Mohon tunggu...
Ali Zaenuddin
Ali Zaenuddin Mohon Tunggu... Penulis - Masih Mahasiswa

Analis Kebijakan Publik Pada Konsentrasi Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik (IPKP) Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Kue Klepon dan Salah Kaprah Memaknai Islami

21 Juli 2020   18:13 Diperbarui: 21 Juli 2020   18:19 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kue Klepon Islami (Sumber: Suara.com)

Kue Klepon tengah hangat menjadi perbincangan para netizen, dan menjadi trending topik di Twitter. Hal ini dikarenakan adanya sebuah gambar yang diposting  oleh akun @memefess, yang menyebutkan bahwa jajanan tradisional bertabur kelapa tersebut bukanlah jajanan yang Islami.

 Gambar yang tersebar di sosial media tersebut tertulis "Kue klepon tidak Islami. Yuk tinggalkan jajanan yan tidak Islami dengan cara membeli jajanan Islami, aneka kurma yang tersedia di toko syari'ah kami." Masih belum jelas darimana dan siapa yang membuat gambar tersebut. Namun, di bagian bawah gambar tersebut tertulis nama 'Abu Ikhwan Azis.

Melihat dari permasalahan yang penulis kemukakan di atas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan Islami? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Islami memiliki makna bersifat keislaman. Jika demikian, apa yang dimaksud dengan sifat keislaman?

 Apakah keislaman itu identik dengan melakukan ritual-ritual dalam agama Islam seperti Shalat, Zakat,  Puasa dan Haji, atau memakai pakaian yang islami yang sedang populer seperti saat ini? 

Ataukah sifat keislaman itu adalah sebuah sifat yang memiliki nilai universal seperti sopan santun, ramah dan saling tolong menolong yang bisa saja dimiliki oleh siapapun, baik muslim atau non-muslim?

Dari pertanyaan-pertanyaan yang penulis kemukakan di atas, makna Islami itu sendiri menjadi sebuah diskursus atau perdebatan. Lantas apa sebenarnya makna atau esensi Islami?

Makna Islami terbagi menjadi dua, yaitu Islami secara simbolik, dan Islami secara substantif.  Islami secara simbol memiliki arti hanya sekadar tanda, tidak lebih. 

Sedangkan makna Islami secara substansi adalah inti dari keadaan itu sendiri. Terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan sifat Islami secara simbol, dapat kita lihat dari fenomena-fenomena hijrah yang santer dan menggeliat di Indonesia saat ini. 

Ada banyak pakaian dan produk-produk baik produk kecantikan atau fashion yang dilabeli Islami, demi menggaet para generasi millenial agar berpakaian secara Islami sesuai dengan tuntunan dalam islam. 

Tidak sedikit artis-artis tanah air yang mengendorse pakaian Islami dan produk kecantikan yang halal agar dapat menjangkau anak-anak muda sehingga mereka membeli serta menggunakan produk tersebut. 

Fenomena yang demikian juga, dapat kita lihat dari beberapa program televisi saat bulan Ramadhan tiba. Jika kita amati, terdapat perbedaan yang begitu mencolok baik sebelum dan sesudah Ramadhan. 

Para artis atau pengisi acara di layar kaca, cenderung menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan, utamanya dalam berpakaian. Hal ini menandakan bahwa, keislaman itu identik dengan simbol. Permasalahan seputar simbol, telah penulis ulas secara detail pada tulisan-tulisan sebelumnya. Baca di sini

Sedangkan Islami secara substansi yaitu melahirkan sebuah ketakwaan, yaitu dengan cara menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Artinya, setiap muslim dituntut agar menjadi pribadi yang dapat menjalankan hablum minallah dan hablum minannas. 

Disatu sisi, dia menjalankan perintah-perintah agama seperti ritual keagamaan yang dianutnya, dan di sisi yang lain dia menjadi pribadi yang dapat menjaga silaturahim terhadap sesama, baik muslim atau non-muslim. Inilah yang kemudian dinamakan sebagai kesalehan sosial. Kesalehan sosial diidentikkan dengan mengasihi orang lain, saling tolong menolong dalam kebaikan, dan menjaga nilai-nilai toleransi. 

Merujuk pada definisi islami, penulis mengutip pendapat dari salah seorang intelektual Muslim asal India Ashgar Ali Engginer yang menyatakan bahwa "Any society which perpetuates exploitation of the weak and the oppressed cannot be termed as an Islamic Society, even if other Islamic rituals are enforced". 

Masyarakat apapun yang di dalamnya masih terdapat tindakan eksploitasi kepada kaum yang lemah dan tertindas, maka mereka tidak dapat disebut atau dikatagorikan Islami, walaupun ritual-ritual Keislaman ditegakkan atau dijadikan sebagai sebuah patokan hukum.

Lalu pertanyaan berikutnya adalah, sebagai seorang muslim bagaimana menyikapinya, terutama dalam konteks Islami yang memiliki perbedaan makna? Menurut penulis, kuncinya adalah washatiyah atau moderasi. 

Secara bahasa, washatiyah berarti sesuatu yang berada di tengah. Artinya tidak berlebihan (ghuluw), dan tidak pula mengurangi  (muqashshir). Dalam sebuah hadist dikisahkan, bahwa suatu saat ketika Nabi Muhammad SAW mendengar adanya sebuah berita tentang seseorang yang rajin shalat di malam hari, dan berpuasa di siang hari, namun lidahnya sering menyakiti tetangganya, Nabi berkata "tempatnya di neraka." 

Hadist ini menunjukkan kepada kita bahwa menjalankan ritual keagamaan saja itu belum cukup, namun harus dibarengi dengan menjalin hubungan yang baik antar sesama.

(Sumber: @memefess/twitter)
(Sumber: @memefess/twitter)

Benarkah Kue Klepon Tidak Islami?

Dari paparan yang penulis kemukakan di atas terkait dengan makna Islami secara simbolik, dan Islami secara substantif, kue Klepon masuk dalam kategori apa? Apakah kue Klepon Islami secara simbolik atau Islami secara substantif?

Mengakhiri tulisan ini, penulis mengutip ungkapan Muhammad Abduh seorang filsuf Muslim Mesir yang mengatakan bahwa "al-Islamu mahjubun bil muslimin" yang berarti kebesaran Islam tertutup karena perilaku umat Islam itu sendiri. 

Tidak ada Islam yang radikal. Namun, hanyalah oknum orang Islam yang kebetulan radikal. Tidak ada kue Klepon yang Islami. Namun, kue Klepon bisa jadi Islami jika dimasukkan buah kurma atau kismis ke dalammnya, maka jadilah ia klepon Islami.

Selamat Mencoba Kue Klepon Islami, jajanan khas Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun