Kisah pendek yang akan saya ceritakan ini hampir selalu terjadi saat saya sekeluarga pulang kampung ke Temanggung, Jawa Tengah. Â Yang terakhir terjadi saat lebaran tahun ini. Yaitu kisah tentang segelas kopi manis.
Kisah ini sebenarnya kisah ringan, tetapi menyangkut dua sisi yang agak bersebrangan antara ibu dan istri saya. Jadi saya harus bisa memutuskan dengan bijak, dengan memperhatikan kepentingan keduanya.
Sejak beranjak remaja, setiap pagi ibu selalu menyiapkan segelas kopi yang sangat manis untuk saya. Bertahun-tahun saya menikmati seduhan kopi yang digoreng dan ditumbuk sendiri oleh tangan ibu itu.
Selain dikonsumsi sendiri, kopi juga dijual di warung di rumah yang dijaga oleh ibu dan bapak.
Beberapa teman memberikan testimoni bahwa kopi buatan ibu rasanya istimewa, lain dari yang lain. Ada teman dari kota lain yang selalu memesan kopi tersebut setiap kali berkunjung ke rumah orang tua.
Di sisi lain, sejak beberapa tahun ini kadar gula saya cukup tinggi. Istri saya sangat ketat mengatur dan mengawasi apa yang saya minum.
Di rumah di Depok, Jawa Barat, saya hanya dibuatkan minuman teh, kopi atau seduhan rempah tanpa gula. Boleh minum manis, tetapi hanya sesekali dan harus pakai madu.
Setiap kali mudik, ibu selalu berbisik dan menawari apakah saya mau dibuatkan segelas kopi manis. Demi menyenangkan hati beliau, saya selalu mengiyakan tawaran tersebut dengan tambahan catatan gulanya sedikit saja.
Begitu kopi terhidang saya harus cepat-cepat menghabiskannya. Kalau ketahuan istri, saya harus siap-siap mendengarkan kuliah panjang lebar tentang bahaya gula.
Bahkan kadang-kadang dia mencicipi kadar manis kopi yang tersisa di gelas.
Kalau sudah begitu, saya hanya akan bilang tidak apa-apa sesekali minum manis. Sekali pagi, sekali siang dan sekali malam! Ha ha ha.
Tidaklah! Saya tetap berusaha untuk mengakomodasi kedua beliau itu karena masing-masing tentu punya maksud dan tujuan yang baik.
Ibu ingin menyenangkan anak lelakinya yang kini sudah beranjak tua dan istri ingin suaminya tetap sehat.
Bagaimanapun, saya harus bisa melakukan kompromi dengan baik agar bisa diterima oleh semua pihak.
Semangat pagi, Semangat ngopi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H