Mohon tunggu...
Alja Yusnadi
Alja Yusnadi Mohon Tunggu... Penulis - Kolumnis, tinggal di Aceh

aljayusnadi.com---Harimau Mati Meninggalkan Belang, Manusia Mati (harus) Meninggalkan Tulisan, Bukan hanya Nisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika “Kaum” Darussalam Keluar dari Sarangnya

16 Mei 2012   07:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:13 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Reaksi yang berlebihan tersebut berkaitan dengan menjaga eksistensi keberadaan-jabatan atau sebagai bentuk ucapan terimakasih, karena telah diberikan jabatan. Sikap tersebut terlihat ketika menjawab opini OSI yang tidak berkena ke pokok soal, tapi lebih menyorot soalan personal yang tidak ada sangkut pautnya dengan substansi. Atau ada juga yang mengambil ancang-ancang untuk pemetaan kawan-lawan dalam perebutan kursi rektor untuk empat tahun mendatang.

Akreditas C, Pengelola intropeksi

Sebenarnya, soalan tentang internal Unsyiah ini sudah cukup lama berlangsung, namun tidak sempat mengemuka ketengah publik seperti kali ini. Mulai tenaga pengajar, wali mahasiswa, dan pengambil kebijakan di Aceh (eksekutif dan legislative) seolah tutup mata, tutup telinga. Hampir tiap tahun, wacana transparansi tentang pengelolaan unsyiah disuarakan mahasiswa. Namun gerakan tersebut tidak terkonsolidasi sampai ke luar unsyiah.

Saya masih ingat, diakhir tahun 2007, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai fakultas, menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung rektorat untuk mendorong pengelola kampus agar mempublikasi pengelolaan anggaran unsyiah, karena biaya SPP terus naik. Aksi tersebut sempat mencoba untuk memboikot pembayaran SPP mahasiswa baru, karena dinilai tidak layak ; tidak ada transparansi.

Pembantu Rektor I Bidang Akademik, pada saat itu berjanji akan melakukan transparansi, namun sudah hampir tiga tahun berlalu, omongan tersebut hanya menjadi angin lalu.

Sementara itu, penguasa kampus terus mendengungkan kalau Unsyiah akan segera menerapkan BHP, dan hal ini juga lepas dari perhatian pemerhati, peminat, praktisi pendidikan, bahkan, ketika saya dan rekan-rekan mahasiswa beraudiensi dengan unsur pimpinan DPRA setahun silam, mereka mengatakan belum pernah membaca Undang-Undang BHP tersebut. Ini artinya, mulai dari pengambil kebijakan, sampai ke praktisi pendidikan abai terhadap perkembangan pendidikan di Aceh. Padahal, yang sudah sangat nyata implikasinya adalah terhadap kenaikan SPP, seperti baru-baru ini.

Salah satu alasan penguasa kampus, untuk meningkatkan mutu, kemandirian dana. Padahal, jika penguasa unsyiah mempunyai iktikad baik, silahkan lakukan publikasi, misalnya, selama ini unsyiah memiliki omset, berapa harga penyewaan gedung AAC Prof. Dayan Dawod, MA?, berapa harga penyewaan Wisma Unsyiah, ruang pertemuan wisma kompas, training center?, Unsyiah juga menyewakan gedung untuk lembaga luar, semisal NGO, Bank, dan semacamnya. Atau, Unsyiah juga memilki asset yang tidak diketahui oleh semua civitas akademika, apalagi mahasiswa?. Sehingga, bukan hanya mahasiswa yang akan terselamatkan dengan tidak tingginya biaya pendidikan, akan tetapi tenaga pengajar yang non jabatan dan non-guru besar, dapat merasakan nikmat tersebut.

Lonjakan biaya tersebut tidak dibarengi dengan akreditasi Unsyiah. Dari kelima belas faktor yang dinilai dalam akreditasi, salahsatunya adalah sistem pengelolaan, jika menjawab pertanyaan Martonis "Pantaskah Unsyiah berakreditasi C", jika dilihat dari besaran dana yang dikutip dari mahasiswa, dan logika yang dipakai ; dana menggenjot mutu, seharusnya hal tersebut menjadi tamparan bagi pengelola unsyiah., karena Unsyiah telah menyedot biaya pendidikan dari mahasiswa melebihi dari perguruan tinggi swasta di Aceh.

Dari berbagai soalan diatas, sudah selayaknya akademisi mengeluarkan gagasan-gagasan terkait dengan disiplin ilmu yang dimiliki, tidak hanya "garang" dikandang, tapi berani muncul ke ruang publik.

Sebagai bentuk kepedulian, mempertanyakan tentang polemik yang sedang dihadapi Unsyiah (salah satunya soal akreditasi, dan rencana terapan BHP), saya kira bukan merupakan upaya jeruk makan jeruk, menelanjangi, apalagi menyarankan pil saridon. Tapi sebagai insan akedemik, kepekaan sosial itu dimulai dari lingkungan kampus.

Dan, kepada pemerhati, peminat, praktisi, pengambil kebijakan (eksekutif, legislative), wali mahasiswa, dan seluruh komponen rakyat aceh, sudah saatnya memberikan sedikit perhatian terhadap pendidikan, sehingga sebagai rahim yang mereproduksi para sarjana, profesi, dan pasca sarjana, Unsyiah dapat berjalan sebagaimana mestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun