Tahun 2013, saat saya dan istri menunaikan haji, saya juga sempat bertemu dengan seorang jamaah haji Indonesia yang berangkat melalui Filipina. Kebetulan kami punya acara yang sama di dekat Masjid Ijabah di Madinah.
Saat itu kami berkumpul dengan para jamaah haji yang datang dari beberapa negara ASEAN, antara lain dari Singapura, Thailand, Malaysia, dan Brunei. Kami mendapat arahan dari seorang ustadz bagaimana sebaiknya kami menjalani prosesi ibadah haji, mulai niat, tata cara, sampai bagaimana doa yang seharusnya kita panjatkan saat menunaikan ibadah haji.
Salah satu pelajaran yang dapat saya tangkap dalam pertemuan tersebut adalah bahwa sebaiknya kita berdoa agar semua jamaah haji yang datang ke Tanah Suci bisa mendapatkan haji yang mabrur, bukan doa untuk kemabruran diri kita saja. Itu namanya egois.
Mereka telah datang ke Tanah Suci dengan berbagai pengurbanan, mulai uang, berpisah dengan keluarga tercinta, sakit, cuaca yang tidak bersahabat, meninggalkan kantor atau pekerjaan dan lain-lainnya.
Sayang sekali jika dengan segala pengurbanan tersebut, para jamaah tidak mendapatkan haji yang mabrur. “Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga,” demikian petikan sebuah hadits dari Nabi Muhammad SAW.
Salah satu jamaah yang hadir pada pertemuan tersebut adalah seorang teman jamaah haji Indonesia yang berangkat lewat Filipina. Kami sempat berbincang-bincang sedikit perihal keberangkatannya ke Tanah Suci. Jadi, model jamaah haji yang berangkat haji melalui Filipina seperti 177 orang yang sekarang diributkan itu sebenarnya sudah sejak lama berlangsung. Cuma, mungkin jumlahnya tidak sebanyak tahun ini.
Menurut teman di atas, pada tahun 2013 itu dia berangkat bersama 5 atau 6 orang, saya agak lupa. Mereka mendaftar haji melalui biro travel yang menjanjikan bisa berangkat pada tahun yang sama tetapi melalui negara lain, yaitu Filipina. Selain rombongan dia, juga ada rombongan lain yang dipecah dalam jumlah-jumlah kecil. Semuanya diatur oleh biro travel. Ketika musim pemberangkatan haji tiba, mereka diminta terbang ke Filipina. Di sana, sudah disiapkan segala akomodasi dan dokumentasi yang lengkap, termasuk visa dan paspor Filipina.
Mereka disisipkan dalam rombongan jamaah haji Filipina. Karena tampang jamaah haji Indonesia mirip dengan jamaah haji Filipina dan jumlah mereka yang tidak begitu banyak dan tentu saja karena bantuan orang-orang setempat di Filipina, mereka dapat lolos terbang ke Tanah Suci.
Lebih Mahal
Tentu saja ada harga lebih yang harus dibayar untuk mendapatkan paspor dan visa haji Filipina tersebut. Si teman menyebutkan harga sekitar Rp 50 sampai Rp 60 juta untuk bisa berangkat haji dari Filipina. Harga tersebut di luar biaya Indonesia-Filipina pulang-pergi. Dibanding dengan biaya haji reguler dari Indonesia, biayanya hampir dua kali lipat. Pada tahun itu, biaya ibadah haji dari Depok sekitar Rp 33,5 juta.