Aliran sungai ini panjangnya sejauh 366 km, mengalir dan membelah Taman Nasional Gunung Leuser dan berujung di Samudera Indonesia.
Uniknya sungai ini mempunyai beberapa nama. Di Gayo Lues, masyarakat setempat menyebutnya dengan Aih Agusen atau Aih Betong.Â
Nama Lawe Alas atau Sungai Alas hanya dikenal di wilayah Aceh Tenggara. Sementara di Aceh Singkil namanya berganti menjadi Sungai Singkil dan di Kota Subulussalam masyarakat menyebutnya dengan Lae Soraya.
Mengandung Emas
Bebatuan di sepanjang Sungai Alas cukup bagus bentuknya. Istri saya senang sekali mengumpulkan bebatuan yang bentuk dan warnanya beragam. Dia tidak mengambil batu, hanya memotret saja. Di zaman batu akik menjamur dulu, kayaknya batuan dari wilayah Aceh juga banyak dicari orang.
Mereka mendulang emas dengan cara tradisional menggunakan wajan atau kuali. Pemeritah daerah setempat melarang warga menggunakan air raksa dan alat berat eksavator dalam melakukan pendulangan tersebut.
Keuntungan yang didapat dari pekerjaan ini cukup besar. Ada warga yang mengaku bisa mengantungi pendapatan sebesar Rp 1 juta dalam sehari. Yang lainnya mengaku mendapat 100 ribu hingga 300 ribu rupiah. Mereka menjual biji emas yang didapat di pasar Pagi Kutacane.
Betah Berlama-lama di Sungai Alas
Pada suatu pagi, saya dan istri menyempatkan diri jalan-jalan di sekitar Sungai Alas. Seperti 31 tahun lalu, saya bisa menikmati betul kesegaran air Sungai Alas dan pemandangan indah yang mengitarinya.