Rumah tersebut akhirnya disewa seorang teman saya yang lain dengan harga sewa pertemanan. Selama 5 tahun berdinas di Solo, tiga tahun pertama saya sekeluarga tinggal di rumah kontrakan. Dua tahun berikutnya tinggal di rumah dinas.
Meskipun belum sempat ditinggali, kami tetap merasa bersyukur bahwa dalam usia di bawah 30 tahun kami sudah bisa membeli rumah. Kelak jika masa pensiun tiba, setidaknya kami punya tabungan rumah, tidak seperti nasib senior saya di atas.
***
Dari Solo saya pindah ke Tulungagung. Di kota penghasil marmer tersebut saya tinggal di rumah dinas yang terletak di pusat kota. Â Rumahnya cukup besar dengan fasilitas cukup lengkap. Bangunan rumah dinas ini adalah bangunan lama. Banyak cerita horor dari teman-teman tentang rumah yang kami tinggali tersebut. Alhamdulillah, kami sekeluarga tidak pernah mengalaminya.
Dua tahun kemudian saya pindah lagi ke Palembang. Di kota pempek ini saya juga tinggal di rumah dinas. Rumah dinas yang kami tempati adalah sebuah rumah tua sederhana yang bagian bawahnya dibangun dari bahan tembok, sementara bagian atasnya dari bahan kayu. Atapnya terbuat dari seng. Soal bangunan rumah sebenarnya tidak begitu masalah bagi kami. Yang agak menjadi masalah adalah soal air. Meski air PDAM, tetapi di rumah dinas kami setiap harinya hanya mengalir satu jam, itupun harus disedot dengan pompa listrik. Romantika tinggal di rumah dinas Palembang pernah saya tulis disini.
Dari Palembang kemudian kami pindah ke Jakarta pada tahun 2004. Disini cerita soal rumah lain lagi. Di Jakarta, kami tidak kebagian rumah dinas karena jumlahnya sangat terbatas, sebagai gantinya kami mendapat uang penggantian rumah. Yang menyedihkan, ternyata uang rumah tersebut tidak cukup untuk menyewa sebuah rumah atau kontrakan yang layak untuk sebuah keluarga. Setiap kali menerima uang rumah, kami bukannya senang, tetapi malah pusing bagaimana mencari tambahan untuk membayar kontrak.
Setelah dua tahun mengontrak rumah di wilayah Jakarta Selatan, kami akhirnya berpikir untuk membeli rumah daripada setiap tahun pusing mencari tambahan.Â
Kami mencari rumah yang layak dan aman di sekitar tempat kami mengontrak, ternyata harganya cukup tinggi. Mau ambil KPR hitung-hitungannya juga tidak masuk.
Akhirnya kami memutuskan mencari rumah di Depok dengan harapan harganya terjangkau dengan kemampuan kami. Saat mencari rumah di Depok ini juga ada sedikit unsur kejutan. Waktu itu saya ingin mencari di Perumahan Depok Dua, tetapi ketika tiba di stasiun kereta saya membaca sebuah iklan rumah dijual yang di tempel di stasiun. Saat itu juga langsung saya tengok bersama istri. Alhamdulillah langsung cocok.
Saat itu kami tidak memegang uang cash, kami hanya punya aset rumah di Solo. Â Setelah cocok dengan rumah di Depok, saya bilang kepada pemilik lama bahwa pembayarannya nanti menunggu uang hasil jual rumah di Solo. Untungnya dia mau dengan kesepakatan tersebut.Â
Alhmadulillah rumah di Solo cepat laku dan saya hanya perlu sedikit tambahan uang untuk membayar rumah di Depok tersebut. Rumah inilah yang kami tempati dari tahun 2006 hingga saat ini.