Lebih dari setahun belakangan ini saya banyak menggunakan taksi atau ojek online saat bepergiaan ke tempat-tempat yang tidak tidak terlalu jauh. Banyak pengalaman menyenangkan yang saya dapatkan ketika naik kendaraan online tersebut. Yang jelas tarifnya lebih murah dan sempat sampai ke tujuan.
Sopir atau tukang ojeknya rata-rata ramah dan saya suka memancing-mancing obrolan dengan mereka. Tentang pendapatan yang setiap hari di dapat, alasan terjun ke angkutan online, latar belakang keluarga, pendidikan dan sebagainya. Mereka biasanya juga dengan senang hati bercerita mengenai pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan tersebut.
Salah satu pengalaman menyenangkan di antaranya saat dapatkan saat saya pergi ke Medan beberapa waktu lalu. Di kota tersebut saya mendapat 10 voucher dengan harga @ Rp 15.000 untuk naik Go-car. Jika saya naik ke tempat tujuan dengan tarif Rp 20.000, maka saya tinggal menambah kekurangannya saja, yaitu Rp 5.000. Jika tarifnya Rp 15.000 atau di bawahnya maka saya tidak perlu membayar ongkos lagi.
Karena itu suatu kali saya agak terkaget-kaget ketika menemui satu dua pengemudi online yang kurang ramah bahkan melakukan kecurangan saat saya menggunakan layanan jasa mereka.
Kurang Ramah dan Manipulasi Aplikasi
Suatu ketika saya kedatangan keluarga di Bandung berjumlah 6 orang, ditambah saya jadi 7 orang. Saya ingin mengajak mereka mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di kota Bandung. Salah satu cara praktis dan murah adalah menggunakan angkutan online. Dalam sehari saat itu saya mengorder sampai 5 kali untuk mengunjungi Museum Geologi, Kebun Binatang, Floating Market, Masjid Raya Bandung dan kembali ke hotel.
Alhamdulillah semua tempat tersebut bisa kami jangkau dengan kendaraan yang bergonta-ganti, rata-rata kendaraannya juga masih baru dan wangi. Karena kami naik bertujuh, maka saya juga selalu memberi tips kepada mereka.
Cuma ada satu driver yang agak menyesakkan dada saya. Ketika tahu kami naik bertujuh, dia langsung mengirim SMS kepada saya dan bilang, "Pak kalau mau ngirit naik angkot saja!" dan selanjutnya masih mengirim beberapa SMS yang saya kira kurang patut.
Sebenarnya kalau dia memang tidak mau menaikkan penumpang ya di-cancel saja, tidak perlu mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan.
Pada kali lain saya juga menjumpai ojek online yang agak nakal. Saya mengorder dari satu tempat ke tempat tinggal saya. Saya lihat di maps dia sudah mendekati tempat saya menunggu.Â
Kemudian di aplikasi seolah-olah  saya sudah diantar ke tujuan. Saya mengetahui itu karena tiba-tiba di ponsel saya muncul permintaan untuk memberikan rating dan deposit saya juga sudah terpotong. Untuk hal yang seperti ini saya langsung melaporakan ke cs angkutan online tersebut dan akhirnya deposit saya dikembalikan.
Pengalaman lain yang juga kurang mengenakkan adalah ketika saya mengorder dan membayar dengan menggunakan deposit saya, tiba-tiba di tempat tujuan sang driver meminta saya uang tunai. Kejadian seperti ini sudah saya alami sebanyak tiga kali.
Saya hanya bisa mengelus dada dan mengalah membayar tunai kepada mereka. Ketika saya terangkan bahwa saya tadi mengorder dengan bayaran deposit, mereka menjawab mungkin tadi saya salah memencet tombol cash bukan tombol bayar dengan deposit.
Saya bilang rasanya saya tidak mungkin melakukan hal itu. Kedua tombol tersebut letaknya ada jarak. Jika kejadiannya baru sekali saya mungkin maklum. Tetapi kalau berulang sampai tiga kali rasanya kok tidak mungkin.
Apakah pembaca juga pengalaman yang sama dengan saya ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H