Tanggal 28 Nopember 2017 ini tepat tujuh tahun saya bergabung dengan Kompasiana. Terus terang, di blog keroyokan ini produktivitas saya tidak begitu membanggakan. Selama kurun waktu tersebut, saya hanya mampu menulis 165 tulisan, rata-rata sekitar 23,5 tulisan per tahun atau dua tulisan per bulan. Masih kalah jauh dengan banyak kompasianer lain yang tulisannya sudah mencapai ribuan.Â
Selama tahun 2017 ini saja saya hanya menulis 8 tulisan. Bahkan dari Januari hingga Agustus 2017, selama tujuh setengah bulan, saya praktis tidak menulis sama sekali. Gairah saya untuk menulis kembali baru muncul setelah saya mengikuti kegiatan Visit Kompasiana HUT RI ke-72 di Pengalengan. Virus dari para kompasianer ternyata memang luar biasa dan sangat mujarab untuk membangkitkan kembali semangat menulis saya.
Meski sempat tidak aktif, saya tetap terus mengikuti perkembangan Kompasiana. Hampir setiap hari saya membuka Kompasiana dan membaca tulisan para kompasianer yang selalu segar dan informatif. Saya juga tetap setia dengan Kompasiana dan belum punya keinginan pindah ke platform blog keroyokan lain yang saat ini banyak bertumbuhan. Â Â
Dari kolumnis Kompas, bintang TV, lomba blog, penulis buku hingga bertemu Presiden
Perjalanan saya bersama Kompasiana selama tujuh tahun ternyata banyak membawa pengalaman dan kenangan manis. Â
Suatu hari, dalam sebuah rapat yang dihadiri banyak orang, seorang kolega saya memperkenalkan saya kepada hadirin. Dia menyebut asal saya, kantor tempat saya bekerja dan yang lebih istimewa dia menyebut saya sebagai "kolumnis" di Harian Kompas. Dia pernah membaca tulisan saya di Freez Kompasiana yang dulu pernah menjadi sisipan di harian terbesar di Indonesia tersebut. Â Karena tulisan itulah dia melabeli saya sebagai "kolumnis". Tanpa Kompasiana, tulisan saya rasanya tidak akan pernah masuk Kompas. Kita tahu betapa susahnya menembus harian Kompas.
Freez waktu itu terbit mingguan, tulisan yang ditampilkan adalah tulisan terpilih dari kompasianer yang temanya sudah ditentukan redaksi Kompasiana. Setidaknya ada tiga tulisan saya yang pernah muncul di Freez, antara lain tulisan tentang "Pengalaman Menjadi Saksi di Kejagung", "Dua bulan Hidup Tanpa Gadget" dan "Kuliner "Menyeramkan" Khas Temanggung".
Selain masuk Kompas, saya juga pernah tiga kali masuk TV, tepatnya Kompas TV. Pernah suatu malam, ibu saya dari kampung di Temanggung menelpon saya dan bertanya apa saya benar masuk televisi seperti yang baru beliau lihat. Saya jawab benar, saya memang diundang di acara talk show Kompasiana TV sebagai penanggap diskusi masalah pelaksanaan ibadah haji, bersama anggota DPR dan Kantor Kementrian Agama. Alasan saya diundang mungkin karena saya pernah menulis beberapa artikel mengenai haji di Kompasiana berdasarkan pengalaman saya naik haji pada tahun 2013.Â
Tulisan-tulisan tentang haji tersebut juga sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh penerbit Alfa Media Yogyakarta dengan judul "Pak Pos Naik Haji". Sehari-hari saya memang berprofesi sebagai Pak Pos.Â
Pengalaman manis lain adalah saya juga pernah memenangi beberapa kali lomba blog, baik yang diselenggarakan oleh Kompasiana maupun pihak lain namun saya menggunakan tulisan di Kompasiana untuk lomba tersebut. Â
Di lomba blog yang diselenggarakan oleh Kompasiana, saya pernah terpilih sebagai pemenang pertama lomba blog Mudik Asyik Lewat Cipali dengan tulisan "Tol Cipali, Hadiah Terindah bagi Para Pemudik" pada pertengahan tahun 2015. Juga pada lomba blog Electronic City dengan tulisan "Asyiknya Kerja Sambil Travelling" yang diadakan pada akhir tahun 2016. Kemudian tulisan saya tentang "JNE dan Bisnis Keagenan" mengantar saya terpilih dalam Lomba Blogtrip HUT JNE yang-24 di Yogyakarta pada tanggal 28-30 Nopember 2014.
