Setelah melalui perjalanan kurang lebih selama 4 jam dari Kota Lhokseumawe, akhirnya saya dan rombongan tiba di Takengon, ibukota Kabupaten Aceh Tengah. Â Kota ini berada di dataran tinggi sekitar 1200 meter di atas permukaan laut. Sehari-hari, kota penghasil kopi terbaik di Indonesia ini biasanya berhawa sejuk.
Saat kami datang, matahari tepat berada di atas kepala. Udara cukup panas, angin pegunungan yang berhembus cukup kencang, sedikit mengurangi hawa panas tersebut.
Tujuan kami datang ke Takengon adalah untuk melakukan audit di sebuah kantor cabang. Setelah itu, kami punya sedikit waktu untuk mengelilingi Takengon.
Ada dua aktifitas yang sebaiknya tidak ditinggalkan saat berkunjung ke kota ini. Yang pertama adalah mengunjungi Danau Laut Tawar. Yang kedua, mengunjungi sekaligus mencicipi kopi Arabika terbaik di pabrik pengolahan kopi yang banyak tersebar di kota ini.
Danau Laut Tawar Â
Danau Laut Tawar adalah ikon Kota Takengon. Â Danau ini luasnya meliputi 5.472 hektar dengan panjang mencapai 17 km. Karena luasnya, orang setempat menyebutnya sebagai laut atau lut. Karena airnya tidak asin, maka sebutannya ditambah dengan kata "tawar", sehingga lengkapnya menjadi Danau Laut Tawar atau dalam bahasa setempat biasa disebut dengan Danau Lut Tawar.
Pemandangan danau ini sangat indah diambil dari sudut mana pun. Ada bagian-bagian yang mirip dengan pemandangan Danau Toba di Sumatera Utara. Ada bagian-bagian lain yang khas pemandangan Danau laut Tawar.
Alhamdulillah, saya sempat mengililingi danau ini secara utuh. Dari sudut yang tinggi, maupun langsung turun ke danau.
Penjelajahan pertama saya dimulai dari sudut bagian barat danau ini. Saat itu, kami baru tiba di Takengon dan langsung diajak makan siang.
Menu utamanya adalah masakan khas Gayo, Masam Jing atau asam pedas. Di rumah makan Padang, menu ini hampir mirip dengan masakan asam padeh. Masam Jing disajikan dengan bumbu agak kental dan rasa khas asam pedas. Ikan yang dimasak bisa mujair, lele, nila, gabus atau yang lainnya.
Sambil menyantap Masam Jing, kami terus menikmati keindahan Danau Laut tawar yang ada di sekitar rumah makan tersebut.
Penjelajahan berikutnya berlanjut ke sisi utara dan timur danau. Setelah meletakkan barang-barang di hotel, saya mencari becak untuk berkeliling danau. Saat itu waktu sudah menjelang ashar. Jadi saya hanya keliling di tempat yang tidak terlalu jauh dari hotel.
Perjalanan pulang pergi dengan becak memakan waktu sekitar 1 jam. Di beberapa spot saya sempat turun dan mengambil beberapa gambar.
Di salah satu pinggir danau ini, dibangun sebuah cafe yang cukup menarik dan instagrammable. Para pengunjung bisa memesan kopi arabika sekaligus mengambil gambar dengan latar belakang danau. Disini juga terdapat sebuah dermaga untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang naik perahu berkeliling danau.
Setelah itu perjalanan dianjutkan ke spot sejuta umat. Sebuah tempat yang agak luas, disitu juga terdapat dermaga dan tulisan besar dengan huruf warna-warni "Danau Lut Tawar". Wilayah ini menurut saya yang ingin ditonjolkan sebagai salah satu tujuan utama wisata Danau Laut Tawar. Tetapi sampai disini, justru merupakan titik lemah dalam pengelolaan danau ini.
Saya agak kurang suka dengan tulisan-tulisan di tempat wisata yang menunjukkan nama tempat tersebut. Sepertinya tulisan semacam ini menjadi kelatahan dalam pengelolaan wisata di hampir semua tempat di tempat wisata di Indonesia.
Seolah-olah orang akan bangga berfoto dengan latar belakang tulisan tersebut. Saya pribadi termasuk orang yang tidak begitu suka dengan model semacam ini.
Biarlah tempat wisata yang ada berbicara dengan keasliannya. Yang perlu ditata menurut saya adalah fasilitas dan akomodasi yang membuat para pengunjung aman dan nyaman datang ke sebuah tempat wisata.
Tulisan kadang dibuat tidak memperhatikan estetika yang menyatu dengan lingkungan. Selain itu tulisan tersebut justru malah mengganggu keasrian dan eksotisme tempat wisata yang kita tuju.
Karena waktu sudah agak gelap, saya memutuskan untuk mengakhiri perjalanan mengelilingi danau di sore itu. Saya segera kembali ke hotel untuk mandi dan istirahat.
Pada hari kedua, kami melanjutkan perjalanan sisa Danau Laut Tawar yang belum dikelilingi. Dimulai dari wilayah Bintang, kami berhenti di sebuah dermaga. Disitu dibangun sebuah kafe di atas danau. Selfie dengan latar belakang Danau Laut Tawar menjadi pilihan menarik bagi para pengunjung.
Bagi yang membawa anak-anak bisa menyewa perahu kecil untuk sekedar berkeliling di sekitar tempat tersebut.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan keliling di bawah bukit-bukit yang mengitari danau. Inilah wilayah yang belum banyak digarap. Melewati jalan berkelok-kelok, kita bisa melihat keindahan Danau Laut tawar di bawahnya. Pemandangan yang memanjakan mata.
Saya bersyukur, selama beberapa bulan ini, saya diberi banyak waktu dan kesempatan untuk mengelilingi berbagai sudut tempat di indonesia, terutama di wilayah Aceh dan Sumatera Utara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H