Menaker dan Direksi Pos Indonesia berfoto bersama para karyawan yang diangkat sebagai pegawai tetap (Foto: finance.detik.com)
Ketika ratusan ribu buruh melakukan demo besar-besaran di Ibu Kota Jakarta pada peringatan Hari Buruh (May Day) pada 1 Mei 2016 lalu, tanpa banyak gembar-gembor PT Pos Indonesia mengangkat sebanyak 5.500 pegawai yang selama ini berstatus sebagai pegawai outsourcing menjadi pegawai tetap di perusahaan plat merah tersebut.
Bagi para pegawai, keputusan tersebut merupakan sebuah keputusan yang sangat menggembirakan dan puncak akhir sebuah penantian selama bertahun-tahun. Status menjadi pegawai tetap adalah sebuah idaman bagi setiap pegawai outsourcing di sebuah perusahaan.
PT Pos Indonesia sendiri, sebenarnya hampir setiap tahun juga melakukan seleksi untuk mengangkat pegawai outsourcing menjadi pegawai tetap. Tetapi jumlah yang diangkat relatif terbatas. Dari sekitar 2.000 pegawai yang mengikuti seleksi misalnya, yang diterima hanya sekitar 150 orang. Mereka bisa lolos setelah melalui berbagai tahap seleksi yang cukup ketat.
Terobosan yang Patut Diapresiasi
Keputusan PT Pos untuk mengangkat pegawai tetap dalam jumlah yang cukup besar tersebut patut diapresiasi. Keputusan tersebut juga dapat menyelesaikan masalah tenaga kerja outsourcing yang selama bertahun-tahun menjadi masalah di berbagai perusahaan termasuk BUMN.
Manajemen PT Pos Indonesia sendiri saya kira juga telah mempertimbangkan secara matang keputusan tersebut yang berimbas pada meningkatnya biaya pegawai tersebut. Direktur Utama PT Pos Indonesia, Gilarsi Wahju Setijono, mengatakan bahwa perekrutan dilakukan untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) Pos sesuai dengan rencana bisnis yang akan dijalankan perusahaan untuk memperkuat kompetensi bisnis di bidang kurir, logistik, ritel, dan jasa keuangan.
"Latar belakangnya adalah berdasarkan kebutuhan bisnis perusahaan ke depan yang memerlukan penambahan SDM, khususnya tingkat pelaksana jumlah itu adalah perekrutan terbesar yang dilakukan PT Pos Indonesia sampai saat ini," kata Gilarsi.
Sejak diangkat menjadi Direktur Utama PT Pos Indonesia pada bulan Nopember 2015 lalu, Gilarsi telah melakukan berbagai terobosan. Ia mengibaratkan Pos Indonesia adalah sebuah perusahaan raksasa yang sedang tidur. Direksi baru bertekad untuk menjadikan Pos sebagai raksasa logistik pos dari Timur, seperti yang dicantumkan dalam visi dan misi baru perusahaan tersebut.
Pemerintah sendiri, lewat Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pos. Secara simbolis, pada tanggal 1 Mei 2016 di Gedung Pos Ibukota (GPI) Hanif Dhakiri menyerahkan Surat Keputusan pengangkatan pegawai, disaksikan anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka, Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahju Setijono, komisaris dan jajaran direksi lainnya.
Hanif berharap bahwa pengangkatan sebagai pekerja tetap ini akan menjadi energi positif bagi Pos Indonesia untuk dapat lebih meningkatkan produktivitas pekerjanya maupun peningkatan kesejahteraan pekerja buruh dan keluarganya. Kepada para pegawai yang baru diangkat, Hanif mengucapkan selamat dan berpesan dengan pengangkatan tersebut kinerja pegawai semakin baik, komitmen kepada perusahaan semakin tinggi dan produktivitas semakin tinggi.
"BUMN harus menjadi contoh untuk mengangkat karyawan outsourcing-nya menjadi karyawan tetap. Minimal ada roadmap dan pentahapannya yang jelas sebagai rencana pengangkatan menjadi pegawai tetap," kata Hanif.
Dilema Pegawai Outsourcing
Selama bertahun-tahun, persoalan pegawai outsourcing menjadi sebuah masalah laten dalam dunia ketenagakerjaan kita. Dari sisi perusahaan, sepintas status pegawai tersebut cukup menguntungkan. Dengan pola outsourcing, perusahaan bisa mendapatkan tenaga kerja yang cukup murah karena upah dan gaji yang dibayarkan kepada mereka biasanya mengacu pada ukuran Upah Minimum Propinsi (UMP).
Dengan pola ini, perusahaan biasanya juga tidak mau ribet dengan berbagai urusan ketenagakerjaan karena kontrak perusahaan tidak langsung dengan para pegawai tersebut, tetapi perusahaan melakukan kontrak dengan perusahaan lain yang secara khusus menyediakan tenaga outsourcing ini.
Sementara dari sisi pegawai, status outsourcing merupakan sebuah status yang sangat tidak mengenakkan. Dengan status seperti ini, tidak ada jenjang karir yang jelas bagi para pegawai karena biasanya mereka terikat untuk bekerja dalam suatu pekerjaan tertentu saja.
Setiap saat mereka juga bisa dikenai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari perusahaan tempat mereka bekerja. Perlindungan hukum terhadap mereka juga sangat lemah. Satu kesalahan kecil saja mereka bisa langsung bisa kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Dalam pekerjaan sehari-hari, mereka biasanya juga sering dipandang sebelah mata oleh para pegawai yang sudah berstatus sebagai pegawai tetap. Bahkan mereka sering diberi beban kerja yang lebih berat, sementara pegawai yang sudah tetap menganggap diri mereka sebagai atasan mereka.
Mudah-mudahan, apa yang dilakukan PT Pos Indonesia ini bisa menjadi contoh bagi BUMN dan perusahaan lain yang sampai saat ini masih banyak yang mempekerjakan pegawainya dengan status outsourcing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H