kipas Kirey, Adem Ayem, Peuyeum Gaplek, Mapay Rokok dan lainnya.

Sejak puluhan bahkan seratus tahun silam dengan menggunakan alat trombone, klarinet, bariton, coronet, snare dan bas drum (sebagai terbang) dimainkan mengiringi upacara tradisi Ngaseuk, Turun Nyambut, Mipit,Mocong, Ngunjal, Nganyaran, Ponggokan, Serentaun, hajatan agustusan, taun baru, mulud, dan lain-lain. Terakhir tampil dengan menggunakan alat lengkap tahun 1940-an, karena kondisi usia alat warisan Belanda yang mengalami rusak, satu persatu alat musik dipensiunkan. "Terakhir dipaksakan dimainkan pada tahun 2004 pada acara Seren Tahun, itupun tidak utuh dan baru tahun ini Jipeng kembali tampil dengan alat utuh berkat Taman Budaya," ujar Abah Ugi, yang berharap usia alat musik Jipeng akan bertahan lama sampai ke anak cucunya kelak.

Terdapat beberapa larangan dan kebiasaan yang saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat  Kampung Adat Ciptagelar, diantaranya:

1.Tidak memperjual-belikan beras,

2.Pantang untuk menggiling beras dengan mesin heler,

3.Dan pantang mengeluarkan beras di waktu-waktu tertentu.

4.Dalam kesehariannya, masyarakat yang tinggal di Kasepuhan Ciptagelar memiliki beberapa keunikan diantaranya sebagai berikut:

1. Etika berpakaian

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar mempunyai aturan khusus yaitu menggunakan ikat kepala bagi laki-laki dan menggunakan kain yang dililitkan ke pinggang bagi kaum perempuan. Arti dari aturan ini yaitu hidup wajib saling terikat serta menjaga kebersihan. Untuk tamu yang berkunjung harus mengikuti aturan berpakaian disini tanpa terkecuali.

2. Tata cara makan

Kasepuhan Ciptagelar masih mempertahankan norma adat yang diwariskan oleh leluhur begitu juga dalam adab makan sehari-hari. adat makan yaitu piring wajib diletakkan pada bawah, makan tidak boleh sembari berbicara, tidak boleh terdapat bunyi waktu menyendok kuliner pada piring, serta wanita tidak boleh makan dengan duduk bersilang. wanita yang sehari-hari memakai kain akan sangat tidak cantik ditinjau Bila duduk bersilang. Selain itu wanita pula diperlukan dapat berperilaku cantik, lemah lembut, serta sopan.

3. Asal beras

Modernisasi dalam bidang pertanian tidak berlaku pada Kasepuhan Ciptagelar. Kasepuhan ini masih memanfaatkan kebudayaan usang yaitu memisahkan gabah padi menggunakan lesung serta alu. Beras yg nantinya akan dimasak, gabah pada padi baru akan dipisahkan pada pagi hari. kegiatan ini dilakukan oleh wanita asal Kasepuhan Ciptagelar.

4. Memasak beras masih dengan cara tradisional

Zaman sekarang, mengolah nasi sudah menjadi lebih simpel dengan banyak sekali teknologi yang tersedia. namun, warga kasepuhan tetap mempertahankan memasak nasi dengan cara tradisional. keberadaan kompor gas hanya dipergunakan buat mengolah sayuran serta lauk " pauk. Tentu saja cara tersebut mengacu pada kebudayaan sunda yg telah turun - temurun. alat yg dipergunakan antara lain: tungku (hawu), dandang (seeng), kukusan (aseupan), dan kayu bakar.

5. Padi diibaratkan nyawa

Hasil panen padi tak diperjualbelikan melainkan hanya untuk konsumsi eksklusif warga Kasepuhan Ciptagelar. Abah Ugi - kepala tata cara - menyebutkan bahwa padi/ beras cukup buat kebutuhan masyarakat disini sebagai akibatnya kita tidak perlu impor beras berasal luar lagi.

6. Listrik yang digunakan berasal dari inovasi Kasepuhan Ciptagelar

Air selain sumber pertanian namun pula digunakan menjadi asal listrik. Kasepuhan Ciptagelar tidak teraliri listrik dari PLN tetapi menggunakan alat mikrohidro. Mikrohidro digerakkan memakai air untuk mengaliri listrik pada kawasan Kasepuhan.

7. Masyarakat luar kasepuhan yang menikah dengan masyarakat kasepuhan wajib tinggal di kasepuhan

Saat aku berkunjung ke Kasepuhan Ciptagelar, saya mendengar cerita asal salah satu masayarakat disana bahwa orang tuanya terlebih ayahnya berasal dari luar kasepuhan. Ayahnya menikah menggunakan ibunya yang artinya seorang berasal kasepuhan. Sesuai adat, Bila ada seseorang luar kasepuhan yang menikah menggunakan orang kasepuhan wajib tinggal pada kasepuhan dan mengikuti aturan tata cara yang berlaku

8. Upacara sereh taun yang diadakan setiap tahunnya

Upacara Sereh Taun dimaksudkan untuk menghormati leluhur serta menjadi ungkapan rasa syukur atas akibat panen padi yang telah dilakukan. kegiatan yang terselenggara setiap tahunnya ini menjadi daya tarik wisatawan buat berkunjung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun