Perayaan karnaval dengan branding 'kemerdekaan' berbeda dengan kirab budaya yang mengusung budaya-budaya khas daerah. Tahun demi tahun saya perhatikan, esensi kemerdekaan semakin luntur dengan busana dan lagu-lagu yang tidak relevan. Banyak peraga yang memeragakan sosok-sosok nyeleneh yang kurang tepat untuk dipertontonkan.
Saya melihat segerombol peragaan kostum hantu-hantu lokal dipadu dengan aksesoris yang begitu konyol. Belum lagi kemacetan yang disebabkan hal tersebut. Hal itu menurut saya tidak merepresentasikan sebuah perayaan kemerdekaan. Apakah salah? Tentu penilaian kembali ke masing-masing pihak.
Contoh diatas hanya salah satu dari serba-serbi kemerdekaan. Pernah saya bertanya dengan pimpinan daerah saya setingkat camat tentang urgensi dari kegiatan tersebut, jawabannya adalah "untuk meningkatkan perekonomian masyarakat". Tidak ada unsur kemerdekaan, sangat berbeda dengan latar belakang dan embel-embel yang diusung.
Menurut saya, euforia adalah hal yang lumrah dilaksanakan di hari besar ini akan tetapi harus tetap relevan. Selain itu, esensi dari kemerdekaan dapat menjadi refleksi untuk  apa pun aktivitas kita. Kita perlu berpikir bahwa masa-masa bahagia bangsa kita saat ini adalah hasil dari perjuangan yang berdarah-darah.
Pendapat saya tentu bersifat subjek, tapi dengan sedikit coretan ini semoga kita lebih memahami esensi dari hari kemerdekaan ini. Sudah 77 tahun berselang sejak proklamasi dibacakan. Saat ini kita bangsa yang merdeka berpikir, bertindak, dan bersuara. Mari kita rayakan dengan berbagai hal positif. MERDEKA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H