Mohon tunggu...
Al Johan
Al Johan Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka jalan-jalan

Terus belajar mencatat apa yang bisa dilihat, didengar, dipikirkan dan dirasakan. Phone/WA/Telegram : 081281830467 Email : aljohan@mail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sosok Pahlawan pada Selembar Uang Sepuluh Ribu Rupiah

11 November 2014   13:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


[caption id="attachment_353292" align="aligncenter" width="520" caption="Sultan Mahmud Badaruddin II Pada Uang Rp 10.000"][/caption]

Awal bulan Nopember 2014 ini saya punya kesempatan jalan-jalan lagi ke kota Palembang.Kota yang mendapat julukan Venesia dari Timurini termasuk tempat yang istimewa bagi saya sekeluarga. Pada tahun 2001 – 2004, karena dinas, kami pernah tinggal di kota yang juga terkenal dengan pempeknya ini.

Karena itu saya ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menapaktilasi tempat-tempat yang dulu sering kami jejaki. Antara lain ke Jembatan Ampera, Monumen Perjuangan Rakyat, Museum, Benteng Kuto Besak, Masjid Agung, Pasar 16 Ilir dan Pasar Cinde.

Saya juga menyempatkan jalan-jalan ke Palembang Trade Center (PTC) dan Komplek Gelora Sriwijaya di Jakabaring. Sayang kedatangan saya ke Gelora Sriwijaya kemarin mendahului pelaksanaan final Piala ISL sehingga saya tidak bisa menyaksikan serunya pertandingan antara Persipura melawan Persib yang akhirnya dimenangkan Persib dengan adu finalti.

Palembang kini sangat berbeda dengan Palembang 10 tahun lalu, saat saya meninggalkannya dan pindah ke Jakarta. Dulu Gelora Sriwijaya baru dalam proses pembangunan. Palembang Trade Center (PTC) bahkan belum ada. Tempat belanja paling ramai dan tergolong modern waktu itu adalah Internasioal Plaza (IP) dan Plaza Ramayana.

***

Yang tidak berbeda dan tidak berubah dari orang-orang Palembang hingga kini adalah penghormatannya kepada sosok seorang pahlawan. Sosok ini begitu istimewa bagi orang Palembang, sehingga namanya diabadikan menjadi nama tiga bangunan yang menjadi land mark kota Palembang, yaitu sebagai nama bandara, masjid agung dan nama museum yang menyimpan berbagai dokumentasi sejarah panjang kota Palembang.

[caption id="attachment_353287" align="aligncenter" width="520" caption="Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang"]

1415630729325225994
1415630729325225994
[/caption]

[caption id="attachment_353289" align="aligncenter" width="520" caption="Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang"]

14156308112071529069
14156308112071529069
[/caption]

[caption id="attachment_353290" align="aligncenter" width="520" caption="Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang"]

14156308841083772770
14156308841083772770
[/caption]

Sebenarnya sosok tersebut juga sangat akrab dengan dengan keseharian kita, tetapi mungkin jarang di antara kita yang menyadarinya. Padahal setiap hari gambar sosok tersebut selalu terselip dalam dompet kita, tepatnya di lembaran uang pecahan sepuluh ribu rupiah. Sosok tersebut adalah Sultan Mahmud Badaruddin II.

Pemerintah RI juga mengakui keistimewaan sosok Sultan Mahmud Badaruddin II. Sehingga pada tahun 1984, Sultan Mahmud Badaruddin II ditetapkan sebagai seorang pahlawan nasional.

***

Sultan Mahmud Badaruddin II yang nama aslinya adalah Sultan Muhammad Hasan adalah sultan ke-8 pada Kesultanan Palembang Darussalam. Lahir pada tahun 1767 dan meninggal pada tahun 1852. Dinobatkan sebagai sultan pada tanggal 3 April 1804.

Sejak kecil dia sudah dipersiapkan untuk menjadi pewaris tahta kesultanan.Dia mendapat pendidikan khusus dari ulama besar yang hidup pada waktu itu, antara lain dari Syekh Abdus Somad Palembani, Syeh Muhammad Muhyidin bin Syihabuddin, Syehk Ahmad bin Abdullah, Syekh KMS Muhammad bin Ahmad dan Sayid Abdur Rahman al-Idrus.

Dia seorang yang cerdas dan mempunyai kemauan yang kuat untuk belajar. Dia hafal Alquran dan menguasai bahasa Arab dan Portugis. Selain sebagai sultan, ia juga seorang ulama yang saleh, imam besar masjid agung, tokoh tarekat, penulis dan olah ragawan.

Sebagai penulis, dia telah menghasilkan beberapa karangan, antara lain Syair Nuri, Pantun si Pelipur Hati, Sejarah Raja Martalaya, Nasib Seorang Ksatria Signor Kastro dan lain-lain.

Bacaan sultan juga sangat luas, baik di bidang agama maupun filsafat dan sejarah. Sultan juga dikenal sebagai diplomat yang ulung, seorang organisatoris dan ahli strategi perang.

Pada masa pemerintahannya terjadi beberapa kali pertempuran melawan pemerintah penjajah Inggris dan Belanda, antara lain terjadi pada tahun 1811, 1819 dan 1821. Pada tanggal 3 Juli 1821, dengan strategi yang licik, Sultan ditangkap dan dibuang ke Ternate Utara beserta keluarganya.

Sultan Mahmud Badaruddin II akhirnya meninggal di tempat pembuangannya tersebut pada tanggal 26 Nopember 1852 pada usia 84 tahun setelah menjalani pengasingan selama 32 tahun.

Semoga Allah SWT menerima amal dan perjuangannya dan menempatkannya di tempat yang mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun