Mohon tunggu...
Tiara
Tiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tempatku Berpulang

25 Oktober 2022   18:05 Diperbarui: 25 Oktober 2022   18:03 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu aku sendiri, berdiri sendiri di balkon rumahku, hamparan bintang yang memenuhi langit malam mengambil penuh atensiku, hembusan angin sejuk menyapa pelipisku dengan lembut.

Emeraldku mengarah pada beberapa lampu kecil yang menyinari taman yang terletak pada sayap kiri rumahku, mulai kulangkahkan kakiku kesana guna mencari ketenangan yang sesungguhnya, bulan malam ini nampak lebih dekat nan terang, mungkin salah satu dari kuasa alam tengah terjadi malam itu.

Taman yang tak begitu luas itu memang selalu menjadi tempatku untuk menemukan ketenangan dikala gundah, taman ini tak begitu luas, namun memiliki banyak tanaman yang menghiasinya.

Perlahan aku mengeluarkan sapu tangan merah mudaku guna menyeka sebagian air hujan yang masih tersisa, mendudukkan diri di kursi taman berwarna putih yang terdapat di sisi kanan taman, mataku mengarah lurus pada air mancur besar dengan warna air yang dapat berubah di setiap pancurannya, aku tahu betul itu karena lampu, hasil dari ide liar sewaktu ku masih kecil yang di realisasikan oleh kedua orang tuaku.

Aku memejamkan mata, bunyi dari jangkrik menyapa pendengaranku, semilir angin sejuk kembali terasa, tidak mengherankan mengingat bahwa cukup banyak berbagai pohon yang di sekelilingku, ibuku yang menanamnya, dibantu dengan petugas kebun yang cakap dalam memotong dedaunan hingga menjadi lebih tertata dan merawat apa yang ibuku tanam di sini.

Aku kembali membuka mataku tatkala merasa sebagian dari telapak kakiku basah karena rumput yang menjadi pijakanku, wangi hujan yang sudah lama reda itu menyapa hidungku dengan lembut, bunga dan rerumputan yang basah masih terlihat jelas, genangan dari air yang membasahi bumi itu belum kering jua.

Taman yang menjadi saksi bisu akan tawa dan resahku, selalu menjadi tempatku berpulang. Merekam banyaknya kenangan yang pernah terjadi, membuatku tersadar akan eksistensi diri, yang membuatku menyadari bahwa masih banyaknya cinta kasih yang kudapatkan. Bahwa aku tidak sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun