Menu utamanya adalah masakan khas Gayo, Masam Jing atau asam pedas. Di rumah makan Padang, menu ini hampir mirip dengan masakan asam padeh. Masam Jing disajikan dengan bumbu agak kental dan rasa khas asam pedas. Ikan yang dimasak bisa mujair, lele, nila, gabus atau yang lainnya.
Sambil menyantap Masam Jing, kami terus menikmati keindahan Danau Laut tawar yang ada di sekitar rumah makan tersebut.
Penjelajahan berikutnya berlanjut ke sisi utara dan timur danau. Setelah meletakkan barang-barang di hotel, saya mencari becak untuk berkeliling danau. Saat itu waktu sudah menjelang ashar. Jadi saya hanya keliling di tempat yang tidak terlalu jauh dari hotel.
Perjalanan pulang pergi dengan becak memakan waktu sekitar 1 jam. Di beberapa spot saya sempat turun dan mengambil beberapa gambar.
Di salah satu pinggir danau ini, dibangun sebuah cafe yang cukup menarik dan instagrammable. Para pengunjung bisa memesan kopi arabika sekaligus mengambil gambar dengan latar belakang danau. Disini juga terdapat sebuah dermaga untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang naik perahu berkeliling danau.
Setelah itu perjalanan dianjutkan ke spot sejuta umat. Sebuah tempat yang agak luas, disitu juga terdapat dermaga dan tulisan besar dengan huruf warna-warni "Danau Lut Tawar". Wilayah ini menurut saya yang ingin ditonjolkan sebagai salah satu tujuan utama wisata Danau Laut Tawar. Tetapi sampai disini, justru merupakan titik lemah dalam pengelolaan danau ini.
Saya agak kurang suka dengan tulisan-tulisan di tempat wisata yang menunjukkan nama tempat tersebut. Sepertinya tulisan semacam ini menjadi kelatahan dalam pengelolaan wisata di hampir semua tempat di tempat wisata di Indonesia.
Seolah-olah orang akan bangga berfoto dengan latar belakang tulisan tersebut. Saya pribadi termasuk orang yang tidak begitu suka dengan model semacam ini.
Biarlah tempat wisata yang ada berbicara dengan keasliannya. Yang perlu ditata menurut saya adalah fasilitas dan akomodasi yang membuat para pengunjung aman dan nyaman datang ke sebuah tempat wisata.