Beberapa waktu lalu saya juga terpilih dalam 17 tulisan dalam lomba flashblogging #Kompasiana17an bulan Agustus 2017 dengan tulisan "Perpustakaan kecil di Kampung Saya".
Beberapa tulisan saya yang pernah memenangi lomba blog yang diselenggarakan oleh pihak lain di antaranya tulisan "Ke Yogyakarta, Jangan Lupa Kunjungi Candi Boko" yang mendapat penghargaan sebagai juara harapan dalam Lomba Penulisan Jurnalistik Ratu Boko pada tahun 2012. Lalu tulisan tentang "Mengukur Kadar Nasionalisme Ancol" tepilih dalam 20 tulisan Lomba Jurnalistik Ancol 2010. Selain saya, terdapat juga tulisan 5 kompasianer lain yang terpilih dalam lomba tersebut.
Terakhir, tulisan tentang "Pos Lintas Batas Negara Skouw Jayapura dan Pentingnya Informasi Geospasial", alhamdulillah terpilih sebagai pemenang ketiga Lomba Blog Badan Informasi Geospasial (BIG), Geospasial untuk Kita bulan Oktober 2017 ini.
Di luar yang saya sebutkan di atas, masih banyak hal lain yang lebih penting dan bermakna yang saya dapatkan di Kompasiana dan semuanya tidak dapat dihitung dengan dengan duit. Di Kompasiana saya bisa terus mengasah diri dan belajar mengenai banyak hal, terutama mengenai dunia tulis menulis. Kita tahu para kompasianer datang dari berbagai latar belakang dan keahlian yang ilmu dan keahliannya bisa terus saya serap.Â
Selain itu, kita juga bisa terus melakukan sharing & connecting dengan para kompasianer yang jumlahnya saat ini tercatat lebih dari 250 ribu orang, baik secara online, melalui tulisan, maupun secara offline, melalui acara nangkring, visit, Kompasianival dan lain-lain. Selalu saja ada nilai tambah pada setiap even yang diadakan oleh Kompasiana.
9 Tahun Kompasiana
Perjalanan Kompasiana yang pada tanggal 22 Oktober 2017 Â ini memasuki usia 9 tahun memang patut dicatat dalam sejarah permediaan di Indonesia. Kompasiana yang mengusung slogan Beyond Blogging ini telah berhasil menawarkan platform baru dalam dunia perblogan di Indonesia. Sebelumnya, jika kita ingin menulis di blog, maka kita hanya akan menulis di blog untuk pribadi masing-masing saja, seperti blogspot, multiply, wordpress atau geocities.
Kompasiana pada awalnya juga hanya untuk kalangan terbatas, yaitu untuk para jurnalis di Kompas Gramedia. Kuota tulisan di koran atau majalah tentu terbatas dan tidak akan bisa memuat seluruh tulisan para jurnalis yang ada. Karena itu, diperlukan sebuah media lain yang bisa digunakan untuk menampung tulisan-tulisan tersebut.Â
Setelah membuka diri ke publik, tulisan-tulisan di Kompasiana mulai menarik perhatian banyak orang. Bahkan, pada perjalanan berikutnya, tak jarang tulisan-tulisan dari para kompasianer di Kompasiana menjadi sumber berita atau referensi bagi media-media mainstream.
Perjalanan selama 9 tahun tentu membuat Kompasiana semakin matang. Bahkan saat ini banyak media yang menjadikan Kompasiana  sebagai kiblat untuk jurnalisme warga.  Di satu pihak, hal  ini merupakan sesuatu yang menggembirakan karena Kompasiana telah menjadi pionir. Tetapi di lain pihak juga menjadi tantangan bagi para pengelola Kompasiana. Sanggupkah Kompasiana bisa terus mempertahankan supremasinya atau akan disalip oleh para pesaingnya. Perjalanan waktu lah yang akan mengujinya.
Saya, sebagai kompasianer yang sedikit banyak juga ikut merasakan pahit manisnya bersama Kompasiana, tentu berharap Kompasiana akan bisa memenangi tantangan jaman tersebut. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H