Alhamdulillah, awal Maret 2021 ini saya diberi kesempatan jalan-jalan ke Kutacane, ibu kota Kabupaten Aceh Tenggara. Secara pribadi, saya punya kenangan yang cukup mendalam dengan kota ini.
Nun jauh di masa lalu, pada tahun 1990 atau sekitar 31 tahun lalu, saya pernah menjelajahi wilayah ini selama kurang lebih 4 bulan.
Saat itu usia saya masih imut-imut, 22 tahun, status mahasiswa tingkat akhir di Fisipol UGM Yogyakarta. Kuliah sudah tuntas. Mata kuliah sebanyak 144 SKS sudah saya rampungkan, termasuk KKN dan skripsi. Saya tinggal menunggu wisuda.
Saya mengambil sebuah keputusan untuk menunda wisuda selama satu semester. Ada pertimbangan di balik keputusan itu. Saya ingin melakukan sesuatu sebelum lulus kuliah. Sesuatu itu tentu harus yang bermanfaat untuk perjalanan hidup saya selanjutnya.
Karena alasan ini saya memutuskan untuk bergabung melakukan sebuah perjalanan yang biasa disebut khuruj selama 4 bulan dengan Jamaah Tabligh.
Khuruj fi Sabilillah
Khuruj atau lengkapnya khuruj fi sabilillah secara harfiyah artinya keluar di jalan Allah. Satu program khusus dalam Jamaah Tabligh dengan cara meluangkan waktu, diri dan harta selama masa tertentu untuk belajar mendisiplinkan diri dalam mengamalkan agama serta mengajak orang lain untuk bersama-sama mengamalkan agama.
Kegiatan seperti ini ada di seluruh dunia, sehingga jamaah Indonesia bisa melakukan perjalanan serupa ke luar negeri. Dimulai dari perjalanan ke India, Pakistan dan Banglades, kemudian bisa melanjutkan ke berbagai belahan dunia lainnya.
Di Indonesia, kegiatan ini juga sudah tersebar ke seluruh wilayah nusantara. Sampai di pelosok desa kita bisa menjumpai kegiatan mereka.
Program khuruj dilakukan secara berjenjang. Mulai dari durasi pendek 3 hari, 40 hari hingga 4 bulan.